Untunglah ada beberapa pabrik pendaur ulang yang meminta para pemulung untuk mengumpulkan gelas dan plastik dari timbunan campur aduk itu. Juga kertas yang setengah mampu mengompos. Bahan ini didaur ulang dalam pabrik pemrosesan mereka menjadi bahan asal masing-masing. Itu bisa dijual lagi sebagai recycled paper, gelas dan plastik daur ulang.
Sementara itu, sampah organik yang sudah bebas dari benda kerasnya itu lalu berhasil dijadikan kompos, yang dapat dijual pula sebagai "pupuk" (sebenarnya hanya pemerbaik tanah) kebun buah dan tanaman hias. Terbukalah kenyataan: ada nilai uang halal dalam sampah rumah tangga, kalau ditangani secara terpisah. Sebaliknya, ia tidak berharga (dan berbau) kalau ditangani campur-aduk seperti dulu.
Muncullah kemudian barisan pemulung yang mengaduk-aduk sampah rumah tangga dari pintu ke pintu. Tempat sampah kita yang sudah rapi ditutup, dirobek lagi dengan besi runcing dan diaduk-aduk sampahnya untuk diambil benda kerasnya. Sampah berantakan ini merepotkan petugas pengumpul yang memindahkannya ke gerobak dan dari sana ke truk Mercy sampah.
Beberapa kompleks perumahan di Jakarta mengorganisasikan para penghuninya untuk memisahkan benda keras itu sejak awal, dan membungkusnya secara terpisah ke bak sampah. Para pemulung dilarang masuk kompleks merobek kantung sampah. Tapi ini hanya teori.
Di beberapa mancanegara yang sadar lingkungan banget, bak sampahlah yang malahan disediakan sendiri-sendiri secara terpisah. Ada bak untuk bahan organik sisa dapur, dan ada bak untuk bahan organik sisa dapur, dan ada bak untuk gelas, plastik, kertas. Pemulung (kalau ada), tinggal mengangkat kantung yang bersangkutan saja. Tidak perlu merobek kantung-kantung sampai berantakan.
Dengan dipisah dan dibungkus tersendiri ini, pengambilan sampah oleh para petugas sampah sangat dipermudah. Beberapa real estate untuk "memupuk" tanah di taman, jalur hijau, dan deretan tanah tepian dari jaringan jalan dalam real estate itu sendiri. Daripada harus membeli kompos dari orang lain, memang lebih lihai membuat kompos sendiri. Gratis lagi!
Sementara itu, lingkungan hidup kita masing-masing tidak berantakan lagi sampahnya. Karena sampah organik terbungkus rapat dalam kantung plastik, tidak ada lagi bau menyengat yang mengganggu lingkungan. Tak ada bau sampah, berarti tak ada minat dari pihak lalat untuk bertelur dan beranak menyebar penyakit menular. Kolera, tifus, paratifus.
Tindakan pengelola real estate yang menyehatkan sampah rumah tangga di lingkungannya sendiri itu perlu diteladani. Ia mudah ditiru oleh pengurus RT dan RW di lingkungan lainnya masing-masing. Asal ada kemauan untuk menyelamatkan lingkungan.
Source: Majalah Intisari, no.375 - Oktober 1994
Beberapa kompleks perumahan di Jakarta mengorganisasikan para penghuninya untuk memisahkan benda keras itu sejak awal, dan membungkusnya secara terpisah ke bak sampah. Para pemulung dilarang masuk kompleks merobek kantung sampah. Tapi ini hanya teori.
Di beberapa mancanegara yang sadar lingkungan banget, bak sampahlah yang malahan disediakan sendiri-sendiri secara terpisah. Ada bak untuk bahan organik sisa dapur, dan ada bak untuk bahan organik sisa dapur, dan ada bak untuk gelas, plastik, kertas. Pemulung (kalau ada), tinggal mengangkat kantung yang bersangkutan saja. Tidak perlu merobek kantung-kantung sampai berantakan.
Dengan dipisah dan dibungkus tersendiri ini, pengambilan sampah oleh para petugas sampah sangat dipermudah. Beberapa real estate untuk "memupuk" tanah di taman, jalur hijau, dan deretan tanah tepian dari jaringan jalan dalam real estate itu sendiri. Daripada harus membeli kompos dari orang lain, memang lebih lihai membuat kompos sendiri. Gratis lagi!
Sementara itu, lingkungan hidup kita masing-masing tidak berantakan lagi sampahnya. Karena sampah organik terbungkus rapat dalam kantung plastik, tidak ada lagi bau menyengat yang mengganggu lingkungan. Tak ada bau sampah, berarti tak ada minat dari pihak lalat untuk bertelur dan beranak menyebar penyakit menular. Kolera, tifus, paratifus.
Tindakan pengelola real estate yang menyehatkan sampah rumah tangga di lingkungannya sendiri itu perlu diteladani. Ia mudah ditiru oleh pengurus RT dan RW di lingkungan lainnya masing-masing. Asal ada kemauan untuk menyelamatkan lingkungan.
Source: Majalah Intisari, no.375 - Oktober 1994
2 comments:
betul tuh, saya udah bosen ngeliat sampah dijalanan jakarta. sebaiknya masyarakat yang buang sampah memisahkan sampah organik dan sampah non organik
kita harus mempunyai kesadaran diri terhadap sampah. Good Artikel
Posting Komentar