Banyak peninggalan masa lalu, seperti permata atau logam, bisa ditemukan utuh, namun tidak demikian dengan pakaian, yang diduga terbuat dari kain atau kulit. Meski ada juga pakaian yang justru diselamatkan oleh iklim, misalnya iklim kering di Mesir. Informasi pun hanya di dapat dari gambar pada vas, patung, atau lukisan dinding. Meski tampaknya berwarna putih atau pucat, boleh jadi sebenarnya warna cerah yang telah pudar. Sesungguhnya ada masyarakat yang telah mengenakan pakaian warna-warni. Seperti pada lukisan dinding di situs Kota Pompeii yang ditemukan tahun 1700-an.
Kemeja Lena telah dikenal sejak dinasti XVIII Kerajaan Mesir kuno. Kemeja itu hanya sepotong kain segi empat yang dilipat setengah panjang. Setelah dijahit tepi kiri-kanan, kemeja diberi lubang untuk leher dan lengan. Selain yang kutungan, ada juga yang berlengan.
Kecuali Mesir, pakaian mirip tunik itu juga umum dikenakan di Samaria, Babilonia, Suriah, Ibrani, Yunani, dan Persia. Bahan paling sering digunakan adalah wol bulu domba ternakan sendiri. Selain secara blong, pemakai kemeja juga sering mengikat bagian pinggangnya dengan sabuk lebar. Sedangkan masyarakat Yunani biasanya akan mengikat di pundak dengan bros.
Masyarakat Persia dikenal sebagai perintis cara memotong dan mengenakan pakaian pas badan. Dengan alasan kepraktisan, pakaian pas lebih enak dipakai saat berburu dan menunggan kuda. Pola pakaian ketat itu diperkirakan berkembang menjadi pakaian Barat.
Di Abad Pertengahan (500 - 1500), seiring dengan perkembangan kota, muncul toko-toko yang dikelola oleh penenun, penjahit, dan pengrajin pakaian. Sejak 1100, kualitas pakaian pun meningkat, karena pengrajin mulai terampil memotong, mengepas, dan menghias pakaian. Kebanyakan pakaian terbuat dari lena atau wol, tapi ada juga yang dari sutera atau bahan halus lain yang didatangkan dari Asia, Italia, dan Spanyol. Hiasan pakaian pada tahun 1300-an biasanya berupa lusinan kancing dan aksesori seperti benang emas, mutiara, batu permata, juga bulu binatang.
Menjelang akhir Abad Pertengahan, pakaian dijahit relatif ketat. Untuk itu, konsentrasi dicurahkan pada kerah, misalnya yang dilakukan orang Normandia yang demam kerah pita dan manset pada abad XIV. Juga mode di Eropa pada akhir 1500 yang terpengaruh gaya Spanyol yang kaku dan formal, misalnya kerah dihiasi kerut-kerutan. Namun, dalam seabad gaya itu digeser oleh pengaruh Perancis berupa kerah rebah dari rendah dan lena. Sepuluh dekade kemudian kerah syal menggeser kerah rebah. Meski banyak pilihan, ada juga yang memilih model sederhana. Misalnya, masyarakat puritan di Inggris dan Amerika terhadap kerah rebah putih.
Pada abad XVII kemeja mulai di bordir, berenda, dan berumbai. Aksesoris itu akan menghiasi dada pemakai saat mengenakan jaket berlubang leher sangat rendah yang lagi mode. Selain meriah, mode kemeja ini jadi lambang aristokrasi. Terbukti dengan munculnya larangan bagi orang biasa mengenakan pakaian yang rumit di Inggris.
Tahun 1700-an banyak perubahan terjadi. Di antaranya, tahun 1764 dengan penemuan penenun Inggris James Hargraves berupa mesin yang bisa memintal sejumlah benang sekaligus. Tahun 1774 - 1779, penenun lainnya, Samuel Crompton, mengembangkan mesin yang mampu memproduksi sejumlah benang setara pekerjaan tangan 200 orang. Sedangkan Pendeta Inggris Edmund Cartwright pada tahun 1780-an merancang alat tenun bertenaga uap, Hasilnya, penenun Inggris mampu memproduksi kain dengan harga murah. Meski telah ada teknologi baru, pecahnya Revolusi Perancis tahun 1789 tetap saja membuat kaum pria Perancis berubah selera dengan hanya mengenakan pakaian sederhana berwarna pucat.
Tahun 1800-an, industri pakaian berkembang pesat di Eropa dan AS. Dua warga AS - penemu Elias Howe dan ahli mesin Isaac Singer - mengembangkan mesin jahit canggih untuk ukuran saat itu. Mesin itu diakui menjadikan proses pembuatan pakaian lebih mudah. Banyak perusahaan pakaian jadi di dirikan. Kerah hias tinggi diganti dengan kerah dan dasi.
Malah sejak 1950-an pria mulai menggemari kemeja berwarna-warni untuk padanan setelan jas. Tak hanya permainan warna, tahun 1960-an para pria makin bebas dalam memilih kemeja dari bahan apapun. Tahun 1970, kemeja pria tampil dengan garis dan corak warna yang sangat bervariasi. Malah kaum wanita juga tak lagi tabu mengenakan blus dengan garis bentuk serupa kemeja pria.
Source: Majalah Intisari, no.412 - November 1997
0 comments:
Posting Komentar