Si tangguh dari Venezuela
Seperti halnya jamur maitake, daun tangguh juga tidak bisa efektif untuk semua jenis kanker. Yang pasti sejak digunakan pada tahun 1982 lebih dari 60% penderita kanker yang mencoba herb therapy dengan daun tanaman ini berhasil ditolong. Kebanyakan adalah penderita kanker prostat, dubur, dan alat pernafasan bagian atas. "Memang, tanaman obat ini tidak bisa digunakan untuk menolong penderita semua jenis kanker. Secara empiris, daun tangguh hanya efektif untuk ketiga jenis kanker itu," jelas dr. H. Sukarto, M.D. yang menggunakan ekstrak daun tangguh sebagai obat alternatif bila berbagai jenis pengobatan kedokteran Barat sudah tak menolong lagi.
Dokter penggemar aeromodelling dan pesawat swayasa ini memberi contoh penderita kanker dubur yang berhasil sembuh total berkat daun ini. Sebelum akhirnya mencoba ekstrak daun tangguh, pasien ini oleh dokter disarankan untuk menjalani salah satu di antara operasi, kemoterapi, atau radioterapi. Tapi, dia menolak semuanya. Sang dokter pun angkat tangan. Karena cara-cara medis sudah tak diterimanya, dr. Sukarto menyarankan untuk mencoba ekstrak daun tangguh. Setelah beberapa lama, secara medis kondisi pasien ini mengalami perbaikan berarti.
Teh Hijau |
Meskipun penggunaannya sudah berlangsung, penelitian mendalam terhadap daun tangguh memang belum dilakukan di Indonesia. "Untuk meneliti zat aktifnya diperlukan waktu sekitar 10 tahun dengan biaya tak kurang Rp. 2 miliar. Dari mana uang sebanyak itu?" tutur dr. Sukarto. Namun, di negeri asalnya Venezuela, penggunaan daun tangguh untuk tujuan pengobatan kanker sudah lama dilakukan, dan secara empiris menunjukkan hasil yang baik. "Disini saya tinggal memanfaatkannya saja dengan sedikit motivasi," tambah purnawirawan TNI AU ini. Tentu saja setelah daun tersebut menjalani uji toksisitas untuk mengetahui beracun tidaknya.
Menurutnya, cara memanfaatkan daun tangguh bisa dengan berbagai jalan. Misalnya dengan meminum air rebusan atau seduhannya. Atau, dikeringkan, ditumbuk lalu diseduh seperti jamu. Namun, kalau mau praktis kini sudah dijual hasil ekstraknya di berbagai toko obat, apotek, atau pasar swalayan. Ekstrak daun tangguh 2,5% ini dikemas dalam botol dengan isi 30 ml. Harganya Rp. 7.500,- per botol. Dosisnya disesuaikan dengan kebutuhan. "Dosis ini didapatkan secara empiris, dicoba," tambah Sokarto. Namun, untuk keperluan pemeliharaan kesehatan atau pencegahan penyakit, pemakaiannya 1 sendok makan dalam segelas air, sirup, atau jus. Sehari cukup sekali.
Yang menunggu giliran
Tak jauh beda dengan jamur maitake dan daun tangguh, teh hijau secara empiris terbukti dapat mencegah kanker. Meski yang mampu di hadang itu terbatas pada kanker lambung dan kerongkongan. Ini berkat senyawa epigallotechin-galat dalam tanin daunnya.
Hasil penelitian terhadap penduduk Shizuoka yang gemar minum teh hijau menunjukkan, mereka ternyata lebih jarang terserang kanker lambung dibandingkan dengan yang tak biasa minum teh hijau. Sementara itu, dari penelitian dengan menggunakan tikus diketahui, tanin mampu melumpuhkan tumor tenggorokan.
Kalau jamur maitake, daun tangguh, dan teh hijau sudah dijual dalam bentuk kaplet, ekstrak, atau bahan seduhan, maka tapak doro masih menunggu giliran. Tanaman ini sampai sekarang belum banyak dilirik untuk dibudidayakan sebagai bahan makanan (minuman) kesehatan atau obat.
Padahal, selain indah dengan bunga merah dan putihnya, banyak orang menyatakan, secara empiris tanaman ini memiliki kemampuan sebagai obat, termasuk untuk kanker. Meskipun ada juga yang bilang, hanya tapak doro putih yang berkhasiat anti-kanker.
