Minggu, 28 Agustus 2011

Meredam Kanker Dengan Kunyit Putih

KENDATI masih perlu penelitian lebih mendalam, kunyit putih atau temu putih (Curcuma zeodaria) diyakini banyak orang mampu meredam pertumbuhan sel kanker. Beberapa kasus dan sejumlah literatur memang membenarkannya. Kalau Anda berminat mengkonsumsi, jangan terkecoh pada kunyit lain yang bentuknya mirip namun khasiatnya melawan sel kanker tak sehebat kunyit putih.

HARIAN Kedaulatan Rakyat Yogyakarta, pada edisi 28 November 1998 memberitakan, seorang dokter yang menderita kanker, pernah menjalani operasi namun kambuh dan bahkan menyebar, sembuh setelah mengkonsumsi kunir/kunyit putih.



Seperti apakah bentuk dan ciri kunyit putih? Banyak kesalahkaprahan soal ini. Banyak pula orang yang terkecoh karena bentuknya mirip kunyit putih, namun ternyata sekedar turunannya dalam kerabat temu-temuan (Zingiberaceae). Belum lagi kesulitan yang disebabkan oleh penyebutannya dalam istilah lokal.

Kunyit Putih
Wied Harry Apriadji dalam majalah Nirmala edisi Juli 2000 mengingatkan, orang bisa terkecoh menyangka temu lawak (Curcuma xanthorrhiza) sebagai kunyit putih. 

Soalnya dibeberapa daerah temu lawak memang dinamakan kunyit putih. Dalam bahasa Sunda disebut koneng gede, dan oleh orang Madura disebut temu lobak. Bentuk rimpangnya mirip kunyit (Curcuma domestica atau Curcuma longa), tapi lebih besar. Kalau kunyit warnanya jingga-jingga, temu lawak, kuning muda, bahkan pucat keputihan jika masih muda. Setelah dirajang dan dikeringkan, warna kuningnya pun makin pudar.


Jenis rimpang lain yang sering rancu disebut kunyit putih adalah temu mangga (Curcuma Mangga). Secara kebetulan dibeberapa daerah di Indonesia sebutannya pun kunyit putih atau temu putih. Sering dijadikan obat turun panas, gatal-gatal, sesak napas, dan susut perut, temu mangga banyak dipakai sebagai ramuan "peringkas" vagina setelah masa persalinan.

Masih ada kerabat dekat kencur (Kaempferia galanga) yang sering dianggap sebagai kunyit putih, yakni kunci pepet (Kaempferia angustifolia) yang biasa dijadikan ramuan antidiare serta antidisentri, dan kunci pepet tulen (Kaempferia rotunda) yang sering dipakai untuk mengobati radang, meredam demam dan meningkatkan nafsu makan, juga sebagai ramuan jamu perempuan yang disebut "temu putri".


Namanya mirip, padahal minyak kayu putih

Sekarang mari kita luruskan istilah yang terlanjur salah kaprah. Jamu yang kita bicarakan ini, menurut literatur dan buku tentang tanaman obat adalah temu mangga (Curcuma mangga) dan variannya temu putih (Curcuma zeodaria). Karena warna kulitnya keputih-putihan, maka disebut kunir putih atau kunyit putih.


Di kalangan perjamuan atau para penjual jamu, yang biasa disebut kunir putih adalah kunir gombyok (nama bukunya: "kunci pepet"). Jamu ini sudah lama dikenal dan dipakai untuk menyembuhkan gangguan perut. Kunir gombyok ini kulitnya juga berwarna keputih-putihan, tetapi pada akarnya terdapat bintil-bintil seperti kentang kecil. Bintil-bintil itu berkerumun, sehingga dinamai kunir gombyok.

Di pasaran kini beredar "kunir putih" yang memakai nama Latin Curcuma alba. Sebenarnya alba (=putih) hanya dipakai untuk penamaan minyak kayu putih, yaitu Eucalyptus alba.

Ciri-ciri temu mangga atau temu putih yang bermanfaat dalam memerangi sel kanker ialah: Warna kulitnya keputih-putihan, warna "daging" atau isinya krem. Ia memiliki aroma seperti mangga kweni, harum, dan rasanya tidak pahit. Di masyarakat telah diproduksi temu mangga atau temu putih dalam bentu bubuk atau tepung. Warnanya krem, dan aromanya mangga.

Menurut Dr. Retno S. Sudibyo, peneliti pada PAU Bioteknologi UGM, khasiat kunyit sebenarnya bisa diperoleh dengan memakan umbinya yang masih segar. Tetapi jangan terlalu banyak, karena bagi yang tidak tahan bisa terlanda diare.

Anti-oksidan dan anti-inflamasi

Kunyit mangga atau temu mangga, alias kunir putih (Curcuma mangga), sebagai anggota keluarga besar Curcuma, mengandung zat kurkumin mempunyai khasiat: anti-oksidan dan anti-inflamasi. Bahkan khasiat anti-oksidannya lebih kuat daripada hidrocortison kimia/sintetis.

Menurut laporan American Institute of Cancer Report yang dimuat The New York Times akhir juli 1999, kanker dapat dicegah dengan kunyit. Zat antioksidan pada kunyit berfungsi mencegah kerusakan asam deoksiribonukleat (senyawa yang menyusun gen), karena kerusakan gen adalah salah satu penyebab terjadinya kanker.

Sedangkan kurkumin bersama ferulyl dan 4-hydroxy-cinnamoyl adalah senyawa anti-inflamasi yang terdapat rimpang kunyit.

Kesimpulannya, kedua kandungan kurkumin tersebut sangat berperan dalam memerangi kanker yaitu mencegah kerusakan gen sekaligus mencegah peradangan (inflamasi), karena pada penyakit kanker selalu terjadi inflamasi.



Penetrasi ke dalam sel kanker

Hasil penelitian Dr. Retno S. Sudibyo yang dimuat dalam Tempo 30 Mei 1999 menyebutkan bahwa Curcuma mangga mengandung "protein toksis", sejenis Ribosom in Activating Protein (R.I.P.). Inilah protein yang mampu menonaktifkan ribosom, sehingga sintesa protein di dalam sel terganggu. Protein tersebut lebih mudah melakukan penetrasi kedalam sel kanker daripada sel sehat.



Akibatnya, sel kanker tidak berkembang biak. Karena sel kanker memiliki batas umur, maka lama-kelamaan akan habis dengan sendirinya.


Dari uraian tersebut terlihat tiga manfaat dari Curcuma mangga dalam memerangi kanker, yaitu:

1. R.I.P. - memblokade pengembangbiakan sel kanker, sehingga lama-lama akan habis.



2. Antioksidan pada kurkumin mencegah kerusakan gen, di mana kerusakan gen adalah salah satu penyebab timbulnya kanker.


3. Zat anti-inflamasi pada kurkumin bermanfaat menghilangkan peradangan, padahal kanker selalu disertai peradangan.

Karena Curcuma mangga termasuk bahan alami, maka pemakaian jangka panjang sekalipun tetap aman bagi manusia.


Pencegahan tetap lebih baik

Tidak semua penyakit kanker mudah dideteksi sejak dini. Malah ada beberapa kasus yang baru diketahui setelah menginjak stadium lanjut.

Dokter Sjahrul Sjamsuddin Sp. O.G. dari FKUI/RSCM pernah menguraikan, kanker ovarium merupakan pembunuh tersembunyi (silent killer), dengan angka survival hanya 30%. Dari data RSCM bahwa terdapat 10 kasus kanker ovarium setiap bulan. Dikatakan juga, sekitar 70% dari kasus kanker itu diketahui ketika telah menyebar (Kompas, 2 Agustus 2000).

Seorang ahli lain, dr. Samsuridjal, menerangkan bahwa di kalangan pria, umumnya pada usia 45 tahun, terjadi pembesaran prostat secara perlahan-lahan.


Dalam literatur tentang gangguan pembesaran prostat disebutkan adanya dua kemungkinan, yaitu pembesaran sel (hipertropi) dan peningkatan jumlah sel (hiperplasia). Salah satu dari keduanya dapat berkembang menjadi kanker prostat (Kompas 26 Desember 1999 dan Senior 07/19 Agustus 1999).


Kita semua mengetahui bahwa obat kanker adalah untuk mengobati penderita kanker. Bukan untuk orang sehat. Curcuma mangga bukanlah obat, tetapi bahan alami yang berkhasiat untuk menghambat laju pengembangbiakan sel kanker, sekaligus bermanfaat untuk mencegah kerusakan gen - salah satu penyebab timbulnya kanker.


