SUSU adalah makanan pertama yang dikenal seorang bayi lewat ASI. Masyarakat sudah mafhum bahwa kualitas ASI lebih unggul daripada susu sapi, susu formula, dan susu bubuk. Bahkan sekarang kita juga mulai mengenal susu non-hewani, yang terbuat dari bahan baku kedelai.
Susu kedelai terbuat dari protein kedelai (hasil isolasi) yang diperkaya dengan methionen (asam amino esensial), sirup jagung, dan minyak kedelai atau minyak sayur lainnya. Tripsin inhibitor pada kedelai yang merupakan zat antigizi dapat dinon-aktifkan melalui proses pemanasan. Sedangkan efek goitroenic (mengganggu penyerapan iodium) juga dapat dihilangkan dengan pemanasan dan penambahan iodium. Susu kedelai mampu menggantikan susu sapi karena protein susu kedelai mempunyai susunan asam amino hampir mirip dengan susu sapi. Proteinnya bahkan lebih tinggi dan asam lemak jenuhnya lebih rendah.
Selain itu, susu kedelai tidak mengandung koleterol karena merupakan produk nabati. Namun susu kedelai umumnya mempunyai aroma yang kurang disukai yaitu beany flavor atau bau langu. Bau ini karena enzim lipoksigenasi yang secara alami terdapat dalam kacang kedelai. Mungkin teknologi pengolahan di tingkat industri saat ini sudah bisa menghilangkan bau itu.
Intoleransi laktosa
Keunggulan susu kedelai adalah kecocokannya untuk orang-orang penderita defisiensi laktase. Laktase adalah enzim di dalam tubuh yang berfungsi untuk mencerna laktosa (gula susu). Diperkirakan lebih dari 60% bangsa kulit berwarna mempunyai aktivitas laktase rendah. Dampak yang ditimbulkan cukup bervariasi, namun yang sering terjadi adalah kembung perut, kram perut, dan diare setelah beberapa jam minum susu.
Pada usia bayi dan anak-anak umumnya kandungan enzim laktase dalam tubuh relatif lebih tinggi. Tetapi setelah dewasa, sebagian individu mengalami penurunan enzim laktase secara cukup.
Defisiensi laktase menyebabkan laktosa (gula susu) tidak dapat dipecah dan tidak dapat diserap tubuh, sehingga energi dari laktosa hilang begitu saja. Tidak termanfaatkannya energi dari laktosa penting diperhatikan terutama pda bayi, karena bayi bisa mengalami kekurangan gizi. Sementara itu orang dewasa yang defisiensi laktase tidak akan kekurangan gizi karena susu bukan menu utamanya.
Sebenarnya intoleransi laktosa (karena kekurangan laktase) tidak berarti individu tersebut mengalami intoleransi susu. Konsumsi susu dalam jumlah sedikit masih dapat dilakukan tanpa menunjukkan sindrom seperti dikemukakan di atas. Ukuran sedikit ini bervariasi. Penelitian di AS menunjukkan bahwa konsumsi 1 - 2 cangkir sekali minum pada individu penderita intoleransi laktosa tidak menyebabkan gangguan berarti.
Susu merupakan sumber kalsium, riboflavin dan vitamin A, sementara itu susu yang sudah difortifikasi (diperkaya) juga banyak mengandung vitamin D. Untuk anak-anak yang mengalami intoleransi laktosa dianjurkan tetap mengkonsumsi produk sapi perah (susu) tetapi dengan laktosa yang sudah difermentasi seperti yoghurt, mentega, atau keju.
Di negara maju bahkan sudah dipasarkan susu yang diperkaya dengan laktase sehingga dapat dikonsumsi oleh anak-anak yang menderita intoleransi laktosa.
Kandungan gizi susu dan produk olahannya dapat dilihat pada tabel berikut :
Kandungan Gizi Susu dan
Hasil Olahannya per 100 g
Jenis Olahan Energi (Kalori) Protein (g) Lemak(g)
Susu Sapi 61 3,2 3,5
Yoghurt 52 3,3 2,5
Mentega 725 0,5 81,6
Keju 326 22,8 20,3
Es Krim 207 4,0 12,5
Terihat dalam tabel tersebut bahwa yoghurt memiliki kandungan gizi mirip susu. Sementara mentega, keju, dan es krim relatif lebih padat energi dan lemak.
Setelah usia dua tahun, susu bukan lagi makanan wajib bagi seorang anak. Syaratnya, makanan dengan jenis beragam dan jumlahnya cukup harus di konsumsi setiap hari. Bila sekeluarga masih ingin mempertahankan susu, maka berbagai alternatif yang bisa dipilih adalah adalah susu, maka berbagai alternatif yang bisa dipilih adalah susu bubuk biasa, susu sapi murni, susu dalam kemasan tetrapak dengan aneka rasa atau susu kedelai.
Yang menarik, susu sebenarnya bukan produk kaya protein. Baik susu kedelai maupun susu sapi, kandungan proteinnya hanya sekitar 3%, bandingkan dengan telur yang mencapai 12% dan daging 18%. Bahkan beras yang kita konsumsi sehari-hari mengandung protein 7%. Oleh karena itu dari segi protein susu bukanlah segala-galanya.
Susu dan mitos
Karena mitos kehebatan susu, maka sampai saat ini masih banyak orang beranggapan bahwa sarapan dengan segelas susu sudah memadai. Padahal, akan lebih bergizi bila kita menyiapkan nasi dengan sebutir telur.
Bersambung - SUSU, Minuman Kolonial Belanda Yang Bikin Sehat (BAGIAN 2)
Setelah usia dua tahun, susu bukan lagi makanan wajib bagi seorang anak. Syaratnya, makanan dengan jenis beragam dan jumlahnya cukup harus di konsumsi setiap hari. Bila sekeluarga masih ingin mempertahankan susu, maka berbagai alternatif yang bisa dipilih adalah adalah susu, maka berbagai alternatif yang bisa dipilih adalah susu bubuk biasa, susu sapi murni, susu dalam kemasan tetrapak dengan aneka rasa atau susu kedelai.
Yang menarik, susu sebenarnya bukan produk kaya protein. Baik susu kedelai maupun susu sapi, kandungan proteinnya hanya sekitar 3%, bandingkan dengan telur yang mencapai 12% dan daging 18%. Bahkan beras yang kita konsumsi sehari-hari mengandung protein 7%. Oleh karena itu dari segi protein susu bukanlah segala-galanya.
Susu dan mitos
Karena mitos kehebatan susu, maka sampai saat ini masih banyak orang beranggapan bahwa sarapan dengan segelas susu sudah memadai. Padahal, akan lebih bergizi bila kita menyiapkan nasi dengan sebutir telur.
Bersambung - SUSU, Minuman Kolonial Belanda Yang Bikin Sehat (BAGIAN 2)
0 comments:
Posting Komentar