MASAKO TATSUDA (46), sebut saja begitu, terbelalak kaget begitu dokter yang memeriksanya menyatakan dia menderita kanker payudara (intraductal carcinoma). Inti tumor ganasnya berdiameter 1,8 cm. Atas saran dokter, pada bulan April 1992 wanita ini menjalani operasi pengangkatan. Kemudian sejak itu sampai Februari 1994 dia menjalani kemoterapi ringan 5-FU dan ADM.
Ternyata, dua bulan kemudian kankernya muncul lagi dengan diameter inti 0,9 cm. Kali ini dia menolak tindakan operasi kedua. Namun Tatsuda melaksanakan saran untuk mencoba melawan penyakitnya dengan 100 mg fraksi-D (ekstrak jamur maitake) dan tablet yang berisi 5 g maitake setiap hari; enam bulan kemudian dosis fraksi-D-nya diturunkan menjadi 50 mg. Hasilnya, pada bulan Mei 1995 inti tumornya hilang.
Tatsuda mungkin hanyalah satu dari sekian banyak orang yang akhirnya mencoba herb therapy (pengobatan dengan tanaman) untuk memerangi penyakitnya. Pengobatan alternatif ini umumnya dipilih penderita bila sudah tak bersedia menerima cara-cara medis macam operasi pengangkatan tumor, kemoterapi, atau radio terapi dengan berbagai alasan. Atau, karena dokternya sendiri sudah angkat tangan.
Jamur Maitake |
Selain itu, berdasarkan pengalaman, tanaman tapak doro (Catharanthus roseus) dan teh hijau (Camelia sinensis) juga diakui mampu mengusir kanker. Bahkan, setelah diteliti di India, kulit pohon mangga pun ternyata mempunyai NII-78, zat aktif yang berpotensi melawan kanker. Pada percobaan dengan binatang menunjukkan khasiat luar biasa dalam mengurangi pertumbuhan tumor, meskipun dengan dosis ringan.
Dikombinasi dengan kemoterapi
Menurut ilmu pengobatan tradisional Cina, terdapat juga tiga cara pengobatan kanker dengan tanaman. Pertama penggunaan tanaman obat secara tunggal. Dalam hal ini tanaman bermanfaat untuk memperkuat daya tahan tubuh, mengganti darah, dan membersihkan racun tubuh.
Kedua, pemanfaatan tanaman obat sebagai tambahan atau pelengkap tindakan operasi. Penanganan kanker dengan pembedahan memang efektif asal reseksinya (pemotongannya) tepat. Tapi persentase pasien yang beruntung dengan tindakan operasi sangat kecil. Dalam banyak kasus, penyebaran tumor dengan metasfasis mengharuskan dokter melakukan reseksi radikal. Kalaupun tumornya telah diangkat pada tahap awal, kemungkinan kambuh masih tetap ada. Dari sudut pandang pengobatan tradisional Cina, Kanker memang dianggap bukan cuma penyakit lokal, dan penurunan daya tahan tubuh dianggap sebagai penyebab utamanya.
Ketiga, penggunaan tanaman bersamaan dengan kemoterapi dan atau radioterapi. Dalam hal ini pengobatan dengan tanaman dapat menurunkan keracunan dan efek sampingan kemoterapi dan radioterapi.
Sebagai tanaman yang berkhasiat, jamur maitake juga bisa dimanfaatkan dengan tiga cara tadi. Tentu saja hasilnya berbeda. Dari penelitian yang dilakukan di Jepang diketahui, penggunaannya bersama kemoterapi memberikan hasil terbaik.
Dr. Angela Bur-Madsen dari klinik di Shingle Springs, Kalifornia, seperti dikutip Dr. Iwan T. Budiarso, peneliti Pusat Penelitian Penyakit Tidak Menular, Balitbang Kesehatan, Depkes RI, dalam makalah seminar "Jamur Maitake, Dalam Penanggulangan Kanker dan HIV/AIDS" menyatakan, maitake sangat efektif untuk kanker payudara, paru-paru dan hati. Tetapi tak terlalu ampuh buat leukemia, kanker lambung, dan tulang.
Hasil tersebut diketahui setelah dilakukan uji klinis terhadap 165 penderita kanker yang diberi ekstrak maitake (Fraksi-D) plus tablet maitake, dan ekstrak maitake (Fraksi-D) plus tablet maitake ditambah kemoterapi. Pada penelitian tersebut, 11 dari 15 penderita kanker payudara, 12 dari 18 pasien kanker paru-paru, dan 7 dari 15 pasien kanker hati mengalami perbaikan. Keluhan dan gejala kesakitan juga sangat berkurang. Apabila dikombinasikan dengan kemoterapi Mitomycin C, efektivitasnya pun meningkat 12 - 28%. "Efek sampingan kemoterapi juga dapat ditekan seringan mungkin apabila terapi tersebut dikombinasikan dengan ekstrak maitake," jelas Dr. Iwan.
Maitake membunuh sel kanker tidak secara langsung melainkan melalui mekanisme imunologis. Di dalam tubuh, Fraksi-D membantu imunitas seluler, dapat menghambat pertumbuhan tumor, mencegah penyebaran tumor, mencegah sel normal berkarsinogenesis, dan meningkatkan sensitivitas terhadap kemoterapi atau radioterapi. Di sini, senyawa polisakarida B 1-6 glukans yang terkandung dalam maitake sangat berperan. Jenis polisakarida ini lebih unggul dan lebih mudah di serap ketimbang B 1-3 glukans yang terdapat pada beberapa jamur pengusir kanker lainnya.
Menurut Prof. Hiroaki Nanba, Ph.D. dari Kobe Pharmaceutical University, Kobe, Jepang, senyawa B 1-6 glukans memacu dan meningkatkan efektifitas fungsi semua sel dalam sistem pertahanan tubuh, seperti makrofag, natural killer cells, CD4 Cells, interleukine-1, dan interleukine-2, lymphokines. Dengan sistem ini jaringan kanker dibunuh, dimusnahkan, dan disingkirkan, seperti halnya pada proses fisiologis pergantian sel tua oleh sel baru. Dengan begitu efek sampingan seperti yang terjadi pada kemoterapi tidak terjadi, di antaranya demam, pembengkakan kelenjar getah bening, malas makan, mual, sakit kepala, pusing, sering muntah, rambut rontok, dan kekurangan sel darah putih.
Di Jepang, jamur ini biasa dijadikan makanan sehari-hari dan merupakan bahan makanan populer di kalangan penggemar makrobiotik. Bahkan, beberapa rumah makan disana menyajikan menu maitake. Sedangkan yang dalam bentuk segar dan kering bisa dibeli di beberapa pasar swalayan dan rumah obat Cina. Sayangnya, di Indonesia jamur ini belum bisa diperoleh.
Bersambung - Barisan TANAMAN Penggempur KANKER (BAGIAN 2)
2 comments:
Hem...benar-benar bisa dijadikan kajian ni mas.
baru tahu saya
salam
bagus postingannya.. benar2 bermanfaat yaa jamurnya.. kira2 gamoang gak yaa buat dibudidayakan??
Posting Komentar