Sifat dari kandungan Curcuma mangga, yaitu R.I.P. adalah menghambat laju pengembangbiakan sel kanker. Sehingga efek terapinya bersifat tidak langsung, yaitu menunggu matinya sel kanker itu sendiri.


Kesimpulannya, efek terapi dengan bahan alamiah ini memerlukan waktu yang relatif panjang. Hasil kemajuan penderita juga relatif pelan, yang berarti memerlukan kesabaran. Namun, kenyataan yang mendukung, yaitu bahwa Curcuma mangga adalah bahan alami, sehingga aman bagi penderita.


Source: Majalah Intisari, No.448 - November 2000

Awas, Ancaman Radiasi Ponsel !

BERPONSEL ria sudah menjadi gaya hidup bagi banyak kalangan. Mulai dari ABG, ibu rumah tangga, hingga para profesional. Tapi di balik kebiasaan itu, muncul isu ancaman kesehatan. Risiko terkena kanker, lamban bereaksi, merusak sel saraf, merusak DNA otak, dll. Benarkah begitu? Sampai saat ini masih pro-kontra. Lalu, apa upaya untuk antisipasi dini?


KONTROVERSI ancaman radiasi berbahaya dari telephon seluler pertama kali muncul tahun 1993 di Amerika Serikat. Pada saat itu seorang pria Florida muncul, pada acara Larry King Live, mengaku istrinya menderita kanker otak akibat radiasi ponsel, tulis Scientific American, September 2000.


Gugatan senada juga datang dari mantan salesman ponsel. Pria dari Perthshire, yang pernah punya lima unit ponsel, yakin betul ponsel telah merusak saraf dan pembuluh darah pada bagian belakang telinga kanan, dan memaksanya menjalani operasi besar. "Saya yakin derita ini akibat ponsel," katanya seperti dikutip The Sunday Times (21/4/1996).


Sementara itu Dr. Christoper Newman, ahli saraf dari Maryland menuntut ganti rugi sebesar AS $100 juta dan denda AS $ 700 juta pada produsen ponsel terbesar kedua, Motorola Inc., beserta delapan perusahaan lain dan organisasi telkom (The Straits Times, 5/8/2000).


Radiasi Ponsel diduga Mempengaruhi Cara Kerja Otak
Dalam gugatan yang diajukan di Baltimore City Circuit Court, Christopher Newman mengaku otaknya terserang kanker karena memakai ponsel selama bertahun-tahun. Ia menganggap produsen ponsel lalai menginformasikan kepada konsumen bahwa ponsel menghasilkan radiasi frekuensi radio, yang menyebabkan kanker dan gangguan kesehatan. Namun, hingga kini tanggapan terhadap isu tersebut masih pro-kontra. Ada yang menganggap ponsel mengancam kesehatan. Sebagian lagi berpendapat, ponsel aman-aman saja. Sementara itu sejumlah kalangan menengarai isu itu ada kaitan dengan persaingan dagang.


Tidak sebabkan kanker


Beberapa ahli radiasi, tulis Scientific American edisi September 2000, berpendapat bahwa secara fisik ponsel tidak akan berdampak biologis. Emisi ponsel berada dalam kisaran frekuensi 800 - 2.000 MHz. Kurang dari 1.000 MHz merupakan gelombang radio, di atas itu termasuk gelombang mikro. Radiasi berdaya tinggi mampu "mematangkan" bahan organik - seperti microwave oven. Sebaliknya emisi dari ponsel terlalu lemah untuk bisa "mematangkan" jaringan manusia. Daya emisi dari ponsel sekitar 0,25 watt.

 
National Physical Laboratory di Inggris pernah mengumumkan hasil penelitian tentang kadar emisi dari delapan model ponsel. Nokia 2110, misalnya, memiliki angka emisi tertinggi (0,44 watt), lalu diikuti Nokia 5110 (0,37 watt), Nokia 6110 (0,29 watt). Bosch World 718 (0,28 watt), Ericsson GA628 (0,26 watt), Hagenuk Global Handy (0,03 watt), Motorola V3688 (0,02 watt), Motorola Star Tac 70 (0,02 watt). Peraturan di Inggris menetapkan angka maksimal emisi radiasi 10 watt, seperti dikutip The Sunday Times, 6/6/99, dari BBC.


Meski emisi ponsel sangat kecil, kalau antenanya berada dekat kepala selama beberapa menit, gelombang itu dapat menaikkan suhu sel dekat otak sekitar 0,1 derajat Celcius. Kenaikan itu dianggap kecil ketimbang perubahan suhu otak secara alami, dan tak mungkin mempengaruhi organ otak. Lagipula, radiasi ponsel bersifat non-ionizing. Bukan radiasi ion. Medan radiofrequency (RF) tidak menyebabkan ionisasi atau radioaktivitas dalam tubuh.


Berbeda dengan energi foton sinar X dan sinar gamma, yang dapat merusak molekul DNA sehingga memicu mutasi penyebab kanker. Begitu pula foton radio dan gelombang mikro dapat mempengaruhi mental manusia dan hewan.


Handset ponsel, seperti dilaporkan WHO (Juni 2000), merupakan pemancar RF berdaya rendah, maksimal 0,2 - 0,6 watt. Masih jauh daripada emisi walkie talkie, 100 watt atau lebih. Dengan menjauhkan handset, medan RF kuat akan berkurang secara cepat. Paparan RF pada pemakai ponsel yang menggunakan perangkat hands free (posisi 10-an cm dari kepala) jauh lebih rendah daripada mereka yang menempelkan headset di kepala.


Bukti ilmiah mutakhir menunjukkan, paparan medan RF ponsel dan base station tidak menyebabkan kanker. Percobaan pada hewan yang terpapar medan RF setingkat emisi ponsel tidak terbukti menyebabkan kanker otak.


Begitu pula hasil penelitian Alan Preece dari University of Bristol di Inggris (1999), menunjukkan bahwa radiasi ponsel tidak jelas mempengaruhi memori jangka pendek atau jangka panjang. Tapi paparannya jelas menurunkan daya tanggap (reaksi lamban). Lewat uji yang sama, ilmuwan Finlandia mendapati adanya penurunan daya tanggap. Senada juga dengan penelitian Henry Lai, tikus yang terpapar gelombang mikro berkekuatan rendah ternyata lebih lamban dalam menemukan lorong mereka ketimbang tikus kelompok kontrol.


Penelitian di Royal Adelaide Hospital, Australia (1997), tikus transgenik yang rentan lymphoma (kanker jaringan limfoid) dipapar gelombang radio berkekuatan rendah sama seperti emisi ponsel, selama satu jam per hari. Setelah 18 bulan, peluang muncul lymphoma pada tikus terpapar dua kali lebih tinggi daripada kelompok kontrol.


Pada anak-anak lebih nyata


Berbeda dengan penelitian William Ross Adey dari University of California di Riverside (1999). Sinyal ponsel digital justru memperkecil munculnya tumor pada tikus yang terpapar bahan kimia karsinogen sebelum lahir. "Kami melihat pengaruhnya, tapi tidak tahu alasannya," katanya.



Para biofisikawan menduga medan elektromagnetik dari ponsel dapat mengganggu sistem elektrik tubuh. Ada satu hipotesis bahwa medan itu sedikit mempengaruhi gerakan ion kalsium pada selaput sel. Serendah apa pun medan itu dapat meningkatkan atau menurunkan permeabilitas (kemampuan untuk ditembus) selaput. Hal ini akan mengubah konsentrasi ion dan radikal bebas dalam sel dan mungkin meningkatkan angka kerusakan DNA.


Tahun 1995, Henry Lai dan Narendra P. Singh menjawab hipotesis itu. Penelitian yang dipublikasikan lewat International Journal of Radiation Biology, di Inggris, tikus yang terpapar gelombang mikro berkekuatan rendah selama dua jam, dalam ekstrak DNA sel otaknya ditemukan lebih banyak "serpihan" DNA daripada tikus kelompok kontrol. Radiasi gelombang mikro setingkat emisi ponsel dapat membelah molekul DNA otak lima ekor tikus. DNA mengontrol hampir seluruh fungsi sel dan kerusakan itu berkaitan dengan penyakit Alzheimer, Parkinson, dan kanker.


