Tampilkan postingan dengan label Wanita. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Wanita. Tampilkan semua postingan

Rabu, 04 Januari 2012

Wanita Cenderung Anemia

JUMLAH zat besi di dalam tubuh bervariasi menurut umur, jenis kelamin, dan kondisi fisiologis tubuh (kehamilan). Pada orang dewasa sehat, jumlah zat besi diperkirakan lebih dari zat besi diperkirakan lebih dari 4.000 mg, dan sekitar 2.500 mg terdapat dalam sel darah merah (hemoglobin). Zat besi di dalam tubuh sebagian disimpan di hati dalam bentuk ferritin, jumlahnya 1.000 mg. Apabila konsumsi zat besi dari ferritin dimobilisasi untuk memproduksi hemoglobin.


Fungsi utama zat besi bagi tubuh adalah mengangkut oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2), serta membentuk darah, Jumlah zat besi yang harus diserap tubuh setiap harinya hanya 1 mg atau setara dengan 10 - 20 mg zat besi  yang terkandung dalam makanan. Zat besi dalam pangan nabati berbentuk ikatan ferri. Di dalam tubuh, ikatan ferri ini harus dipecah terlebih dulu dalam bentuk ferro oleh getah lambung. Dalam pangan hewani, zat besi sudah berada dalam bentuk ikatan ferro oleh getah lambung. Dalam pangan hewani, zat besi sudah berada dalam bentuk ikatan ferro yang lebih mudah diserap. Dalam bahasa ilmiah, zat besi dari pangan hewani sering disebut heme-iron, sedangkan yang berasal dari nabati disebut nonheme-iron.


Jumlah zat besi yang dikeluarkan melalui urine, keringat, dan faeses 0,5 - 1,0 mg per hari. Pada wanita jumlah zat besi yang dikeluarkan dua kali lipat lebih banyak daripada pria akibat adanya menstruasi.


Pada masa hamil trimester pertama kebutuhan zat besi sedikit karena tidak terjadinya menstruasi dan pertumbuhan janin pun masih lambat. Tapi, menginjak usia kehamilan trimester kedua sampai ketiga, terjadi pertambahan sel darah merah. Pada saat melahirkan akan terjadi kehilangan darah dan diperlukan tambahan besi 300 - 350 mg. Wanita hamil sampai saat melahirkan memerlukan zat besi sekitar 40 mg/hari atau dua kali lipat kebutuhannya di saat kondisi normal (tidak hamil).


Tidak mengherankan bila banyak wanita hamil akhirnya menderita anemia gizi besi karena kebutuhannya meningkat, tetapi konsumsi makanannya tidak memenuhi syarat gizi.


Prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia adalah 70%. Ini berarti 7 dari 10 wanita hamil menderita anemia. Selain konsumsi makanan yang buruk, anemia pada ibu hamil disebabkan oleh kehamilan berulang dalam waktu singkat. Cadangan zat besi ibu yang sebenarnya belum pulih akhirnya terkuras untuk keperluan janin yang dikandung berikutnya. Itulah sebabnya pengaturan jarak kehamilan menjadi penting untuk diperhatikan, sehingga ibu siap untuk menerima janin kembali tanpa harus menghabiskan cadangan besinya.


Ibu hamil, karena sakit hati-hatinya, suka berpantang makanan tertentu. Ada yang tidak mau makan telur, daging, hati atau ikan karena alasan yang tidak rasional. Padahal pangan tersebut sumber zat besi yang mudah diserap tubuh. Penyuluh gizi sering tidak berdaya kalau sudah menyangkut aspek sosio-budaya yang telah dipercaya masyarakat secara turun-temurun.


Suatu penelitian menunjukkan, angka kematian ibu yang tinggi berhubungan erat dengan anemia yang dideritanya ketika hamil. Anemia juga menyebabkan rendahnya kemampuan jasmani karena sel-sel tubuh tidak tercukupi kebutuhannya akan oksigen. Pada anak-anak yang menderita anemia dilaporkan, kemampuan mental dan intelektualnya rendah. Hal ini ditandai dengan sikap apatis, iritabilitas yang tinggi, rendah konsentrasi, dan rendah kemampuan belajarnya.


Penderita anemia berat biasanya juga rentan terhadap infeksi. Hasil penelitian menunjukkan, hewan percobaan yang sedang bunting dan kekurangan zat besi melahirkan anak-anak yang daya tahannya rendah terhadap infeksi tidak dapat berfungsi maksimal gara-gara kekurangan besi.


Namun ada jenis-jenis bakteri tertentu yang tumbuh subur bila lingkungannya banyak mengandung zat besi, misalnya Salmonella dan Mycobacterium tuberculosis. Karena itu untuk kasus anemia ringan dan penderita sudah mempunyai gejala-gejala infeksi, sebaiknya jangan diberikan suplemen besi, tetapi harus diupayakan perbaikan menu makanannya untuk memenuhi kekurangan zat besinya.


