MENDENGAR kata AIDS (acquired immune deficiency syndrome) saja, banyak orang sudah punya bayangan tidak mengenakkan. Apalagi bila vonis terkena penyakit yan mengerikan ini, bisa-bisa penderita kehilangan semangat hidup. Soalnya, sampai sekarang vaksin yang cespleng melawan HIV (human immunodeficiency virus) penyebab penyakit ganas ini tak kunjung ditemukan.
Sejak dilaporkan pertama kali di AS, Mei 1981 dan virus penyebabnya ditemukan di Perancis tahun 1983, AIDS cepat berkembang ke seluruh dunia. WHO memperkirakan menjelang tahun 2000, empat puluh juta orang akan terinfeksi AIDS.
Sejauh yang diketahui umum, AIDS atau sindroma kehilangan kekebalan tubuh, timbul karena sistem kekebalan tubuh diserang oleh HIV. Akibatnya tentu saja fatal, tubuh tidak mampu melindungi diri dari infeksi dan serangan penyakit, betapapun lemahnya.
Dalam tubuh manusia kekebalan ini bersifat mobil karena ikut mengalir di dalam darah dan sistem lymphatic. Ia terdiri atas miliaran sel dan tersusun dari bermacam tipe sel dengan fungsi berbeda.
Tipe sel yang terpenting adalah limposit B dan limposit T. Limposit B bertugas membuat antibodi untuk mengikat atau melumpuhkan gerak bakteri dan virus yang masuk ke dalam tubuh. Sedangkan limfosit T berfungsi mengenali molekul-molekul asing dengan syarat "musuh-musuh" itu masih berada di luar sel.
Pada orang yang terinfeksi HIV, sel limposit T yang disebut "sel pembantu" babak belur. Padahal tanpa sel ini, sistem kekebalan tidak mampu membedakan mana "teman", mana "lawan". Itu artinya virus, bakteri, dan jamur dapat masuk dan merajalela dalam tubuh.
AIDS tanpa HIV
Kendati AIDS telah merenggut nyawa banyak orang, penyebab yang pasti masih menjadi perdebatan para ahli. Dua tiga tahun belakangan, bahkan ditemukan bukti baru, HIV barangkali tidak sendirian dalam mematikan sel T. Buktinya banyak usaha melawan HIV hasilnya negatif atau kabur. Di duga HIV dapat meniru dan mengelabui sistem kekebalan tubuh. AIDS mungkin saja sejenis penyakit di mana sistem kekebalan menghancurkan dirinya sendiri.
Bahwa HIV mungkin bukan satu-satunya penyebab AIDS, dibuktikan dengan didapatinya sedikit sel yang terinfeksi virus itu pada darah penderita AIDS.
Selain itu, selalu saja ada perbedaan antara hasil pemeriksaan laboratorium dengan pengamatan klinis. Perbedaan ini semakin nyata dengan ditemukannya penderita dengan gejala AIDS tanpa HIV' di dalam tubuhnya!
Luc Montagnier dari Institut Pasteur di Paris, penemu HIV, mengumumkan bahwa HIV mungkin punya paling tidak satu kawan pembantu. "Oknum" yang dicurigai itu adalah mikroorganisme bersel tunggal, yang tak berdinding, dan disebut mycoplasma.
Penemuan Montagnier ini menguatkan kesimpulan Shyh Ching Lo, dari Institut Patologi Angkatan Udara di Washington, Namun banyak ilmuwan masih meragukan pendapat mereka.
Keanehan lain seputar AIDS, adalah ditemukannya banyak sekali antibodi melawan HIV. Jika orang yang terinfeksi dapat dengan mudah membuat antibodi melawan virus itu, mengapa tak cukup kuat menghentikan sepak terjang HIV?
Tahun 1988, Geoffrey Hoffmann dari Universitas British Columbia, Kanada, memberikan alternatif pemecahan baru. Bagaimana bila HIV ternyata mempunyai bentuk yang mirip dengan beberapa komponen dalam sistem kekebalan tubuh? Maka ketika virus ini masuk ke dalam tubuh, antibodi yang dihasilkan tak hanya menyerang musuh (virus HIV) tapi juga sel-sel pembentuk sistem kekebalan tubuh itu sendiri.
Buktinya, ketika Hoffmann dan rekannya, Tracy Kion, menginjeksi tikus dengan sel tikus lain, tikus penerima membuat antibodi melawan HIV, meski tikus pemberi sama sekali tidak terinfeksi HIV atau virus apa pun. Bagi Hoffman, ini berarti bahwa HIV meniru molekul yang ada di permukaan sel normal.
