Mohammad melengkapi kesaksian Smith sebagai berikut:
Semula sebenarnya Mallaby sendirilah yang akan masuk ke gedung untuk menyampaikan perintah pada anak buahnya. Tetapi para pemuda yang mencurigai spontan berteriak dan menuding: "Jangan yang tua, Pak! Itu saja yang muda disuruh masuk!"
Mereka kemudian yang menuding Mohammad, agar dia menjadi saksi menyertai perwira Inggris tersebut. Kemudian diputuskan agar Kundan sebagai penerjemah yang menyertai kepergian Shaw dan Mohammad. Pemuda memberi batas waktu sepuluh menit.
Versi lama semula masih mempersoalkan, pihak siapa sesungguhnya yang mengawali pertempuran di Gedung Internatio, setelah terjadi gencatan senjata sementara. Pengakuan Mayor K. Venu Gopal yang termuat pada suratnya tertanggal 8 Augustus 1974 kepada Parrott memperjelas persoalan. Menurutnya, sesungguhnya pihak Inggrislah yang memulai menembak.
Tulis Gopal: "......Sementara itu tentara Indonesia berkerumun di beranda gedung dan saya terpaksa berbicara terus terang pada mereka bahwa saya akan menembak, jika mereka mulai mendesak masuk gedung. Pada saat itu saya tak dapat melihat Mallaby dan perwira pengawalnya. Baru kemudian saya melihat Kapten Shaw dan Kundan mencoba masuk ke gedung, tetapi dialang-alangi mereka."
"Kundan kemudian berteriak kepada kerumunan orang tersebut bahwa ia akan meminta kepada kami untuk menyerah. Ia bersama Kapten Shaw kemudian diperkenankan masuk ke gedung, jika ia disertai oleh seorang perwira Indonesia (Mohammad)."
"Saya mengizinkan ketiga orang tersebut masuk, dengan harapan mengulur waktu. Setelah beberapa waktu, Kundan keluar dari Gedung, meninggalkan Kapten Shaw dan perwira Indonesia tadi ...."
"Sementara itu orang-orang bersenjata mulai mendesak masuk ke gedung, saya tidak punya pilihan lain, kecuali membuka serangan. Keputusan ini benar-benar saya buat sendiri."
Pernyataan Gopal itu mengandung arti bahwa bukan Mallabylah yang memerintahkan menembak. Bila pesan Mallaby melalui Shaw untuk menyerah telah disampaikan, berarti diabaikan oleh Gopal. Serangan pembuka Inggris itu merenggut sejumlah korban pemuda dan memancing kembali kemarahan pemuda untuk menyerang.
Ditembak dari dekat
Begitu pecah pertempuran lagi, anggota Kontak Biro Indonesia lari berlindung ke dalam Kali Mas, sedang Mallaby, Smith dan Laughland berlindung merunduk di dalam mobil. Waktu itu mereka sudah tidak bersenjata lagi. Satu-satunya senjata yang masih ada hanyalah sebuah granat tangan, yang disembunyikan Laughland di dalam mobil. Waktu itu mereka sudah tidak bersenjata lagi. Satu-satunya senjata yang masih ada hanyalah sebuah granat tangan, yang disembunyikan Laughland di dalam mobil. Di mobil, Mallaby berada disisi dekat dengan kali Mas, Laughland di tengah dan Smith di sisi dekat Gedung Internatio.
Menurut kesaksian Smith, tak setelah pertempuran, berkobar, datang seorang Indonesia bersenjata mendekati mobil mereka dari sisi kita (sisinya Mallaby) dan menembak empat kali ke arah mereka. Tembakan meleset, tetapi mereka berpura-pura mati. Mengira musuhnya tewas, orang tersebut segera pergi. Pertempuran berlangsung sekitar 2,5 jam dan berakhir sekitar pukul 20.30, ketika hari telah gelap gulita.
Waktu tembakan mereda terdengar aba-aba pihak Indonesia untuk berkumpul.
Sesudah itu menurut kesaksian Smith, datang dua pemuda Indonesia ke mobil Mallaby. Mereka berusaha menjalankan mobil, tetapi tidak berhasil. Seorang diantaranya kemudian membuka pintu belakang pada sisi Mallaby, Mallaby bereaksi bergerak, dengan demikian pemuda itu tahu bahwa Mallaby masih hidup.
Kemudian terjadilah percakapan, Mallaby meminta kepada pemuda itu agar dipanggilkan salah seorang pemimpin Indonesia dari Kontak Biro. Kedua pemuda itu kemudian pergi untuk membicarakan hal tersebut. Salah seorang diantaranya datang kembali ke pintu depan pada sisi Mallaby. Pemuda itu tampak masih remaja, berusia kira-kira 16 -17 tahun. Mallaby berbicara lagi kepadanya dan ia menjawab. Mendadak pemuda tersebut mengulurkan tangannya lewat jendela depan dan menembak Mallaby dengan pistol automatis. Tak sampai setengah menit kemudian Mallaby mengembuskan napasnya yang terakhir.
Penembaknya ikut gugur
Tembakan tultis (jarak dekat) itu tak diragukan lagi telah menewaskan Mallaby. Segera setelah menembak, pemuda itu merundukkan diri disamping mobil, menanti sampai Mallaby tewas.