Keadaan kurang zat besi merupakan fenomena yang kompleks. Penyebabnya adalah makanan yang dikonsumsi tidak mengandung zat besi, peningkatan kebutuhan karena kondisi fisiologis (kehamilan), kehilangan darah karena kecelakaan, dan infeksi (kecacingan). Golongan masyarakat yang rawan dengan kondisi ini adalah masyarakat miskin, mereka yang tinggal di daerah dengan sanitasi buruk, dan golongan rawan gizi (anak-anak ataupun ibu hamil).


Salah satu upaya mengatasi anemia dengan memperbaiki menu makanan. Dengan mengkonsumsi daging, ikan, dan ayam serta bahan makanan yang mengandung vitamin C untuk membantu penyerapan besi, kita dapat mencegah anemia. Tetapi cara ini sulit dilakukan oleh masyarakat berpenghasilan rendah.


Sedangkan bagi ibu hamil sangat disarankan minum pil besi selama tiga bulan yang harus diminum setiap hari. Pil ini dibagikan secara gratis melalui kegiatan posyandu. Suatu penelitian menunjukkan bahwa wanita hamil yang tidak minum pil besi mengalami penurunan ferritin (cadangan besi) cukup tajam sejak minggu ke-12 usia kehamilan.


Fortifikasi merupakan upaya lain untuk mengatasi kekurangan zat besi. Prinsip fortifikasi adalah menambahkan zat gizi mikro (zat besi) ke dalam bahan makanan yang banyak di konsumsi masyarakat. Bahan makanan yang ditumpangi tersebut disebut wahana. Syarat fortifikasi adalah, jenis makanan yang dijadikan wahana harus diproduksi secara tersentralisasi. Dengan demikian pengawasan oleh pemerintah menjadi mudah. Syarat lain, bahan makanan tersebut tidak mengalami perubahan warna maupun rasa, serta harganya tetap terjangkau oleh masyarakat.


Di Amerika dan negara-negara Eropa, tepung gandum dan roti telah difortifikasi  dengan sukses. Zat besi yang ditambahkan dalam fortifikasi tersebut dapat memenuhi 20% angka kecukupan gizi yang di anjurkan. Di Filipina, fortifikasi besi dilakukan pada beras, tetapi efektivitasnya belum diketahui. Di India, fortifikasi garam dapur dengan zat besi telah dapat diterima oleh masyarakat. Sementara di Indonesia sampai saat ini baru fortifikasi garam dengan iodium yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam rangka menanggulangi masalah GAKI (Gangguan Akibat Kekurangan Iodium).


Banyak masyarakat yang menganggap anemia dapat pula terjadi karena defisiensi (kekurangan) vitamin B12 atau pun asam folat. Para vegetarian yang konsumsi makanannya tidak mengandung atau mengandung sedikit sekali vitamin B12 cenderung menderita anemia jenis ini.


Gejala-gejala anemia karena kekurangan vitamin B12 atau asam folat ialah lesu badan, lemah, dan gangguan intestinal (saluran pencernaan) yang menyebabkan diare atau konstipasi (sulit buang air besar). Defisiensi vitamin B12 juga ditandai dengan gejala kesemutan pada anggota gerak lengan dan kaki, lemahnya kontrol otot, dan lemahnya ingatan.


Source: Majalah Intisari, no.410 - September 1997

Selasa, 27 Desember 2011

Manfaat dari Air Susu Ibu (ASI)

KAMPANYE tentang manfaat ASI yang gencar dilakukan pemerintah baik lewat depkes, rumah sakit, dan posyandu, terkadang masih terbentur pada pandangan keliru yang terlanjur diyakini sebagian kaum wanita tentang efek pemberian ASI pada bayinya. Alasannya macam-macam. Takut kebebasannya nanti terpasung, apalagi mereka yang bekerja. Khawatir berat badan sulit turun dan bentuk payudaranya tidak bisa pulih seperti semula. Padahal ASI jelas banyak manfaatnya bagi sang bayi maupun sang ibu. Khasiat ASI tidak ada bandingannya sebagai antibodi penolak kuman maupun sebagai makanan bergizi paling tinggi.

Menit-menit setelah dilahirkan sebenarnya bayi sudah dapat bereaksi terhadap dunia sekitarnya. Perilaku ini sangat penting untuk menjalin hubungan emosional dan sosial antara ibu dan si bayi. Tentu saja pengenalan pertama adalah wajah sang ibunda. Sebab itu ibu perlu langsung memberikan kasih sayang dengan usapan pada kepala serta mukanya. Dengan demikian sang bayi akan segera mengenal ciri khas ibunya: baunya, kehalusan, kehangatannya, dll. Hubungan ini akan semakin intim bila sang ibu memberikan ASI.

