SADIE sudah hampir putus asa. Entah sudah berapa dokter ia datangi dan sudah 43 macam obat ia minum, tetapi rasa nyeri di kepalanya tidak juga sembuh-sembuh. Padahal biaya pengobatan sudah mencapai 28.000 dolar.
Banyak dokter yang terheran-heran menghadapi kasus Sadie. "Anda tidak sakit," kata mereka. Namun, rasa nyeri yang diderita Sadie begitu nyata, walaupun pelbagai pemeriksaan dan tes tidak menemukan kelainan apa pun.
Setelah lima belas tahun menderita begitu, Sadie sampai ke Byodine Institute, di Hawaii, yang didirikan seorang psikolog bernama Nicholas Cummings.
Cummings mendengarkan keluhan Sadie dengan simpatik. Dengan tulus ia menyatakan, ia tahu penderitaan Sadie.
"Mumpung Anda berada disini, coba tolong ceritakan sedikit tentang diri Anda," pinta Cummings.
Dari percakapan dengan Sadie, ada dua hal yang menarik. Katanya, lima belas tahun yang lalu Sadie minta cerai dari suaminya. Suaminya menanggapi dengan menembak kepalanya sendiri. Sejak itu Sadie sering sakit kepala.
Tidak langka
"Apakah Sadie menderita penyakit yang dijuluki worried well?" pikir Cummings. Worried well yang dikalangan psikolog disebut somatisizer adalah masalah emosi. Penderitanya bukan harus disuntik atau dibedah, melainkan harus mendapat perawatan psikologis.
Sadie bersedia mendapat perawatan psikologis di Byodine. Setelah datang empat kali, ternyata nyeri kepalanya tidak terasa lagi.
Rupanya kasus somatisizer tidaklah langka. Menurut puluhan penelitian di AS selama tiga puluh tahun ini, dua pertiga pasien yang datang ke dokter menderitanya. Cuma saja tidak selalu dokter menyadarinya.
Berkat hasil penelitian itu kini di AS didirikan pelbagai tempat perawatan untuk penderita somatisizer. Ada yang menyediakan terapi psikologis yang sifatnya tradisional, ada pula yang mengajarkan teknik-teknik mengurangi stres dan macam-macam lagi.
Seorang peneliti dari Harvard University, Caroline Hellman, dan rekan-rekannya meneliti delapan puluh pasien yang dirawat dalam Harvard Community Health Plan (HCHP). Penderita menunjukkan gejala-gejala penderitaan fisik, tetapi organ-organnya sehat. Mereka antara lain menderita hipertensi, sesak napas, gangguan pencernaan, diare, sakit kepala, pusing, gangguan tidur, gangguan makan atau berat badan, gelisah, stres, tegang.
Dibagi tiga kelompok
Para peneliti membagi pasien-pasien itu dalam tiga kelompok mengikuti program ways to wellness yang dikembangkan oleh HCHP. Kelompok yang lain ambil bagian dalam mind-body group program, yang dikembangkan di Beth Israel Hospital di Boston. Masing-masing kelompok tersebut melakukan pertemuan selama enam minggu. Selama itu pasien diajari cara membentuk sikap. Mereka juga dilatih untuk santai dan mawas diri.
Kelompok ketiga bertemu dua kali. Dalam pertemuan itu pasien diajarkan untuk menghubungkan stres dan sakit mereka dan diajari cara mengendalikan stres yang bisa dilakukan di rumah.
Begitu studi di atas selesai, semua pasien merasa lebih baik secara fisik maupun mental. Setelah sekian waktu, hanya mereka yang ikut dua kelompok pertama tetap atau meningkatkan kemampuan mereka. Mereka juga jarang menggunakan jasa lembaga kesehatan jiwa di atas.
Salah satu alasan melakukan studi macam ini di Harvard dan Hawaii adalah untuk melihat apakah psikologis efektif atau tidak. Apakah biaya menyediakan perawatan kesehatan jiwa menghemat pelayanan medis? Ternyata semua data memperlihatkan bahwa pelayanan psikologis mendatangkan keuntungan.
Bisa mempengaruhi fisik
Mengapa bimbingan psikologis bisa mempengaruhi masalah fisik? Psikolog George Everly, Jr. mengatakan bahwa kita belum menyadari sepenuhnya hubungan antara pikiran dan jasmani. Everly tengah melakukan studi di harvard untuk mengetahui mengapa gangguan tingkah laku ada hubungannya dengan sejumlah penyakit (termasuk hipertensi, migren, radang dinding lambung, penyakit Reynaud, iritasi usus besar, kegelisahan dan masalah penyesuaian diri) adalah penyakit yang muncul dari sistem limbis otak dan itulah sebabnya perlu dibantu dengan strategi penenangan.
Rupanya beberapa perusahaan di AS kini menyadari perlunya menyediakan psikolog bagi karyawannya seperti di Campbell Soup dan Kimberly Clark. Menurut Willis Goldbeck, presiden Washington Business Group, mereka menyediakan program-program bagi karyawan untuk mengurangi risiko sakit jantung dan hipertensi, untuk menghentikan merokok dan untuk mengatur stres. Program-program tambahan juga ada seperti mendidik orang hidup teratur dan sehat. Namun yang penting program tersebut menghemat biaya perusahaan. Apakah kita sudah menerapkannya di Indonesia?
Source: Majalah Intisari, No.311 Juni 1989
0 comments:
Posting Komentar