Suka bersarang di pembuluh darah jantung
Selama ini yang dianggap biang keladi penyumbatan pembuluh darah jantung memang faktor ketidak beresan dalam tubuh si penderita, seperti ketidakseimbangan kadar kolesterol, kebiasaan merokok, penyakit diabetes, keturunan, dll. Ternyata hasil penelitian serologi positif tahun 1990-an oleh Saikku dkk. asal Helsinki, Finlandia, mengatakan, ada hubungan erat antara kuman Chlamydia pneumoniae dengan penyakit jantung koroner.
Kuman Chlamydia pneumoniae merupakan salah satu bakteri intraseluler nonvirus yang sering didapatkan pada manusia. Bakteri ini secara khusus menjadi penyebab infeksi pada saluran napas bagian atas (seperti faringitis, sinusitis, atau otitis) maupun infeksi saluran napas bagian bawah (seperti bronkitis serta pneumonia). Belakangan Chlamydia pneumoniae banyak diperbincangkan sebagai penyebab penting kasus infeksi saluran napas akut (10%), bronkitis dan rinitis (5%), serta faringitis (sekitar 1%). Insiden penyakit saluran napas akut tersebut tampaknya meningkat dari tahun ke tahun, dan angka kejadiannya bervariasi di masing-masing negara, rata-rata pada anak usia 10 - 12 tahun ke atas. Pada paru-paru infeksi kuman ini bisa menjadi kronik karena sulit terdeteksi. Kejadian demikian itulah yang bisa mempengaruhi pembuluh darah jantung dan otak.
Tahun 1993, ahli lain, Kuo dkk., melakukan autopsi pada pasien dengan penyakit jantung koroner, dan dibuktikan pula bahwa pada daerah penebalan pembuluh ditemukan kuman tersebut. Kuman penyebab utama penyakit pneumonia ini memang suka bersarang pada pembuluh darah jantung dan membentuk plak yang mudah menyumbat pembuluh sehingga akan mempercepat dan memperparah proses kelainan pembuluh darah.
Konfirmasi terhadap infeksi kuman ini dilakukan melalui pemeriksaan respons antibodi sistemik. "Sewaktu dilakukan pemeriksaan jantung lewat kateter (kateterisasi), cairan diperiksa apakah ada faktor penyebab lain, misalnya karena kuman ini," kata dr. Ariati Safiriani, Ph.D., manajer medis pada Aventis Pharma.
Sebab itu, begitu diketahui kuman ini mengganggu tubuh kita, segeralah bertindak sebelum ia menyerang pembuluh jantung. Di antara antibiotik yang sering digunakan adalah golongan macrolides seperti roxithromycin serta golongan quinolones seperti levofloxacin dan sparfloxacin. "Antibiotik golongan penisilin tidak akan mempan," tambah Chandra Galatia, seorang ahli farmasi pada perusahaan yang sama.
Dosis pemberian antibiotika pada infeksi saluran napas akut selama 7 - 14 hari, dua kali sehari. Harga per tablet sekitar Rp. 5.000,- Sedangkan pada golongan kronis, di mana kuman ini telah membentuk plak-plak, diberikan selama 30 hari. Antibiotik itu ternyata sangat efektif karena dapat segera mengurangi gejala dan menghentikan penyebarannya. "Namun tentu saja bila penderita telah mengalami penyumbatan pembuluh darah, "tetap diperlukan pengobatan khusus lain, seperti balonisasi atau pemberian obat pengencer darah," tambah dr. Ariati.
Jarang ditemukan pada anak
Pemakaian antibiotik tersebut, menurut penelitian, ternyata dapat mengurangi angka kematian akibat gagal jantung hingga 35%.
Prevalensi antibodi terhadap kuman ini bervariasi dan ternyata sangat erat hubungannya dengan usia seseorang. Pada anak-anak di bawah 5 - 8 tahun, rupanya jarang ditemukan antibodi terhadap kuman ini. Tetapi jumlahnya meningkat tajam pada anak lebih tua, dewasa muda, dan mencapai puncaknya pada usia di atas 40 tahun. Bahkan, pada orang di atas 70 tahun, semua hampir pernah mengalami pemaparan kuman tersebut semasa hidupnya yang panjang.
Penyakit jantung koroner yang disebabkan oleh kuman ini, menurut dr. Ariati, tampak lebih parah pada penderita di atas usia 40 tahun. Di antara banyak kasus yang ditemukan, acap kali dibarengi komplikasi berat, khususnya bila sudah mempunyai penyakit lain.
Berdasarkan hasil penelitian medis, ternyata prevalensi antibodi terhadap kuman ini cukup tinggi di daerah tropis seperti Indonesia, terutama pada daerah berpenduduk padat. Sedangkan di negara-negara belahan Utara, prevalensi masih pada tingkat rendah. Pada umumnya pria mempunyai tifer antibodi lebih tinggi daripada wanita. Banyak kasus penderita dewasa menunjukkan sering terjadi infeksi berulang.
Karena kuman ini membentuk plak-plak penyumbat pembuluh, ngerinya, tidak hanya pembuluh jantung yang bisa terkena, tapi juga pembuluh otak sehingga diduga bisa juga sebagai penyebab stroke dan Alzheimer. Bahkan terakhir pada tahun 1998, Miyashita dkk. di Jepang mengemukakan bahwa kuman tersebut juga menjadi pemicu bertambahnya keparahan penyakit (eksaserbasi) pada pasien asma dewasa. Seorang ahli lain, Chunningham, menduga karena adanya asosiasi positif antara bertambah parahnya asma akut pada anak-anak dengan infeksi kuman Chlamydia pneumoniae.
Penelitian di Indonesia oleh Yoga dkk. pada tahun 1996 menunjukkan bahwa pada 21,05% pasien dengan bronkitis akut, menunjukkan uji serologi positif terhadap kuman tersebut. Fakta ini didukung oleh ahli lain, Mangunnegoro dkk. yang menyatakan bahwa pada 80% kasus asma akut ditemukan tes serologi positif terhadap kuman tersebut. Fakta ini didukung oleh ahli lain, Mangunnegoro dkk. yang menyatakan bahwa pada 80% kasus asma akut ditemukan tes serologi positif terhadap kuman ini. Namun, apakah kuman itu merupakan penyebab kasus infeksi saluran napas utama dan memegang peranan penting dalam eksaserbasi akut asma, masih perlu diteliti lebih lanjut.
Penularan kuman yang masa inkubasinya 3 - 4 minggu ini bisa terjadi dari satu orang ke lain orang, melalui saluran napas. Sampai saat ini tidak ditemukan bahwa binatang sebagai sumber penularan. Namun, penderita dengan infeksi asimtomatis diduga mempunyai peranan penting dalam penularan kuman tersebut.
Dikatakan asimtomatis karena gejala pneumonianya samar, paling hanya berupa demam ringan dan batuk yang tidak berat.
Untuk membasmi kuman tersebut memang masih diperlukan penelitian lebih lanjut terhadap para penderita pneumonia, asma akut, serta penyakit saluran napas lain. Namun, perlu diingatkan, para penderita PJK hendaknya selalu waspada terhadap kuman yang dapat memperburuk keadaan pembuluh darah jantungnya!
Source: Majalah Intisari, no.445 - Agustus 2000
0 comments:
Posting Komentar