Selain itu ASI juga merupakan makanan bayi yang tak ternilai khasiatnya. Zat kolostrum berwarna kekuningan yang keluar dari ASI beberapa hari setelah seorang ibu melahirkan banyak mengandung karotena, protein, serta sedikit karbohidrat dan lemak. Kolostrum antara lain juga berfungsi untuk membersihkan usus bayi dari mekonium, sekaligus merangsang pertumbuhan bakteri yang berguna dalam usus sehingga si bayi tak mudah terkena infeksi.

Selain mengandung zat kekebalan imunoglobulin G (IgG) sebanyak 500 mg per 100 ml, ada juga zat-zat seperti SIgA, IgM, dan lgD yang berguna untuk menghancurkan berbagai mikroorganisme baik virus maupun bakteri. Komponen lain berupa C3, C4, lisozim, dan zat-zat kekebalan seluler limfosit dan makrofag yang sangat bermanfaat untuk mekanisme pertahanan tubuh.

Sebab itu, usahakanlah 30 menit setelah bayi lahir, ia sudah harus menemukan puting susu ibu dan mulai berlatih mengisap kelenjar susu. Apalagi secara menyeluruh ASI mengandung semua zat gizi dalam susunan dan jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi selama 3 - 4 bulan.

ASI mudah diserap, karena perbandingan cairan protein/casein (lemak susu) adalah 80/20, sedangkan pada susu sapi 40/60. Makanan dari ibu ini tidak memberatkan fungsi saluran pencernaan dan ginjal. Di samping itu ASI mengandung lipase yang memecah trigliserida menjadi asam lemak gliserol. Laktosa dalam ASI mudah terurai menjadi glukosa dan galaktosa, sementara zat laktofering-nya berguna untuk mengikat zat besi.

Selain bisa mengurangi insiden karies gigi dan posisi rahang yang tidak normal, ASI yang mengandung sekitar 13 macam hormon, antara lain EGF ini pun berfungsi untuk regenerasi mukosa usus setelah diare.

Keberhasilan menyusui tergantung pada interaksi refleks ibu - bayi. Refleks yang terjadi pada ibu dinamakan refleks prolaktin dan oksitosin sedangkan pada bayi disebut refleks menghisap dan menelan (rooting reflex). Refleks-refleks ini sangat berpengaruh terhadap kelancaran laktasi atau mampu menyusui bayi.

Mengukur ASI

Umumnya kemampuan ibu memberikan laktasi pada kehamilan kedua lebih baik dan lebih banyak dibandingkan dengan kehamilan pertama. Pasalnya, pada kehamilan kedua tubuh sudah lebih "terlatih" dan "berpengalaman". Namun bila ditinjau dari segi fisiologik, kemampuan laktasi bisa didukung pula oleh faktor endokrin, nutrisi selama kehamilan, dan kontrasepsi.

Kecukupan ASI dapat diperkirakan bila pemberian ASI berlangsung sekitar 10 menit setiap payudara. Atau dapat pula di ukur dari lamanya sang bayi ingin disusui kembali. Bila produksi ASI cukup, umumnya bayi baru minta disusui kembali setelah 2 - 3 jam. Sebaliknya, bila setelah 1 jam diberi ASI bayi lapar kembali yang sering ditandai dengan menangis berarti produksi ASI kurang. Kecukupan pemberian ASI bisa juga diukur dari kenaikan berat badan bayi selang beberapa minggu. Produksi ASI yang normal setelah bayi berusia 2 minggu dapat mencapai 125 - 130 ml setiap kali menyusu dengan kenaikan berat badan sebanyak 750 g per bulan untuk trisemester pertama. Pada usia 4 - 5 bulan, berat badan bayi sudah harus mencapai 2 kali berat lahir dan menjadi 3 kali setelah bayi setahun.

Sebab itu sayangilah bayi Anda, berikanlah ASI secukupnya walaupun makanan tambahan berupa sari buah, makanan lumat, dan makanan lembek tetap perlu setelah bayi berusia 3 - 4 bulan. Tumbuh kembang sang bayi banyak tergantung pada sang Ibu!

Betapa tinggi khasiat ASI tidak bisa dipungkiri lagi. Bahkan menurut laporan WHO (World Health Organization) salah satu upaya menurunkan morbiditas (8-20%) serta mortalitas (24 - 27%) bayi khususnya sampai usia 6 bulan, dengan menggalakkan penggunaan ASI ini.

Source: Majalah Intisari, no.386 - September 1995

GET UPDATE VIA EMAIL
Jika Anda Menyukai Artikel di Blog Ini, Silahkan Berlangganan via RSS. Isi Alamat Email Anda di Bawah Ini:

MAJALAH BOBO 1980-an

Tambahkan Kami di Facebook

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | coupon codes