Sebaliknya, penelitian yang dikomandoi Joseph L. Roti dari Washington University tidak menemukan kerusakan DNA dalam percobaan yang sama.


Penelitian oleh Dr. Gerard Hyland, ahli fisika dari University of Warwick di Inggris, tulis The Sunday Times, menunjukkan bahwa radiasi ponsel dapat mengacaukan gelombang otak, menyebabkan sakit kepala, kelelahan, dan hilang memori. Sementara penelitian oleh Wireless Technology Research Group, di AS, pemakaian ponsel bisa menyebabkan tumor otak.


Risiko lain ponsel, yang dilaporkan, meliputi perubahan aktivitas otak dan gangguan tidur. Selain itu juga diduga bisa menimbulkan kerusakan sel saraf, hilang konsentrasi, merusak sistem kekebalan tubuh, tekanan darah meningkat, dan mata lelah.


Secara ilmiah bukti gangguan atau kerusakan terhadap organ tubuh manusia memang kurang menyakinkan. Namun, ada bukti bahwa medan elektromagnetik ponsel jauh lebih dalam menembus ke kepala anak-anak daripada kepala orang dewasa. Ancaman risiko kesehatan pun bisa menjadi lebih nyata  pada mereka. Sampai-sampai sekelompok pakar di Inggris menganjurkan, anak-anak di cegah dari penggunaan ponsel. Juga mendesak perusahaan ponsel menghentikan promosi pemakaian ponsel pada anak-anak.



Sebabkan impotensi?


Earphone yang dilengkapi electromagnetic protection (EMP), berdasarkan, dua penelitian di Australia, mampu mengurangi paparan radiasi elektromagnetik (EMR, electromagnetic radiation) dari antena ponsel lebih dari 90%. Begitu tulis The Straits Times (5/8/2000) mengutip Choice, majalah laporan penelitian Australian Consumers Association (ACA). Earphone juga bisa menurunkan risiko pening kepala, kehilangan memori, dan risiko tumor. 

Temukan ACA ternyata berlawanan dengan hasil penelitian di Inggris yang menyebutkan, perangkat itu justru akan meningkatkan absorbsi radiasi dari ponsel. Begitu laporan Which, majalah serupa Choice di Inggris. Alasannya, perangkat hands free justru dapat bertindak sebagai perpanjangan dari antena. Sehingga akan memperbesar jumlah radiasi sampai ke kepala.


Meski begitu, para ahli tetap menyarankan memakai earphone untuk memperkecil paparan radiasi. Terutama sebagai upaya preventif. "Lebih baik berhati-hati daripada menyesal," kata Kjell Hansson Mild dari lembaga penelitian Swedish National Institute for Working Life.


"Nasihat terbaik adalah tidak menggunakan ponsel sama sekali. Kalaupun terpaksa memakai, maksimal lima menit dan kenakan earpiece," saran Dr.Gerard Hyland dari University of Warwick di Inggris, pelopor salah satu penelitian itu, seperti dikutip The Sunday Times.


Tulis Choice, EMR masih mungkin terserap oleh bagian tubuh dimana ponsel ditempatkan."Tingkat radiasi masih tinggi ditempat ponsel ditaruh. Semisal, di sekitar sabuk tempat menjepit ponsel, kata Charles Britton dari ACA.

Bahkan ada anjuran untuk tidak mengantungi handset dicelana, terutama pria. Sebab, ada kabar kebiasaan itu bisa menurunkan jumlah sperma dan menimbulkan disfungsi ereksi (impotensi).


Untuk langkah antisipasi, ponsel dengan antena tersembunyi bisa menjadi pilihan. Berdasarkan hasil penelitian di Inggris, oleh National Physical Laboratory, ponsel berantena tersembunyi dalam handset mengeluarkan radiasi berkadar lebih rendah daripada kalau antena tidak dapat ditarik masuk.


Juga telah dirancang produk pelindung radiasi. Microshield, namanya. Terdiri atas "sarung" berbahan dua lapis kulit berisi nikel dan poliester, serta dilengkapi perisai berupa keping logam. Menurut John Simpson, general manager Microshield Industries, alat itu meski tidak memotong seluruh emisi, tapi bisa membuat lebih aman bagi pengguna ponsel.


Source: Majalah Intisari, No.448 - Nov 2000

Pelestarian Hutan Bakau

APA mungkin hutan bakau dilestarikan? Mungkin saja, kalau ada kemauan yang besar dari masyarakat penguni pantai. Dulu, ketika hutan masih lebat karena tidak diusik semena-mena oleh pendatang serakah dari luar daerah, hutan itu dihuni oleh berbagai jenis fauna yang ramai. Berbagai burung air seperti pecuk, cangak, kuntul, cekakak, masih banyak yang meramaikan hutan. 

Hutan Bakau
Bersama berbagai reptil (seperti ular, biawak, buaya), udang, kepiting, dan ikan, mereka memberi manfaat yang lestari sepanjang masa bagi umat manusia. Semua hasil fauna dan flora hutan itu dipungut sebagian demi sebagian oleh masyarakat penghuni pantai. Ada yang dijual ke masyarakat kita di kota, seperti udang, kepiting, dan arang bakau-bakau.

Hutan itu juga merupakan benteng pertama kita terhadap pengikisan pantai oleh air laut. Tidak segan-segan air ini merembes ke arah daratan, membuat sumur jadi payau. Akar pohon bakau-bakau mampu menangkal terpaan ombak ganas yang berkali-kali menghantam pantai. Daratan di belakangnya dilindungi.


Sayang seribu sayang, hutan yang bermanfaat semacam itu di Indonesia sudah banyak yang dirusak oleh pendatang dari daerah lain yang membabat hutan itu untuk membangun tambak udang komersial secara besar-besaran. Hutan bakau di dekat kota malah digusur untuk membangun tempat permukiman mewah.

Udang memang melimpah dari tambak komersial itu, tetapi hanya sebentar. Sesudah itu, produksi menurun dan tambak udang ditelantarkan. Dibabat lagi hutan bakau yang baru, dan dibuat tambak lagi. Begitu seterusnya, pembabatan hutan seperti perladangan berpindah di Kalimantan terjadi di pantai hutan bakau. Bedanya, di hutan bakau ini tidak ada usaha penghutanan kembali.


Hutan itu sendiri sebenarnya sudah mencoba menghutan kembali secara alamiah. Tetapi apa daya, anak-anak bakau yang tumbuh tidak jauh dari pohon induknya (sisa-sisa yang masih bertahan), tidak dipelihara lebih lanjut. Anak-anak bakau ini buyar diterpa badai dan ombak laut karena tidak terlindungi oleh pohon induk yang besar didekatnya. Induk bakau sudah langka.

Pada waktu keadaan sudah parah seperti itulah, terbetik berita ada usaha kompromi antara bisnis menguras sumber daya dan usaha pelestarian hutan bakau yang nirlaba. Antara lain berupa sylvofishery (semacam perikanan pakai hutan). Tambak dibangun berpetak-petak dengan parit keliling sebagaimana mestinya. Dibagian tengahnya yang lebih dangkal ditanami beberapa pohon bakau. Masyarakat diminta menjaga tanaman itu jangan sampai dibabat semena-mena seperti dulu lagi. Biarlah hutan itu menghutan yang lebat dulu lagi. Biarlah hutan itu menghutan yang lebat dulu. Sebagai insentif, mereka boleh memungut hasil ikan dan udang yang benihnya sengaja ditebar dalam petakan tambak.


Selain pelestarian melalui sylvofishery itu, ditetapkan pula peraturan untuk melindungi hutan bakau yang masih ada. Misalnya didaerah konservasi yang ditetapkan bagi setiap hutan bakau selebar 200 m dari garis pantai. Ada ketetapan pula yang mengatur penebangan/pengambilan kayu dari pohon bakau yang sudah besar, agar tidak melampaui kemampuan tumbuh hutan bakau.


Daerah hutan bakau yang cocok untuk wisata alam, dijadikan dan keunikan flora hutan bakau.

Dengan berbagai cara pelestarian itu, diharapkan agar tidak akan terjadi banjir lagi seperti misalnya di daerah Bandar Udara Soekarno-Hatta. Bencana alam semacam itu akan terjadi lagi, kalau hutan bakau kita terus dirusak dan tidak dilestarikan kembali.

