Tampilkan postingan dengan label Antibiotika. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Antibiotika. Tampilkan semua postingan

Kamis, 22 Maret 2012

Mengapa Anak Terus Panas-Batuk-Pilek?

SEORANG bayi seharusnya jarang sakit, karena masih ditopang imunitas tinggi sewaktu dikandung atau menyusu ibunya. Penyakit sehari-hari seperti flu (yang ditandai panas-batuk-pilek), penyakit virus lain, atau bahkan infeksi kuman dapat ditolaknya. Sejak lama fakta ini telah disadari. Coba saja, bila bayi Anda tinggal serumah dengan seorang penderita campak, maka biasanya ia tidak akan gampang tertular.


Namun nyatanya, banyak anak dan bayi menjadi pelanggan dokter setiap 2 - 3 minggu karena penyakit yang sama: bolak-balik demam, batuk, dan pilek. Tentu banyak orang tua bosan.


Pencetus penyakit pada anak memang sulit ditentukan, karena dapat bermacam-macam, misalnya lingkungan kurang sehat, polusi tinggi, dan ada perokok di rumah. Penggunaan penyejuk udara (AC) di malam hari bisa menimbulkan alergi suhu dingin, membuat hidung anak mampet, sehingga ia bernapas lewat mulut. Kipas angin dipasang di kamar tidur yang lalu meniup debu ke segala penjuru kamar. Belum lagi penularan virus di sekolah dan tempat ramai seperti mal. Juga perawat yang sedang batuk-pilek. Tak langka pula kejadian sakit gara-gara anak mengonsumsi makanan ringan tidak sehat yang membuat tenggorokan tergelitik.


Batuk-pilek beserta demam yang terjadi sekali-kali dalam 6 - 12 bulan sebenarnya masih dinilai wajar. Tetapi observasi menunjukkan bahwa kunjungan ke dokter bisa terjadi setiap 2 - 3 minggu selama bertahun-tahun. Bila ini terjadi, maka ada dua kemungkinan kesalahkaprahan dalam penanganannya.


Pertama, pengobatan yang diberikan selalu mengandung antibiotik. Padahal 95% serangan batuk-pilek dengan atau tanpa demam disebabkan oleh virus, dan antibiotik tidak dapat membunuh virus. Selain mubazir, pemberian antibiotik kadang-kadang justru menimbulkan efek sampingan berbahaya. Kalau dikatakan akan mempercepat penyembuhan pun tidak, karena penyakit virus memang bakal sembuh dalam beberapa hari, dengan atau tanpa antibiotik. Hal ini telah dibuktikan dengan studi terkontrol berulang kali sejak ditemukannya antibiotik di tahun 1950 - 1960-an. Hasilnya selalu sama sehingga tidak perlu diragukan lagi kebenarannya.


Di lain pihak, antibiotik malah membunuh kuman baik dalam tubuh, yang berfungsi menjaga keseimbangan dan menghindarkan kuman jahat menyerang tubuh. Ia juga mengurangi imunitas si anak, sehingga daya tahannya menurun. Akibatnya, anak jatuh sakit setiap 2 - 3 minggu dan perlu berobat lagi. Orang tuanya lalu langsung membeli antibiotik di apotek atau pasar, hanya karena setiap kali ke dokter mereka diberi obat tersebut.


Lingkaran setan ini: sakit - antibiotik - imunitas menurun - sakit lagi, akan membuat si anak diganggu panas-batuk-pilek sepanjang tahun, selama bertahun-tahun. Komplikasi juga sering akan terjadi, yang akhirnya membawa anak itu ke kamar perawatan di rumah sakit.


Pengalaman menunjukkan, bila antibiotik dicoret dari resep (sementara obat batuk-pilek yang adekuat diberikan), setelah 1 - 3 bulan si anak tidak gampang terserang penyakit flu lagi. Pertumbuhan badannya pun menjadi lebih baik.


Salah kaprah kedua ialah gejala batuk-pilek yang tidak di obati secara benar; artinya siasat pengobatan perlu diubah. Ini lantaran obat jadi yang dijual di apotek tidak selalu dapat mengatasi masalah setiap penderita. Bahkan sering terjadi, batuk-pilek malah menjadi lebih parah dan berkepanjangan.


Suatu perubahan dalam resep yang mendasar dan individual, perlu dilakukan untuk memutus lingkaran setan panas-batuk-pilek ini. Yang utama ialah menghentikan antibiotik, tidak memberikan kortikosteroid secara terus-menerus, menghentikan pemberian obat penekan batuk dan menggantinya dengan bronkodilator, serta memberikan campuran obat pilek yang baru. Efedrin dosis kecil - dicampur dengan antihistamin yang efektif - merupakan obat pilek terbaik. Semua obat yang ternyata tidak terbukti efektif perlu dihentikan.


Terakhir, yang tidak kalah penting, carilah faktor pencetus yang dicantumkan di awal tulisan ini. Bila ditemukan, hindarilah. Selamat mencoba. Semoga anak Anda tidak perlu lagi begitu sering berobat karena flu!


