Sepuluh tahun berikutnya mulai dikembangkan zat kontras. Sampai sekarang kita masih mengenal zat kontras ini,yaitu zat yang berwarna putih yang dibuat adonan seperti susu dan diminumkan pada pasien sebelum di rontgen. Tujuannya agar gambar foto yang dihasilkan tampak lebih jelas. Pada tahun 1927 zat kontras ini malah berhasil digunakan untuk pengambilan gambar foto pembuluh otak pada orang yang masih hidup. Cara ini pun sampai sekarang masih tetap di gunakan, khususnya untuk diagnosis tukak dan tumor pada lambung usus 12 jari dan ginjal.
Berkembangnya teknik pengolahan data dan komputerisasi setelah itu, ternyata membawa dampak positif bagi perkembangan diagnosis dengan sinar rontgen. Perkembangan besar-besaran terjadi pada 1972 dengan hadirnya computer-tomograph (CT Scan). Alat ini terdiri atas tiga bagian, tabung penghasil sinar rontgen, sistem detektor, dan komputer.
Alat ini sangat canggih, karena dapat menampilkan secara langsung gambar bagian tubuh yang dirontgen pada layar monitor komputer.
Kalau 20 tahun lalu diperlukan beberapa menit untuk menampilkan gambar tersebut, tetapi kini hanya butuh waktu tidak sampai satu detik. Gambar yang dihasilkannya pun tidak lagi dua dimensi, melainkan tiga dimensi. Kehadiran CT Scan sangat membantu diagnosis suatu penyakit, bahkan terhadap penyakit yang sangat sulit seperti penyakit tumor pada otak,tulang, sendi, hati dan ginjal.
Selain untuk diagnosis penyakit, sinar rontgen dimanfaatkan pula untuk terapi. Bahkan sejak tahun 1903 sudah diberitakan, sinar ini bermanfaat untuk menghambat pertumbuhan sel-sel kanker. Namun dilaporkan pula akibat-akibat negatifnya, seperti kulit menjadi merah, terbakar, rambut rontok sampai terjadinya mutasi gen pembawa sifat.
SELUK-BELUK SINAR RONTGEN
SINAR yang ditemukan Rontgen sebenarnya merupakan sebuah gelombang elektromagnetik. Panjang gelombangnya 1/10.000 kali panjang gelombang sinar matahari. Kita tidak dapat melihat sinar ini, tetapi dapat menembus benda, misalnya kertas, kayu, bahkan logam. Kristal tertentu seperti seng sulfida (Zns) atau barium platinsianat dapat bercahaya (fluoresensi) bila terkena sinar itu.
Untuk memperoleh sinar rontgen diperlukan seperangkat peralatan seperti alat penghasil panas dan aliran listrik tegangan tinggi (transformator), tabung penghasil sinar - atau disebut juga tabung rontgen - dan lembar film untuk untuk pengamatan hasilnya. Tabungan rontgen terdiri atas silinder gelas hampa udara berisikan kawat pijar sebagai kutub negatif dan lempeng wolfram sebagai kutub positif. Masing-masing kutub bertindak sebagai katoda dan anoda,mirip bola lampu pijar.
Jika tabung dialiri listrik, pada kawat pijar terjadi panas sampai mencapai suhu di atas 2.000 derajat celcius, dan keluarlah partikel-partikel elektron darinya menuju kutub positif. Apabila di antara kutub negatif dan positif diberi beda aliran listrik tegangan tinggi, ribuan elektron tersebut bergerak sangat cepat, dan membentur lempeng kutub positif. Pada proses ini terjadi perubahan energi, 99% energi diubah dalam bentuk panas dan 1% dalam bentuk sinar tidak tampak, yakni sinar rontgen.
Sama halnya dengan sinar matahari, sinar rontgen dapat juga menghitamkan kertas film karena dapat mengubah ion perak dalam kertas film menjadi logam perak yang berwarna hitam. Bedanya, sinar matahari merupakan sinar tampak mata, sedangkan sinar rontgen tidak. Selain itu, dibandingkan dengan sinar matahari daya tembusnya jauh lebih besar, tergantung pada besarnya tegangan listrik yang digunakan.