Source: Majalah Intisari - November 1999

Jumat, 12 Agustus 2011

Siapakah Penembak Brigjen Mallaby ? (BAGIAN 2)

PADA pertimbangan selanjutnya, Mallaby kemudian menyadari buruknya kondisi pasukan Inggris di gedung yang akan hancur dalam pertempuran berikutnya, sehingga akhirnya ia bisa menyetujui pendapat Shaw. Kapten Shaw kemudian dikirim ke gedung untuk memberikan perintah yang perlu."

Mohammad melengkapi kesaksian Smith sebagai berikut:

Semula sebenarnya Mallaby sendirilah yang akan masuk ke gedung untuk menyampaikan perintah pada anak buahnya. Tetapi para pemuda yang mencurigai spontan berteriak dan menuding: "Jangan yang tua, Pak! Itu saja yang muda disuruh masuk!"


Mereka kemudian yang menuding Mohammad, agar dia menjadi saksi menyertai perwira Inggris tersebut. Kemudian diputuskan agar Kundan sebagai penerjemah yang menyertai kepergian Shaw dan Mohammad. Pemuda memberi batas waktu sepuluh menit.


Versi lama semula masih mempersoalkan, pihak siapa sesungguhnya yang mengawali pertempuran di Gedung Internatio, setelah terjadi gencatan senjata sementara. Pengakuan Mayor K. Venu Gopal yang termuat pada suratnya tertanggal 8 Augustus 1974 kepada Parrott memperjelas persoalan. Menurutnya, sesungguhnya pihak Inggrislah yang memulai menembak.


Tulis Gopal: "......Sementara itu tentara Indonesia berkerumun di beranda gedung dan saya terpaksa berbicara terus terang pada mereka bahwa saya akan menembak, jika mereka mulai mendesak masuk gedung. Pada saat itu saya tak dapat melihat Mallaby dan perwira pengawalnya. Baru kemudian saya melihat Kapten Shaw dan Kundan mencoba masuk ke gedung, tetapi dialang-alangi mereka."


"Kundan kemudian berteriak kepada kerumunan orang tersebut bahwa ia akan meminta kepada kami untuk menyerah. Ia bersama Kapten Shaw kemudian diperkenankan masuk ke gedung, jika ia disertai oleh seorang perwira Indonesia (Mohammad)."

"Saya mengizinkan ketiga orang tersebut masuk, dengan harapan mengulur waktu. Setelah beberapa waktu, Kundan keluar dari Gedung, meninggalkan Kapten Shaw dan perwira Indonesia tadi ...."


"Sementara itu orang-orang bersenjata mulai mendesak masuk ke gedung, saya tidak punya pilihan lain, kecuali membuka serangan. Keputusan ini benar-benar saya buat sendiri."


Pernyataan Gopal itu mengandung arti bahwa bukan Mallabylah yang memerintahkan menembak. Bila pesan Mallaby melalui Shaw untuk menyerah telah disampaikan, berarti diabaikan oleh Gopal. Serangan pembuka Inggris itu merenggut sejumlah korban pemuda dan memancing kembali kemarahan pemuda untuk menyerang.


Ditembak dari dekat

Begitu pecah pertempuran lagi, anggota Kontak Biro Indonesia lari berlindung ke dalam Kali Mas, sedang Mallaby, Smith dan Laughland berlindung merunduk di dalam mobil. Waktu itu mereka sudah tidak bersenjata lagi. Satu-satunya senjata yang masih ada hanyalah sebuah granat tangan, yang disembunyikan Laughland di dalam mobil. Waktu itu mereka sudah tidak bersenjata lagi. Satu-satunya senjata yang masih ada hanyalah sebuah granat tangan, yang disembunyikan Laughland di dalam mobil. Di mobil, Mallaby berada disisi dekat dengan kali Mas, Laughland di tengah dan Smith di sisi dekat Gedung Internatio.


Menurut kesaksian Smith, tak setelah pertempuran, berkobar, datang seorang Indonesia bersenjata mendekati mobil mereka dari sisi kita (sisinya Mallaby) dan menembak empat kali ke arah mereka. Tembakan meleset, tetapi mereka berpura-pura mati. Mengira musuhnya tewas, orang tersebut segera pergi. Pertempuran berlangsung sekitar 2,5 jam dan berakhir sekitar pukul 20.30, ketika hari telah gelap gulita.


Waktu tembakan mereda terdengar aba-aba pihak Indonesia untuk berkumpul.


Sesudah itu menurut kesaksian Smith, datang dua pemuda Indonesia ke mobil Mallaby. Mereka berusaha menjalankan mobil, tetapi tidak berhasil. Seorang diantaranya kemudian membuka pintu belakang pada sisi Mallaby, Mallaby bereaksi bergerak, dengan demikian pemuda itu tahu bahwa Mallaby masih hidup.


Kemudian terjadilah percakapan, Mallaby meminta kepada pemuda itu agar dipanggilkan salah seorang pemimpin Indonesia dari Kontak Biro. Kedua pemuda itu kemudian pergi untuk membicarakan hal tersebut. Salah seorang diantaranya datang kembali ke pintu depan pada sisi Mallaby. Pemuda itu tampak masih remaja, berusia kira-kira 16 -17 tahun. Mallaby berbicara lagi kepadanya dan ia menjawab. Mendadak pemuda tersebut mengulurkan tangannya lewat jendela depan dan menembak Mallaby dengan pistol automatis. Tak sampai setengah menit kemudian Mallaby mengembuskan napasnya yang terakhir.


Penembaknya ikut gugur

Tembakan tultis (jarak dekat) itu tak diragukan lagi telah menewaskan Mallaby. Segera setelah menembak, pemuda itu merundukkan diri disamping mobil, menanti sampai Mallaby tewas.



Melihat kejadian itu Kapten Smith mencabut pasak granat yang diterimanya dari kapten Laughland dan siap melemparkannya. Pemuda itu mendadak bangkit lagi dan menembak kedua perwira Inggris itu, tembakannya menyerempet bahu Laughland. Smith segera melemparkan granatnya melampaui tubuh Mallaby lewat pintu yang terbuka. Setelah granat meledak, Smith dan Laughland cepat-cepat lari terjun ke Kali Mas.


Akibat ledakan granat, tempat duduk belakang mobil terbakar dan diduga pemuda itu tewas kena ledakan tersebut. Setelah lima jam di Kali Mas kedua perwira Inggris itu berhasil bergabung kembali dengan pasukan mereka di daerah Dock.


Kesaksian Smith itu tak bertentangan dengan kesaksian Doel Arnowo, yang baru diungkapkan pertama kali pada tahun 1973. Menurut Doel Arnowo, ketika pertempuran berkobar dan dia berlindung di Kali Mas, ada seorang pemuda yang mendekatinya dan terjadi dialog demikian:


"Sudah beres, Cak!"
"Apanya yang beres?"
"Jenderal dan mobilnya terbakar."


"Siapa yang membakar?"
"Tidak tahu, tetapi dari kita ada yang menembak ke dalam mobil itu."
"Sudah diam saja. Jangan ceritakan hal itu kepada orang lain!"


Demi kepentingan politik luar negeri RI, kesaksian Doel Arnowo itu dirahasiakan selama hampir 28 tahun. Ketika pada tanggal 2 November 1945 Doel Arnowo atas nama Kontak Biro pertama kali membuat pernyataan resmi di pers tentang insiden Gedung Internatio tersebut, ia sama sekali tidak mengungkapkan laporan pemuda di Kali Mas tersebut.


Siapakah sesungguhnya remaja penembak Mallaby tersebut? Kalau mengingat bahwa dia mampu berbicara dalam bahasa Inggris, maka bisa dipastikan dia adalah seorang pemuda pelajar. Mungkin ia tergabung dalam kesatuan BKR Pelajar (embrio TRIP).


Di kemudian hari memang ada seorang tokoh TRIP (yang kini masih hidup di Jakarta) yang mengaku bahwa dialah yang menembak Mallaby. Namun, untuk membuktikan kebenaran pengakuan tersebut, kini telah sulit untuk mencari saksi-saksinya.


Bukan hanya salah Mallaby

Dalam ulasan di akhir makalahnya, Parrott berkesimpulan bahwa Mallaby sendirilah akhirnya yang bertanggung jawab atas situasi yang menyebabkan kematiannya. Menurut Parrott, dalam situasi kritis di Surabaya itu, Mallaby ternyata tidak bisa menempatkan diri sebagai seorang perwira senior. Peranan seorang komandan senior seharusnya adalah memberikan kepemimpinan yang dingin dan penuh nalar, bukannya tergesa-gesa dan melibatkan diri langsung dengan gerombolan bersenjata.