Source: Majalah Intisari, no.470 - September 2002

Selasa, 29 November 2011

ANTIBIOTIK, Jangan Di Campur Susu

ANTIBIOTIK sebaiknya diminum pada saat perut dalam keadaan kosong. Paling cepat 0,5 jam sebelum makan atau 2 jam sesudah makan. Tujuannya, agar obat dapat diserap dari saluran cerna dengan baik sehingga diperoleh kadar yang optimal dalam darah.


Antibiotik, terutama derivat tetrasikin, sebaiknya tidak diminum bersama susu, atau obat sakit maag. Karena di dalam ketiganya terdapat unsur-unsur logam yang dapat berkaitan dengan antibiotik, sehingga mempersulit pencernaan.


Tak cuma harus diminum selama jangka waktu tertentu, tapi sebaiknya antibiotik  diminum dalam selang waktu teratur dan tetap. Misalnya yang harus diminum tiga kali sehari, berarti diminum dengan selang waktu lebih kurang 8 jam sekali. Bukan sekedar pada pagi, siang dan sore dengan selang waktu lebih kurang 8 jam sekali. Bukan sekedar pada pagi, siang dan sore dengan selang waktu berbeda-beda. Ini agar mendapatkan kadar obat dalam darah yan g lebih stabil di sekitar kadar optimalnya.


Penderita penyakit hati dan ginjal harus lebih hati-hati menggunakan antibiotik  maupun obat-obatan lain. Karena pada umumnya antibiotik "di cerna" di hati dan di "buang" melalui ginjal, sehingga dapat memperberat fungsi ginjal dan hati yang mulai menurun. Gangguan fungsi kedua organ tersebut juga menyebabkan penimbunan dan peningkatan kadar antibiotik di dalam darah, sehingga dapat memperberat fungsi ginjal dan hati yang mulai menurun. Gangguan fungsi kedua organ tersebut juga akan menyebabkan penimbunan dan peninggalan kadar antibiotik di dalam darah, sehingga makin memperbesar risiko timbulnya akibat sampingan. Dalam hal ini dosis antibiotik harus dikurangi.


Pada kasus tertentu misalnya demam tifoid, antibiotik harus diminum terus sampai beberapa hari setelah gejala penyakit tersebut hilang. Ini dimaksudkan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya karier (kuman masih ngendon di dalam tubuh tanpa menimbulkan gejala sakit) yang dapat memicu kekambuhan atau penularan.


Seperti obat-obat lainnya, antibiotik juga dapat menimbulkan efek sampingan. Jika efeknya hanya ringan dan dapat menimbulkan efek sampingan. Jika efek hanya ringan dan dapat ditoleransi seperti mual saja, obat ini tetap boleh diminum. Namun bila sampai menimbulkan efek berat dan mengkhawatirkan, segera hentikan dan konsultasikan dengan dokter yang memberi resepnya.


Berdasarkan sifat kerjanya terhadap bakteri, antibiotik terbagi dalam 2 golongan. Yaitu yang bersifat bakterisida (dapat membunuh bakteri) dan yang bersifat bakteriostatik (menghambat pertumbuhan bakteri). Yang termasuk golongan pertama adalah derivat penisilin. Sedangkan yang termasuk golongan kedua yaitu derivat tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin, dan sulfonamida.


Kombinasi di antara sesama antibiotik bakterisida atau di antara sesama antibiotik bakteriostatik, secara klinis tidak merugikan. Tetapi belum tentu juga lebih menguntungkan dibandingkan dengan preparat tunggal. Namun, gabungan antara antibiostik bakteriostatik kadang-kadang dapat merugikan.
Contohnya, kombinasi antara derivat tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin, dan sulfonamida.


Kombinasi di antara sesama antibiotik bakterisida atau di antara sesama antibiotik bakteriostatik, secara klinis tidak merugikan. Tetapi belum tentu juga lebih menguntungkan dibandingkan dengan preparat tunggal. Namun gabungan antara antibiotik bakteriostatik kadang-kadang dapat merugikan.


Contohnya, kombinasi antara derivat tetrasiklin dan penisilin.


Tetrasiklin, yang menghambat pertumbuhan bakteri akan mengurangi kegunaan penisilin.


Karena penisilin justru bekerja aktif terhadap bakteri yang sedang tumbuh cepat. Walaupun demikian, ada juga kombinasi bakterisida-bakteriostatik yang ternyata menguntungkan secara empiris.


Yang perlu diingat, pemakaian antibiotik memang tidak boleh sembarangan, tetapi antibiotik bukanlah obat yang harus ditakuti atau dihindari.


Pemakaiannya yang terlambat justru dapat memperberat suatu penyakit, bahkan dapat berakibat fatal. Oleh karena itu gunakanlah antibiotik secara cermat dan tepat.


Source: Majalah Intisari, Maret 1995

GET UPDATE VIA EMAIL
Jika Anda Menyukai Artikel di Blog Ini, Silahkan Berlangganan via RSS. Isi Alamat Email Anda di Bawah Ini:

MAJALAH BOBO 1980-an

Tambahkan Kami di Facebook

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | coupon codes