Melihat kejadian itu Kapten Smith mencabut pasak granat yang diterimanya dari kapten Laughland dan siap melemparkannya. Pemuda itu mendadak bangkit lagi dan menembak kedua perwira Inggris itu, tembakannya menyerempet bahu Laughland. Smith segera melemparkan granatnya melampaui tubuh Mallaby lewat pintu yang terbuka. Setelah granat meledak, Smith dan Laughland cepat-cepat lari terjun ke Kali Mas.
Akibat ledakan granat, tempat duduk belakang mobil terbakar dan diduga pemuda itu tewas kena ledakan tersebut. Setelah lima jam di Kali Mas kedua perwira Inggris itu berhasil bergabung kembali dengan pasukan mereka di daerah Dock.
Kesaksian Smith itu tak bertentangan dengan kesaksian Doel Arnowo, yang baru diungkapkan pertama kali pada tahun 1973. Menurut Doel Arnowo, ketika pertempuran berkobar dan dia berlindung di Kali Mas, ada seorang pemuda yang mendekatinya dan terjadi dialog demikian:
"Sudah beres, Cak!"
"Apanya yang beres?"
"Jenderal dan mobilnya terbakar."
"Siapa yang membakar?"
"Tidak tahu, tetapi dari kita ada yang menembak ke dalam mobil itu."
"Sudah diam saja. Jangan ceritakan hal itu kepada orang lain!"
Demi kepentingan politik luar negeri RI, kesaksian Doel Arnowo itu dirahasiakan selama hampir 28 tahun. Ketika pada tanggal 2 November 1945 Doel Arnowo atas nama Kontak Biro pertama kali membuat pernyataan resmi di pers tentang insiden Gedung Internatio tersebut, ia sama sekali tidak mengungkapkan laporan pemuda di Kali Mas tersebut.
Siapakah sesungguhnya remaja penembak Mallaby tersebut? Kalau mengingat bahwa dia mampu berbicara dalam bahasa Inggris, maka bisa dipastikan dia adalah seorang pemuda pelajar. Mungkin ia tergabung dalam kesatuan BKR Pelajar (embrio TRIP).
Di kemudian hari memang ada seorang tokoh TRIP (yang kini masih hidup di Jakarta) yang mengaku bahwa dialah yang menembak Mallaby. Namun, untuk membuktikan kebenaran pengakuan tersebut, kini telah sulit untuk mencari saksi-saksinya.
Bukan hanya salah Mallaby
Dalam ulasan di akhir makalahnya, Parrott berkesimpulan bahwa Mallaby sendirilah akhirnya yang bertanggung jawab atas situasi yang menyebabkan kematiannya. Menurut Parrott, dalam situasi kritis di Surabaya itu, Mallaby ternyata tidak bisa menempatkan diri sebagai seorang perwira senior. Peranan seorang komandan senior seharusnya adalah memberikan kepemimpinan yang dingin dan penuh nalar, bukannya tergesa-gesa dan melibatkan diri langsung dengan gerombolan bersenjata.
Pada saat itu, jelas Mallaby adalah seorang pribadi yang sedang terguncang integritasnya. Ia harus bertanggung jawab atas berantaknya brigadenya dan menghadapi kemungkinan diajukan ke hadapan pengadilan penyelidikan dan pengadilan militer.
Ada tiga kesalahan dasar yang dibuat Mallaby di Surabaya:
1. Dia menyebarkan pasukannya di seluruh kota, tanpa menjamin dan menyelamatkan jalur komunikasinya.
2. Dia benar-benar meremahkan kepemimpinan, kekuatan dan semangat juang orang Indonesia.
3. Dia terlalu lamban menilai potensi bahaya yang mengancam pasukannya, yang tersebar dan tidak membawa persediaan amunisi.
Meskipun demikian, tidaklah adil untuk menimpakan seluruh kesalahan itu hanya di pundak Mallaby. Staf Divisi 23 di Jakarta, yang memerintahkan menyebarkan surat selebaran tanpa setahu Mallaby, jelas ikut bersalah mempersulit posisi Brigade Mallaby di Surabaya. Markas Besar Tentara Sekutu di Singapura yang dinas intelijennya tidak aktif, punya andil pula atas terperosoknya Brigjen Mallaby dalam kerusuhan di Surabaya.
Mallaby yang dalam meniti karier militernya hingga PD II dinilai cemerlang, sehingga di promosikan menjadi brigjen dalam usia muda (42), semula diramalkan akan bisa mencapai jabatan dan pangkat tertinggi dalam profesinya. Namun, nasib telah membawa Mallaby ke kancah revolusi di Surabaya dan tewas tragis di tangan seorang remaja yang tak dikenal. Ia tewas dalam usia relatif muda (45) dan jenazahnya kini terbaring damai di Makam Militer Menteng Pulo, Jakarta.
Di tulis oleh : Moehkardi - Mantan dosen sejarah di AKABRI Magelang, Pemenang I Sayembara Mengarang Sejarah Perjuangan Tingkat Nasional 1975.
Source: Majalah Intisari, No.304 - November 1988
2 comments:
Menurut Alm. Oma saya yang menembak Brigjem=n Mallaby adalah sepupunya yang bernama Jacob Frederick Warouw ( Kolonel Joop Warouw ) yang pernah menjadi Atase Militer Indonesia di Peking/ Beijing tahun 1956-1958.
Saya pernah membaca bahwa ada 17 orang yang mengklaim bahwa mereka adalah orang yang menembak Mallaby
Posting Komentar