Pada saat itu, jelas Mallaby adalah seorang pribadi yang sedang terguncang integritasnya. Ia harus bertanggung jawab atas berantaknya brigadenya dan menghadapi kemungkinan diajukan ke hadapan pengadilan penyelidikan dan pengadilan militer.


Ada tiga kesalahan dasar yang dibuat Mallaby di Surabaya:


1. Dia menyebarkan pasukannya di seluruh kota, tanpa menjamin dan menyelamatkan jalur komunikasinya.


2. Dia benar-benar meremahkan kepemimpinan, kekuatan dan semangat juang orang Indonesia.

3. Dia terlalu lamban menilai potensi bahaya yang mengancam pasukannya, yang tersebar dan tidak membawa persediaan amunisi.



Meskipun demikian, tidaklah adil untuk menimpakan seluruh kesalahan itu hanya di pundak Mallaby. Staf Divisi 23 di Jakarta, yang memerintahkan menyebarkan surat selebaran tanpa setahu Mallaby, jelas ikut bersalah mempersulit posisi Brigade Mallaby di Surabaya. Markas Besar Tentara Sekutu di Singapura yang dinas intelijennya tidak aktif, punya andil pula atas terperosoknya Brigjen Mallaby dalam kerusuhan di Surabaya.


Mallaby yang dalam meniti karier militernya hingga PD II dinilai cemerlang, sehingga di promosikan menjadi brigjen dalam usia muda (42), semula diramalkan akan bisa mencapai jabatan dan pangkat tertinggi dalam profesinya. Namun, nasib telah membawa Mallaby ke kancah revolusi di Surabaya  dan tewas tragis di tangan seorang remaja yang tak dikenal. Ia tewas dalam usia relatif muda (45) dan jenazahnya kini terbaring damai di Makam Militer Menteng Pulo, Jakarta.


Di tulis oleh : Moehkardi - Mantan dosen sejarah di AKABRI Magelang, Pemenang I Sayembara Mengarang Sejarah Perjuangan Tingkat Nasional 1975.

Source:  Majalah Intisari, No.304 - November 1988

Siapakah Penembak Brigjen Mallaby ? (BAGIAN 1)

Kisah terbunuhnya Brigjen A.W.S. Mallaby dalam Pertempuran Surabaya, 30 Oktober 1945, sering kita baca setiap menyambut Hari Pahlawan 10 November. Namun, bagaimana kisah tewasnya Mallaby menurut versi Inggris.

J.G.A. PARROT pernah menulis makalah Who Killed Brigadier Mallaby? tahun 1975. Ia merekonstruksi dana menganalisis peristiwa tersebut, terutama dari surat kesaksian dua perwira Inggris: Kapten R.C. Smith dan Mayor K. Venu Gopal, yang terlibat langsung dalam peristiwa itu. Sumber tersebut dikaji dengan keterangan kesaksian Doel Arnowo, Roeslan Abdulgani, Mohammad dan T.D. Kundan dari pihak Indonesia, yang dimuat dalam artikel bersambung Dr. Roeslan Abdulgani di Harian Surabaya Post, Oktober dan November 1973.

Di sini saya ingin menyajikan kisah kesaksian perwira Inggris tersebut serta ulasan Parrott dan saya sendiri. Sejauh mana kisah itu cocok dengan kisah pihak Indonesia? Sebagai salah satu sumber, saya mewawancarai Doel Arnowo (1973), H.R. Mohammad (1988) dan Dr. Roeslan Abdulgani (1988).

Brigjen Mallaby
Pada tanggal 25 Oktober 1945 pasukan Inggris Brigade 49 dari Divisi India ke-23 mendarat di Surabaya. Brigade yang dipimpin Brigjen Mallaby mengemban tugas tentara Sekutu untuk mengurus orang Sekutu yang ditawan Jepang dan melucuti serta mengembalikan tentara Jepang ke negerinya.



Ketika pasukan itu tiba, rakyat Surabaya sedang bergelora semangat kebangsaannya serta sedang dimabuk kemenangan atas keberhasilan mereka melucuti senjata tentara Jepang. Ribuan pucuk senjata mereka rampas: senjata ringan, senjata berat sampai mobil panser dan tank. 

Sejak itu di luar kesatuan resmi Badan Keamanan Rakyat (BKR), yang nantinya menjelma menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR), terbentuklah pula secara spontan berbagai kesatuan pemuda bersenjata, seperti Pemuda Republik Indonesia (PRI), Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia (BPRI), Hisbullah, BKR Pelajar dan sebagainya.

Pemerintah pusat RI di Jakarta yang sedang menempuh garis politik luar negeri mencari simpati dan pengakuan dunia internasional, berpesan pada pemerintah daerah di Surabaya, agar membuka tangan menerima kedatangan pasukan Sekutu tersebut. Namun, rakyat Surabaya yang melihat adanya unsur NICA (embrio pemerintah kolonial Belanda) dalam kesatuan Inggris itu, mencurigai pasukan Inggris sebagai pembantu Belanda mengembalikan penjajahan baru di Indonesia.

Suasana Surabaya menjadi eksplosif, ketika pada tanggal 27 Oktober 1945, sebuah pesawat Dakota Inggris dari Jakarta menyebarkan surat selebaran di atas Kota Surabaya, berisi perintah dan ancaman, agar rakyat Indonesia menyerahkan senjata mereka kepada Inggris. Esoknya pecah pertempuran yang dahsyat. Dalam pertempuran ini nyaris Brigade Mallaby hancur, bila tak tertolong oleh gencatan senjata.



Atas desakan pucuk pimpinan tentara Sekutu di Indonesia, pada tanggal 29 Oktober 1945, Presiden Soekarno, Wapres Mohammad Hatta dan Menteri Penerangan Amir Syarifuddin, terbang ke Surabaya.

Malamnya, melalui radio, Presiden Soekarno berseru kepada rakyat Surabaya agar mereka menghentikan pertempuran. Esoknya, 30 Oktober, sebuah persetujuan berhasil dirumuskan oleh Presiden Soekarno bersama Jenderal Hawthorn dari tentara Inggris. Isi terpenting persetujuan antara lain, pihak Inggris mengakui TKR dan membatalkan isi surat selebaran mereka. Di samping itu tentara Inggris akan ditarik dari sejumlah posisi dan dipusatkan di kamp tawanan Jl. Darmo dan Tanjung Perak.


Dibentuk Kontak Biro

Sebagai pengawas gencatan senjata dibentuklah Kontak Biro. Dari pihak Indonesia anggotanya antara lain: Residen Soedirman, Doel Arnowo (Ketua Komite Nasional Indonesia).



Roeslan Abdulgani (Sekretaris KNI), Mohammad (TKR), Sungkono (TKR) dan T.D. Kundan (penerjemah). Sedang dari pihak Inggris anggotanya antara lain: Brigjen Mallaby, Kolonel L.H.O. Pugh dan Kapten H. Shaw.

Karena sulitnya komunikasi, pelaksanaan gencatan senjata belum merata. Di beberapa bagian kota tembak-menembak masih terjadi. Setelah persetujuan ditandatangani dan rombongan presiden kembali ke Jakarta, anggota Kontak Biro melanjutkan rapat. Pada akhir rapat diputuskan, para anggota Kontak Biro akan bersama-sama meninjau ke lokasi yang masih terjadi pertempuran.



Sekitar pukul 17.00 rombongan Kontak Biro yang terdiri atas delapan mobil bergerak ke Gedung Lindeteves dan kemudian ke Gedung Internatio. Dalam perjalanan ini, di samping Kapten Shaw, Brigjen Mallaby didampingi oleh dua orang perwira muda: Kapten R.C. Smith dan Kapten T.L. Laughland.

Gedung Internatio adalah sebuah bank, yang waktu itu diduduki oleh kesatuan Inggris Kompi Mahrattas 6 pimpinan Mayor K. Venu Gopal. Gedung itu dikepung oleh sekitar lima ratus pemuda Indonesia bersenjata.



Ketika rombongan Kontak Biro tiba di halaman gedung tersebut, massa pemuda segera mengerumuni mobil para anggota Kontak Biro. Doel Arnowo, tokoh pergerakan yang berpengaruh di Surabaya, segera berdiri di atas kap mobil, untuk membujuk para pemuda agar menghentikan pertempuran.