Data hasil penelitian klinis sampai sekarang memang belum ditemukan. Yang ada terbatas penelitian terhadap kandungannya. Dari penelitian itu diketahui, tapak doro mengandung senyawa alkaloid vinblastin/leukoblastin dan vincristine/leurocristine. Keduanya diduga bersifat antineoplastic atau dapat melawan sel kanker. Penelitian lain menunjukkan, daun, bunga, buah, dan batangnya juga mengandung alkaloid cabtharanthine. Zat ini sama dengan yang dikandung plasma sel kanker, sehingga bila masuk dalam tubuh, ia akan diserap plasma kanker dan akan mendesak atau menghilangkan inti kanker.
Memang, masih banyak lagi tanaman lain yang dari mulut ke mulut sering dipercaya sebagai "obat" kanker. Tapi untuk diterima sebagai obat, bukan "obat", perlu penelitian panjang. Sementara ini boleh-boleh saja orang memanfaatkannya dalam penyembuhan suatu penyakit. Pengobatan ini tentu saja masih bersifat alternatif atau pelengkap. "Yang penting lagi, pengobatannya berdasarkan motto MAREM," tutur dr. Sukarto. "MAREM" itu kependekan dari mudah, aman, rasional, efektif dan murah. Semuanya mesti dipenuhi. Biarpun mudah, aman, rasional, dan murah, kalau tidak efektif ya tidak ada gunanya," tambahnya.
JAMUR MENARI DAN SI TANGGUH
JAMUR maitake tumbuh liar dalam hutan di timur Jepang, Eropa dan Amerika. Di Amerika Serikat, jamur ini disebut Hens on The Wood, karena orang sana melihatnya seperti induk ayam yang bertengger di kayu. Di Jepang jamur ini dinamai maitake, yang artinya "jamur menari". Nama ini muncul karena orang akan menari kegirangan bisa menemukannya. Jamur yang nikmat rasanya dan baik untuk kesehatan ini memang langka dan mahal harganya. Bahkan, di zaman feodal, harganya setara dengan perak. Wajar kalau kemudian orang tak mau menceritakan tempat menemukannya.
Jamur ini tumbuh pada pokok batang pohon kayu yang masih hidup atau sudah mati. Bentuknya bertingkat-tingkat membentuk bulatan sebesar bola basket dengan berat mencapai 10 kg.
Sayang, si raja jamur ini sangat sensitif terhadap kondisi lingkungan, sehingga sulit di budidayakan. Banyak ilmuwan dan petani mencoba menanamnya, tapi selalu gagal. Untunglah seorang petani. Yoshinibo Ordaira, tak pernah putus asa mencobanya sampai pada tahun 1979 ia berhasil. Dengan biaya AS $ 40 juta, ia pun membangun lahan budidaya. Kini produksi tak kurang dari 6.000 ton per tahun. Orang Jepang pun bisa menikmatinya sebagai makanan eksotik sehari-hari.
Sejak tahun 1980 berbagai penelitian ilmiah tentang manfaat maitake efektif untuk menolong penderita kanker, di samping juga membantu penderita diabetes dan darah tinggi.
Sementara itu, tanaman tangguh berupa perdu dengan tinggi mencapai 1 m. Baunya khas seperti bawang putih. Daunnya berbentuk elips dengan panjang 6 - 15 cm dan lebar 3 -5 cm. Bunganya tumbuh pada ketiak antara daun dan ranting, atau pada ujung ranting.
Tanaman tangguh berasal dari Venezuela. Meski begitu, dia juga bisa tumbuh di Argentina, Kuba, dan AS. Bahkan, tangguh juga berhasil dibudidayakan di Indonesia. Pembiakannya dengan biji.
Pada tahun 1982, daun tangguh mulai digunakan sebagai obat pelengkap. Tentu saja setelah menjalani uji toksisitas. "Karena tahu tidak bersifat racun, saya tidak takut mencobanya," tutur dr. Sukarto. Ternyata, secara empiris daun ini efektif mengatasi kanker prostat, dubur, dan alat pernapasan atas.
Source: Majalah Intisari, no.396 - Juli 1996
0 comments:
Posting Komentar