Nyatanya, memang sudah terbukti ada 4 bagian HIV yang meniru bentuk sebuah molekul penting dalam sistem kekebalan tubuh kita, yang disebut MHC (major histocompatibility complex).
Teori Hoffmann tentu saja amat radikal, karena dengan kata lain ia mengatakan: sebenarnya HIV itu sendiri bukan penyebab kerusakan dalam tubuh, tetapi respons tubuh yang kurang tepatlah yang mengakibatkannya.
Namun keradikalan teori Hoffmann belum seberapa bila dibandingkan dengan temuan menggegerkan di dunia riset vaksin HIV akhir-akhir ini.
Dasar penelitian vaksin HIV selama ini adalah mencari supaya mengelabui sistem kekebalan tubuh, agar ia mengeluarkan respons terhadap HIV, tanpa benar-benar menginjeksi pasien dengan HIV. Yang diinjeksikan hanya sebagian dari virus itu (misalkan kulit luarnya), atau virus yang sudah mati. Kalau berhasil,sistem kekebalan tubuh akan memberikan respons terhadap HIV. Yang diharapkan, bila suatu kali tubuh benar-benar kemasukan HIV, sistem kekebalan tubuh akan memberikan respons terhadap HIV. Yang diharapkan, bila suatu kali tubuh benar-benar kemasukan HIV, sistem kekebalan akan tahu bagaimana memberi respons. Sayang, yang terjadi tidak sesuai dengan rencana dasar ini.
Tahun 1991 E.J. Stott memberikan laporan Peneliti National Institute for Biological Standards and Control di Hertfordshire, Inggris, menguji coba vaksin HIV pada kera. Prosedur di atas dilakukan dan hasilnya sesuai harapan. Kera yang disuntik dengan HIV jadi kebal. Yang mengagetkan, kera yang disuntik hanya dengan sel-sel yang dipergunakan untuk mengembangkan virus itupun ikut jadi kebal. Jadi sel-sel itu rupanya telah mengeluarkan respons kekebalan sendiri. Kesimpulannya, tak perlu virus lagi untuk menimbulkan respons kekebalan terhadap virus yang bersangkutan. Beberapa peneliti lain juga melaporkan hal yang senada.
Dani Bolognesi dari Institute National Cancer mencoba memberikan jawab. Katanya, HIV mungkin dapat menangkap protein sel lain, seperti MHC, ketika mereka tumbuh bersama. Menurut Bolognesi, kekebalan yang dilihat oleh Stott itu adalah respons terhadap protein MHC, bukan protein virus. Jadi bila Bolognese dan rekan-rekannya benar, HIV bukan saja meniru antigen MHC seperti kata Hottmann, tetapi virus itu mencomot molekul dari setiap sel yang diserbunya.
Dapat bersembunyi
Pada tahun 1992, Albert Sabin, seorang ahli biologi, menulis secara blak-blakkan dalam jurnal ilmu pengetahuan bergengsi Proceedings of the National Academy of Sciences. Katanya, pendekatan yang dijalankan dalam penemuan vaksin melawan HIV sia-sia. Kebanyakan vaksin AIDS selama ini ditujukan untuk menetralisasi virus HIV "telanjang" (diluar sel) dalam darah.
Kenyataannya, hampir sebagian besar "salinan" virus HIV dengan aman berlindung dalam sel, sehingga ia tak terkena efek sistem kekebalan apa pun.
Demikianlah bahkan maret Maret lalu, menurut Reuters, Luc Montagnier mengatakan riset vaksin HIV sudah menemui jalan buntu. Vaksin yang di ujicobakan pada sukarelawan seperti saat ini hanya ampuh terhadap satu dari ratusan turunan HIV.
Untunglah, dari Swedia terdengar berita yang memberi harapan. Sigvard Olofsson, profesor pada Universitas Gothenburg mengutarakan pada Surat Kabar Expressen, "Kami telah menemukan kunci yang pas di semua lubang kunci." Yang dimaksudkan adalah Tn-antigen yang katanya ampuh untuk segala macam turunan HIV. Antigen adalah zat yang merangsang timbulnya antibodi.
Hanya perjalanan yang mesti ditempuh masih panjang. Paling tidak 10 tahun lagi vaksin ini baru sip untuk umum, kata Olofsson.
Itulah AIDS, kehadirannya memang makin nyata tapi penyebabnya masih diselimuti teka-teki.
Source: Majalah Intisari, no.370 - Mei 1994
0 comments:
Posting Komentar