Rombongan kemudian melanjutkan perjalanan. Baru sekitar 90 m mobil mereka bergerak, mereka telah dihentikan lagi oleh kerumunan massa pemuda yang lain, kira-kira 18 m dari Jembatan Kali Mas (Jembatan Merah).



Berbeda dengan kelompok pemuda sebelumnya, massa pemuda tersebut tampak garang. Roeslan Abdulgani dalam bukunya, 100 Hari di Surabaya, melukiskan sekelompok pemuda itu sebagai sekelompok orang yang histeris. 


Mereka yang membawa bendera Merah Putih yang warnanya mereka banggakan berasal dari darah tentara Inggris.

Dalam kesaksiannya, Kapten Smith melukiskan ketegangan tersebut sebagai berikut: Situasinya semakin cepat berubah. Para pemimpin pemuda mulai menghasut anggotanya, sementara para anggota Kontak Biro Indonesia berangsur-angsur kehilangan kontrol. Massa yang semula nampak jujur dan ramah berubah menjadi pengancam; pedang terhunus diacungkan dan pistol ditodongkan ke arah kami, perwira Inggris.



Jangan yang tua!

Kesaksian serupa juga dikisahkan oleh Mohammad. Menurut dia, para perwira Inggris tersebut bukan saja ditodong, tetapi juga dirampas senjata pistolnya. Usaha para anggota Kontak Biro untuk menengahi, bahkan dituduh sebagai membantu musuh.

Tulis Kapten Smith selanjutnya: "Akhirnya massa pemuda itu menuntut agar pasukan Inggris di Gedung Internatio meletakkan senjata dan berbaris keluar. Mereka berjanji para prajurit dan perwira Inggris akan diberi jaminan bebas kembali ke lapangan udara.



Mallaby yang tak percaya atas jaminan itu menolak mentah-mentah tuntutan itu. Kapten Shaw yang telah dikenal oleh beberapa orang Indonesia (karena tugasnya sebagai Perwira Keamanan Lapangan) dan telah mengalami sejumlah peristiwa sebelumnya, menyetujui tuntutan tersebut sebagai tanggung jawab pribadi. Namun, persetujuan langsung dibatalkan oleh Mallaby.


Bersambung-SIAPAKAH PENEMBAK BRIGJEN MALLABY?(BAGIAN 2)

Sakit Tetapi Tidak Sakit

Kini tambah banyak orang yang merasa dirinya sakit, tetapi secara medis tidak bisa ditemukan penyakit apa-apa. Gejala itu mendapat perhatian khusus dari para ilmuwan. Penyebab rasa sakit itu sering dikarenakan faktor emosi.


SADIE sudah hampir putus asa. Entah sudah berapa dokter ia datangi dan sudah 43 macam obat ia minum, tetapi rasa nyeri di kepalanya tidak juga sembuh-sembuh. Padahal biaya pengobatan sudah mencapai 28.000 dolar.



Banyak dokter yang terheran-heran menghadapi kasus Sadie. "Anda tidak sakit," kata mereka. Namun, rasa nyeri yang diderita Sadie begitu nyata, walaupun pelbagai pemeriksaan dan tes tidak menemukan kelainan apa pun.


Setelah lima belas tahun menderita begitu, Sadie sampai ke Byodine Institute, di Hawaii, yang didirikan seorang psikolog bernama Nicholas Cummings. 



Cummings mendengarkan keluhan Sadie dengan simpatik. Dengan tulus ia menyatakan, ia tahu penderitaan Sadie.


"Mumpung Anda berada disini, coba tolong ceritakan sedikit tentang diri Anda," pinta Cummings.



Dari percakapan dengan Sadie, ada dua hal yang menarik. Katanya, lima belas tahun yang lalu Sadie minta cerai dari suaminya. Suaminya menanggapi dengan menembak kepalanya sendiri. Sejak itu Sadie sering sakit kepala. 


Tidak langka


"Apakah Sadie menderita penyakit yang dijuluki worried well?" pikir Cummings. Worried well yang dikalangan psikolog disebut somatisizer adalah masalah emosi. Penderitanya bukan harus disuntik atau dibedah, melainkan harus mendapat perawatan psikologis.


Sadie bersedia mendapat perawatan psikologis di Byodine. Setelah datang empat kali, ternyata nyeri kepalanya tidak terasa lagi.


Rupanya kasus somatisizer tidaklah langka. Menurut puluhan penelitian di AS selama tiga puluh tahun ini, dua pertiga pasien yang datang ke dokter menderitanya. Cuma saja tidak selalu dokter menyadarinya.


Berkat hasil penelitian itu kini di AS didirikan pelbagai tempat perawatan untuk penderita somatisizer. Ada yang menyediakan terapi psikologis yang sifatnya tradisional, ada pula yang mengajarkan teknik-teknik mengurangi stres dan macam-macam lagi.


Seorang peneliti dari Harvard University, Caroline Hellman, dan rekan-rekannya meneliti delapan puluh pasien yang dirawat dalam Harvard Community Health Plan (HCHP). Penderita menunjukkan gejala-gejala penderitaan fisik, tetapi organ-organnya sehat. Mereka antara lain menderita hipertensi, sesak napas, gangguan pencernaan, diare, sakit kepala, pusing, gangguan tidur, gangguan makan atau berat badan, gelisah, stres, tegang.


Dibagi tiga kelompok


Para peneliti membagi pasien-pasien itu dalam tiga kelompok mengikuti program ways to wellness yang dikembangkan oleh HCHP. Kelompok yang lain ambil bagian dalam mind-body group program, yang dikembangkan di Beth Israel Hospital di Boston. Masing-masing kelompok tersebut melakukan pertemuan selama enam minggu. Selama itu pasien diajari cara membentuk sikap. Mereka juga dilatih untuk santai dan mawas diri.


Kelompok ketiga bertemu dua kali. Dalam pertemuan itu pasien diajarkan untuk menghubungkan stres dan sakit mereka dan diajari cara mengendalikan stres yang bisa dilakukan di rumah.


Begitu studi di atas selesai, semua pasien merasa lebih baik secara fisik maupun mental. Setelah sekian waktu, hanya mereka yang ikut dua kelompok pertama tetap atau meningkatkan kemampuan mereka. Mereka juga jarang menggunakan jasa lembaga kesehatan jiwa di atas.


Salah satu alasan melakukan studi macam ini di Harvard dan Hawaii adalah untuk melihat apakah psikologis efektif atau tidak. Apakah biaya menyediakan perawatan kesehatan jiwa menghemat pelayanan medis? Ternyata semua data memperlihatkan bahwa pelayanan psikologis mendatangkan keuntungan.


Bisa mempengaruhi fisik


Mengapa bimbingan psikologis bisa mempengaruhi masalah fisik? Psikolog George Everly, Jr. mengatakan bahwa kita belum menyadari sepenuhnya hubungan antara pikiran dan jasmani. Everly tengah melakukan studi di harvard untuk mengetahui mengapa gangguan tingkah laku ada hubungannya dengan sejumlah penyakit (termasuk hipertensi, migren, radang dinding lambung, penyakit Reynaud, iritasi usus besar, kegelisahan dan masalah penyesuaian diri) adalah penyakit yang muncul dari sistem limbis otak dan itulah sebabnya perlu dibantu dengan strategi penenangan.


Rupanya beberapa perusahaan di AS kini menyadari perlunya menyediakan psikolog bagi karyawannya seperti di Campbell Soup dan Kimberly Clark. Menurut Willis Goldbeck, presiden Washington Business Group, mereka menyediakan program-program bagi karyawan untuk mengurangi risiko sakit jantung dan hipertensi, untuk menghentikan merokok dan untuk mengatur stres. Program-program tambahan juga ada seperti mendidik orang hidup teratur dan sehat. Namun yang penting program tersebut menghemat biaya perusahaan. Apakah kita sudah menerapkannya di Indonesia?


Source: Majalah Intisari, No.311 Juni 1989 

Rabu, 10 Agustus 2011

Tenggelamnya Kapal Prinsendam (True Story)

Kapal Prinsendam pernah turut berjasa memperkenalkan dunia pariwisata Indonesia di manca negara. Pada tanggal 4 Oktober 1980, kapal pesiar mewah itu tenggelam di perairan Alaska, setelah mengalami musibah kebakaran. S. Sudarto menjadi ABK di situ sejak kapal diluncurkan dari pabriknya di Negeri Belanda, sampai riwayatnya tamat. Ia menuturkan pengalamannya saat-saat kapal itu tenggelam.