Apabila dilewatkan tubuh kita, massa padatan, misalnya tulang, lebih banyak menyerap sinar tersebut dibandingkan dengan massa setengah padat, cair, dan gas seperti darah, daging, dan rongga-rongga udara. Perbedaan daya serapan ini memberikan gambar yang berbeda pada kertas film.
Kalau kita sedang di rontgen, misalnya untuk pemeriksaan paru-paru, tegangan listrik atau dosis serapan sudah diatur begitu rupa. Dalam sekian detik saja, sinar tersebut sudah menembus dada. Yang dapat diamati hanyalah hasilnya pada lembar film setelah dicuci. Jika tidak ada kelainan, disitu terlihat gambar terang (opaque) dari tulang-tulang rusuk dan massa padatan lainnya. Gambaran paru-parunya sendiri didominasi warna gelap. Ini bisa dimengerti karena paru-paru sebagai organ pernapasan sebagian besar berisi udara, yang tidak banyak menyerap sinar rontgen. Karena itu sinar ini lebih banyak jatuh pada kertas film, sehingga menjadi hitam atau gelap pada daerah paru-paru.
Lain halnya pada penderita TBC, misalnya, gambaran paru-parunya akan tampak lain, seperti adanya bercak-bercak terang. Dengan prinsip ini, sinar rontgen dapat digunakan untuk diagnosis berbagai penyakit.
JANGAN TAKUT DIRONTGEN
TIDAK dapat dipungkiri, bahwa pemakaian sinar rontgen dapat mengancam kesehatan kita karena dapat merusak sel-sel atau jaringan tubuh. Namun sifat buruk ini pun sebetulnya dimiliki oleh sinar-sinar lain, seperti sinar radioaktif dan juga sinar ultraviolet pada sinar matahari. Kalau kita misalnya terlalu banyak berjemur di bawah sinar matahari, maka kulit selain menjadi merah seperti terbakar juga dapat terkena ancaman kanker. Apalagi lapisan ozon di langit saat ini sudah berlubang.
Demikian pula dengan dengan sinar rontgen. Tetapi ini tergantung dari dosis, frekuensi dan lama waktu penyinaran yang digunakan. Karena itu pemakaiannya harus hati-hati.
Menurut data sampai dengan tahun 1960 memang ada sekitar 400 orang di seluruh dunia, yang terdaftar sebagai korban akibat sinar rontgen. Mereka kebanyakan adalah peneliti, para dokter, perawat, dan pekerja peralatan pembuatan tabung sinar rontgen. Namun sebagian nama-nama ini tercatat sebagai korban karena kecelakaan saat menunaikan tugas. Pada waktu awal-awal penemuannya, dosis sinar rontgen yang digunakan untuk diagnosis penyakit memang cukup besar. Pada saat itu penyinaran pun dilakukan secara langsung. Artinya, bahaya yang mengancam kesehatan pada waktu itu masih relatif besar. Tetapi tahun demi tahun kekurangan ini terus diteliti, sehingga pada 1960 dosis yang relatif besar tersebut sudah berhasil diturunkan sampai 80 - 90%. Hal itu berarti, pemeriksaan dengan sinar rontgen setelah itu jauh lebih aman.
Kini, setelah seratus tahun sinar rontgen ditemukan tidak ada alasan lagi bagi pasien untuk takut dirontgen. Alasannya, selain dosis sinar yang digunakan sudah diperhitungkan secara akurat dan aman, saat ini alat-alat yang digunakan sudah canggih. Pada peralatan itu dilengkapi dengan berbagai pelindung, bukan hanya pelindung, bukan hanya untuk penderita, melainkan juga untuk perawat yang bertugas. Jangka waktu foto pun sangat pendek, hanya beberapa detik. Padahal, pada saat tangan Ny. Anna Bertha difoto oleh suaminya sendiri 116 tahun lalu, diperlukan waktu 20 menit.
Source: Majalah Intisari, no.390 - Januari 1996
0 comments:
Posting Komentar