Kapal Prinsendam Buatan Tahun 1988
SELAMA tujuh tahun (1974-1980), kapal milik perusahaan pelayaran Belanda, Holland America Line, itu memancing wisatawan Amerika, Kanada, dan Eropa, untuk datang ke Singapura, lalu dibawa keliling Indonesia selama 14 hari. Paket pelayanan wisata ini berlangsung secara rutin setiap musim dingin di belahan bumi utara.

Seperti kapal-kapalan 

Pada bulan April 1980, saya mengikuti kapal lepas dari Indonesia, dalam pelayaran dari Yokohama menuju Pelabuhan Sitka di Alaska Tenggara. Pelayaran menyeberangi Pasifik Utara yang luas itu memakan waktu 10 hari siang-malam tanpa berhenti. Laut boleh dikata lebih sering berombak besar daripada tenang. Kalau laut sedang bergolak begitu, aduh .... Kapal seberat 10 ribu ton itu terombang-ambing, dibanting ke sana-kemari seperti mainan anak-anak. Guncangan yang bertubi-tubi menyebabkan semua orang mabuk laut: tidak doyan makan, kepala pusing, perut seperti dikocok, lalu muntah habis-habisan. Rasanya benar-benar setengah mati.


Lima bulan kemudian, Prisendam selesai bertugas di Alaska, lalu bersiap-siap untuk kembali ke Indonesia. Selama musim dingin, alam Alaska serba dingin dan membeku. Segala objek wisata tertutup es. Tidak ada wisatawan yang mau pergi ke Alaska.

Di Vancouver, Kanada, gudang kapal dipasok dengan berbagai bahan makanan dan minuman, bahan-bahan rumah tangga, seperti kertas kloset, kertas tissue dan sebagainya. Minuman keras untuk kebutuhan bar, terutama merek-merek yang langka, dilengkapi untuk waktu setengah tahun pelayaran di Indonesia. Tangki diisi penuh dengan solar untuk penyeberangan Jepang. Komputer kapal yang sering rewel dibuang, diganti komputer baru yang lebih canggih.

Kapal mulai embarkasi dengan 320 penumpang wisatawan. Hampir semua golongan manula. Bersama 190 ABK, kapal meninggalkan Vancouver menuju Sitka, pelabuhan terakhir di Alaska, dalam penyeberangan Pasifik yang diberi nama sandi Trans Pacific Cruise.



Kebakaran dini hari

Malam sebelumnya datangnya musibah, kami masih riang gembira. Ketiga bar kapal padat dengan pengunjung. Band di lounge mengalunkan melodi sedang. Para penumpang asyik melantai dan menikmati musik. Teman baik saya, Aeberli - chief cook atau koki kepala berkebangsaan Belanda, membawa istrinya dalam pelayaran ini. Kesempatan itu merupakan hadiah dari Holland America Line, atas pengabdiannya bekerja 28 tahun dalam perusahaan tersebut.

Malam itu, Ny. Aeberli ikut bertugas sebagai penerima tamu pada showbuffet atau pameran makanan di Lido. Pameran demikian selalu diadakan satu kali dalam pelayaran. Hidangan lezat ditata rapi. Semua tamu dipersilahkan makan dan mengambil sesuka hati. Pendek kata, kalau soal makanan untuk penumpang, kapal pesiar mewah boleh disamakan dengan istana raja.

Beberapa jam kemudian pada tanggal 4 Oktober 1980 dini hari, 300 km setelah kapal meninggalkan Sitka, selagi para penumpang dan ABK enak-enak tidur, kami dikejutkan bunyi tanda bahaya dari pengeras suara. Suaranya mengaung lewat lorong-lorong dan tempat-tempat umum. Waktu itu pukul satu dinihari. Tak berapa lama, tanda bahaya itu meraung-raung lagi, disusul suara pengumuman dari nakhoda yang terdengar lewat pengeras suara di setiap kabin. "This is your Captain speaking. We have a small fire in the engine room. it is under control, but for your own safety, please report to the promenade deck."(Ini Kapten Anda berbicara. Ada kebakaran kecil di kamar mesin, tetapi sudah dapat dikuasai. Demi keselamatan Anda, harap berkumpul di promenade deck.)

Perintah nakhoda itu membuat semua orang panik. Setiap orang bergegas ke luar dari kamar menuju ke promenade deck, yaitu lounge atau bangsal besar yang biasa dipakai untuk acara-acara hiburan. Para penumpang berdesakan di lorong-lorong. Ada yang hanya memakai gaun tidur, piyama, dan ada yang hanya bersarung selimut. Banyak yang tanpa alas kaki. Melihat beberapa orang menenteng rompi pelampung, sejumlah lain lari kembali ke kamar untuk mengambil pelampungnya. Disetiap kamar memang disediakan rompi pelampung. Beberapa orang tua terengah-engah karena harus naik-turun tangga. Memang ada lift, tetapi dalam keadaan bahaya itu tidak diperbolehkan naik lift. Bisa macet dan terjebak di dalam.

Toko kapal didobrak 

Ny. Aeberli,yang semalam masih bertugas di Lido, tampak gemetaran. Saya mendekatinya dan meminta kepadanya untuk tabah menghadapi bahaya seperti ini. Para ABK yang juga ikut berkumpul di lounge, berlarian ke sana-kemari, mencarikan baju-baju hangat buat para penumpang. Melihat beberapa orang tidak berpakaian, seorang perwira kapal memerintahkan agar gift-shop kapal di dobrak, dan semua yang berujud pakaian didalam toko dibagi-bagikan. Ada yang bisa pas, ada yang mendapat pakaian anak-anak. Semua bar juga diperintahkan untuk dibuka, dan setiap orang boleh minum gratis untuk menghangatkan tubuh. Para ABK juga boleh ikut minum.

Petugas pemadam kebakaran dengan wajah bertopeng, dan perwira-perwira sibuk naik-turun, membawa tabung-tabung penyemprot api. Semua orang yang menyaksikan kesibukan itu bertambah cemas dan takut. Kemudian ada pengumuman lagi dari nakhoda, memperingatkan agar tidak perlu panik, karena api akan dapat dikuasai. Wajah-wajah kita menampakkan perasaan lega, meskipun tetap was-was dalam hati. Para pemain orkes dari Filipina di perintahkan memainkan musik untuk hiburan.

Sebagian besar ABK tetap menyadari tugas masing-masing dalam keadaan bahaya seperti itu. Mereka keluar di udara terbuka yang dingin, dan menyiapkan sekoci-sekoci yang bergelantungan di lambung kapal. Sampai pukul 02.00 belum ada pengumuman lagi dari nakhoda. Musik di lounge masih memainkan lagu Oklahoma dan South Pacific. Namun, tak seorang pun dari ratusan tamu yang berjubel itu tampak menggubris lagu tersebut. Semua cemas dan berdebar-debar menantikan berita lebih lanjut dari pengeras suara.

Mendadak tampak lidah api menjilat ke luar dari lubang di bawah jendela luar. Beberapa orang yang melihatnya berteriak, "Fire, fire ..." Keadaan makin kalut. Semua orang lari pontang-panting ke atas pintu keluar. Para pemain musik berlarian dan meninggalkan peralatan mereka begitu saja. Penjaga bar juga lari menyelamatkan diri. Para perwira kapal berteriak-teriak agar setiap orang menuju ke nomor sekoci masing-masing. Petugas dan ABK sibuk melayani pelbagai pertanyaan dari para penumpang tentang nomor sekoci dan tata cara peragaan boatdrill yang telah diajarkan.

Istri nakhoda aktif membantu

Udara sangat dingin. Perasaan takut dan cemas bercampur-aduk. Hati berdebaran, ingin lekas terhindar dari malapetaka ini. Para petugas kebakaran dibawah sudah muncul pula ke atas. Mereka kewalahan dikejar asap yang gelap dan tebal. Tampaknya tak ada harapan untuk bisa mengatasi lebih lanjut. "Pintu bahaya dan lorong-lorong sudah ditutup semua," tutur mereka.

Sebanyak delapan buah sekoci dan tenderboat sudah diturunkan semua sampai batas promenade deck luar. Semua orang berlarian ke tempat itu, dan berebut naik. Sebuah sekoci mestinya hanya untuk 60 orang, tetapi ada yang sampai dijejali 80 orang. Sampai agak lama, masih belum juga ada perintah untuk menurunkan sekoci ke air. Raut wajah setiap orang pucat dan tegang. Di antaranya ada yang menangis. Saya berdoa, dan pasrah. Mungkin ini akhir hidup saya, pikir saya.

Nakhoda kapal, Captain Wabeke, bertindak sangat hati-hati. Perintah dan instruksinya sangat tenang. Dia betul-betul menjaga untuk tidak sampai menimbulkan kepanikan semua orang. Dalam pelayaran ini dia juga disertai istrinya, Ebrina. Dia bahkan ikut aktif membantu suaminya di tengah kesibukan maut ini.
 
Sebelum sekoci-sekoci turun ke bawah, para perwira petugas berteriak-teriak memperingatkan para ABK tidak boleh nimbrung dalam sekoci penumpang. Mereka harus turun belakangan pakai literaft, yaitu perahu karet yang bisa menggelembung sendiri. Tak urung, banyak ABK yang sudah terlanjur masuk membaur dengan penumpang, dan rupanya segan untuk keluar lagi.

Pukul 04.00, semua sekoci mulai diturunkan. Para perwira memberi aba-aba keras kepada semua orang agar waspada dan berpegang erat-erat dalam sekoci, karena ada kemungkinan terjadi benturan dengan dinding kapal sewaktu diturunkan. Dalam kegelapan itu, benturan sekoci ke permukaan air laut sangat mengagetkan, sehingga orang-orang yang berdiri jatuh tersungkur.

Dalam keremangan fajar itu, terlihat seperti ada raksasa tak jauh dari tempat itu. Ternyata kapal tanker Williamsburg yang berbobot  225.000 ton. Tanker itu memuat minyak mentah dari Valdez, dalam pelayaran ke Texas. Ia menerima berita SOS di tengah malam, lalu menuju posisi 57,38 derajat LU dan 140,25 derajat BB, tempat Prinsendam berada. Sebenarnya ia sudah lewat satu jam di Selatan, dan terpaksa balik lagi ke Utara untuk usaha memberi pertolongan.

Diciduk dengan keranjang

Sementara itu, pagi mulai terang. Beberapa helikopter meraung-raung dan menurunkan keranjang-keranjang berisi orang ke geladak tanker. Pagi itu dingin bukan main. Teman saya (ABK juga), Remy, saking gugupnya tercebur ke laut ketika mau pindah dari literaft ke sekoci saya. Untung ia berhasil kami tarik beramai-ramai, dan selamat. Rizal, juga seorang ABK tukang masak menggelepar dan kejang-kejang di dalam sekoci. Ia lalu kami gotong dan kami masukkan ke dalam keranjang ketika heli datang.

Saya bersama puluhan orang lain yang masih berada di dalam sekoci mendayung sekuat tenaga, menjauhi Prinsendam. Kami khawatir, kalau kapal itu tenggelam dalam waktu singkat maka sekoci kami bisa ikut tersedot ke dasar laut.

Akhirnya sekoci saya berhasil mendekati Williamsburg, dan merapat pada dinding kapal. Ombak sudah agak besar, sehingga sekoci membentur-bentur dinding kapal. Dua orang penumpang wisatawan berusaha meraih tangga tali berpalang kayu yang terjuntai dari kapal. Dua orang penumpang wisatawan berusaha meraih tangga tali berpalang kayu yang terjuntai dari kapal. Mereka berusaha memanjat, tetapi baru naik dua palang sudah menyerah. Para orang lanjut usia tidak mungkin memanjat jarak setinggi itu. Sebuah heli yang menyaksikan usaha itu segera terbang mendekat, dan menurunkan keranjang. Orang-orang yang masih bergelantungan di tangga tali segera meluncur turun, dan masuk ke dalam keranjang. Keranjang heli itu masih naik-turun sampai enam kali. Dalam waktu lima belas menit, semua penumpang sekoci saya tertolong naik ke kapal tanker.

Aneka cerita duka

Semua orang yang berhasil diselamatkan menggerombol di lorong-lorong tanker Williamsburg dengan perasaan lega. Masing-masing asyik menceritakan pengalaman dan kelucuan dalam saat-saat maut yang menegangkan itu.

Seorang wisatawan wanita tua menggeletak dalam sekoci dengan gaun basah kuyup. Semua orang menyangka dia sudah meninggal. Tahu-tahu tangannya merogoh-rogoh ke dalam saku, dan mengeluarkan sebotol kecil wiski. Minuman itu diteguknya sendiri tanpa mempedulikan orang-orang disekitarnya.

Di dalam sekoci saya terdapat Anne Correy dari Maryland, AS. Dia terpisah dari ibunya. Pasangan suami-istri Davidson dari Highland, AS, berpesiar dengan Prinsendam untuk merayakan ulang tahun kawin perak mereka. Selama sepuluh jam mereka mengalami siksaan mental, terapung-apung dalam sekoci di tengah laut, di hantam ombak dan hujan, diterpa angin dingin. Mereka sangat menyesal tidak pernah belajar mendayung, karena didalam sekoci mereka hanya dua orang yang sanggup mendayung. Penumpang lainnya kebanyakan orang-orang lanjut usia yang tak kuat memegang dayung.

Seorang penumpang tua bercerita dengan air mata bercucuran, "Tadi saya setengah mati untuk bisa masuk ke dalam sekoci dan berdiri terus. Kami diturunkan dari ketinggian 10 m diatas air, lalu tali dilepas sampai kami hampir terpelanting. Sekoci kami terombang-ambing seperti yo-yo. Dalam sekoci kami tidak ada pimpinan. Baru 25 menit kemudian, setelah di otak-atik, kami berhasil menghidupkan mesin sekoci." 

Setiap orang memang mendapat pengalaman pahit. Kerugian masing-masing tidak kecil. Barang-barang penting, perhiasan, uang, kartu kredit, obat-obatan tak sempat terbawa. Semua hilang dan musnah ke dasar laut.



Benar-benar mengherankan

Para korban Prinsendam kemudian diantar masuk ke kamar-kamar oleh ABK Williamsburg. Setiap kamar diisi 15-20 orang. Semua diberi selimut dan kopi panas. Lebih dari enam helikopter meraung-raung sekeliling perairan, mencari korban yang masih tercecer. Sekoci-sekoci dan literaft yang berpencaran, diamati dan diburu. Penumpangnya diselamatkan. Armada helikopter itu ternyata berasal dari pantai, milik penjaga pantai Alaska.



Siang hari, api di kapal Prinsendam makin membesar. Asap hitam membumbung ke angkasa. Namun, ia belum juga tenggelam ketika kami diberangkatkan ke Valdez.

Sekarang ini, kalau saya sedang melamun mengingat tenggelamnya Prinsendam, saya tak habis pikir. Rasanya seperti ada tangan gaib. Bayangkan bencana kebakaran kapal besar di tengah samudera luas. Sebanyak 320 penumpang lanjut usia, dan 190 ABK semua berhasil selamat, tak ada seorang pun yang meninggal, atau bahkan cacat. Padahal kejadian pada malam yang gelap, di tengah ombak besar dan hawa dingin seperti es itu tak dapat dikatakan musibah kecil.



Saya bersyukur bahwa saya masih hidup, meskipun segala barang milik pribadi hilang. Uang, pakaian, surat-surat, dan barang oleh-oleh dari Kanada untuk anak-istri semua ludes. Bahkan dokumen-dokumen kapal, paspor milik seluruh ABK dan para penumpang, uang ribuan dolar dalam lemari besi, perhiasan dan barang-barang berharga di dalam kotak pengaman, lenyap semua ke dasar laut.

Selama tiga hari, kapal yang sudah hangus, terombang-ambing sebatang kara, terus-menerus kemasukan air dan dihantam ombak itu, akhirnya tenggelam, 3.000 m ke dasar samudera. Sungguh sayang. Kapal mewah seharga 26 juta dolar (sekitar Rp. 40 Milyar) itu hanya berumur tujuh tahun.


Source: Majalah Intisari, No.317 Desember 1989

GET UPDATE VIA EMAIL
Jika Anda Menyukai Artikel di Blog Ini, Silahkan Berlangganan via RSS. Isi Alamat Email Anda di Bawah Ini:

MAJALAH BOBO 1980-an

Tambahkan Kami di Facebook

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | coupon codes