Penderita Bulimia |
Di sini keinginan makan bukan untuk mengisi perut yang lapar tapi lebih pada pelampiasan keinginan untuk makan yang tak terbendungkan. Mungkin seperti orang yang kecanduan minuman keras atau rokok. Begitu asyiknya menikmati makanan sampai kadang kala mengganggu ketenangan tidur atau pekerjaan dikantor. "Selesai dengan pesta pora makanan, kepuasan tercapai dan saya menjadi sangat energetik," tambah Anna.
Rasanya aneh, rahasia penderita bulimia bisa disembunyikan sekian lama. Tetapi memang kenyataannya demikian. Menurut Anna, tidak sulit menyembunyikan rahasia itu. karena didepan umum ia berusaha bertingkah senormal mungkin. Kalau sampai ada pelayan restoran yang mengetahuinya, ia tidak bakal kembali ke restoran yang sama. Ia berusaha berganti-ganti restoran. Anna sendiri ketahuan mengidap bulimia ketika pada suatu hari suaminya menawarkan diri untuk membelanjakan keperluan dapur. Betapa terkejutnya ketika sang istri mengajukan daftar belanjaan yang terdiri dari 6 dos sereal untuk makan pagi, 2 kantung besar coklat putih, 6 roti tawar, dll. Kemana saja makanan sebanyak ini, begitulah suaminya bertanya-tanya. Dari situlah rahasianya terbongkar.
Harga diri rendah
Menurut seorang ahli terapi, kunci sukses terapinya adalah menanamkan kepercayaan diri pada penderita. Soalnya,penderita tidak yakin masyarakat akan dapat menerima keadaannya. Harga diri penderita menjadi rendah, merasa kesepian, tidak bahagia tapi selalu merasa dapat mengatasi diri tanpa bantuan orang lain.
Sungguh membutuhkan waktu lama untuk memupuk kepercayaan diri mereka, apalagi kalau mereka sering kali tidak mau berterus terang.
Dengan memuntahkan makanan, minum obat pencahar, minum air garam dan berolahraga, mereka merasa dapat menguasai dirinya.
Mereka tampak kokoh padahal tidak demikian kenyataannya. Usaha-usaha untuk menghentikan kebiasaannya amat sulit diatasi. Padahal terlalu lama menderita bulimia, fisik ikut terganggu: gigi dan gusi rusak karena terlalu sering terkena asam muntahan. Menderita sakit maag, sembelit berat, badan lesu, dll. Tubuh penderita tidak cukup gizi karena sebelum makanan tercerna betul sudah dikeluarkan kembali. Malah penderita bulimia berat bisa mengalami hal fatal: jantung tiba-tiba berhenti, pankreas, ginjal, usus kurang berfungsi. Malah gangguan fisik sering kali dibarengi gangguan emosional: sedih, marah, gelisah, dll.
Terapi Kejutan
Penderita Bulimia suka mengobral uang demi makanan. Malah ada yang sampai terlibat masalah keuangan dan ini tentu membebani keluarganya. Mereka juga menghadapi masalah dalam pergaulan sebab mood-nya sering berubah-ubah dan depresi.
Malah ada kalanya penderita ingin bunuh diri.
Menurut seorang ahli terapi, penyembuhan bisa dengan cara halus atau dengan terapi kejutan.
Cara halus yakni ahli terapi sering mengajaknya makan bersama sambil mengamati dan mengawasi apa saja yang dimakan si penderita. Makanan dijaga jangan sampai dimuntahkan. Penderita terus mendapatkan bimbingan psikologis. Lebih baik lagi kalau anggota keluarga ikut mendampingi dan berusaha menunjukkan rasa simpati pada penderita.
Pada terapi kejutan, ahli terapi berusaha agar penderita secepat mungkin mau kembali ke dunia nyata. Contohnya, dengan memperlihatkan gambar-gambar dari orang yang menderita kelaparan di negara terbelakang, ia dapat langsung membayangkan betapa sulitnya mencari sesuap makanan bagi orang-orang seperti dalam gambar itu. Dengan melihat penderitaan orang lain dalam gambar tersebut, diharapkan penderita akan menginsafi kebiasaan buruknya itu.
Anna, penderita bulimia berat tadi, pun pernah dicoba dengan cara ini. Pada suatu hari sepulang dari pesta pora di suatu restoran, ia langsung menuju dapur. Disana sudah terpancang foto-foto korban kelaparan di Dunia Ketiga. Masuk ke kamar kecil, pada tutup kloset tertempel sebuah foto anak laki-laki yang menderita kelaparan. Membuka tutup kloset ingin memuntahkan isi perut, tampak olehnya gambar anak lain dengan pesan "bukan kelaparan yang membunuh, tapi kerakusan".
"Karena saya merasa tidak dapat memuntahkan makanan disana, saya lari ke kamar kecil lain," ceritanya. Ternyata di sana pun terpampang foto seorang ibu dengan payudara yang sudah keriput, sedang menyusui bayinya. Membuka tutup kloset, ia membaca pesan lain: "Eh, Anda hampir saja menggelontor anak saya masuk ke lubang kloset". "Saat itu saya memang merasa berdosa tapi ini belum cukup untuk menghentikan kebiasaan buruk saya, tambahnya.
Anna bukannya tidak berusaha menghentikan kebiasaan ini, ia selalu berusaha tapi beberapa kali gagal. "Saya sudah capek dan bosan." ujarnya pula.
Kini Anna bersyukur mulai berhasil melewati kebiasaan buruknya itu. Ia tidak lagi tergila-gila pada makanan atau pun berusaha untuk mengeluarkannya.
"Saya menyadari, saya mempunyai dua anak manis dan pekerjaan yang mantap. Saya tidak mau kehilangan semuanya itu. Kini saya berusaha keras untuk menahan nafsu. Saya berusaha memerangi diri saya. Namun saya masih diliputi rasa takut. Saya belum kuat untuk menguasai diri. Kadang kala masih gagal," kata Anna pula.
Yang lebih penting lagi bagi dia adalah mengobati fisiknya yang sudah "rusak". Kerakusannya pada makanan diikuti dengan memuntahkannya kembali serta bertahun-tahun menggunakan obat pencahar menyebabkan ia sekarang sering kali menderita mual, muntah-muntah, dan diare. Dikhawatirkan ia beralih menderita anoreksia nervosa. Karena nafsu makan mulai hilang dan berat badannya turun drastis.
Pada tahap ini penderita harus dirawat secara saksama. Bimbingan atau terapi psikologi serta pengaturan makan oleh ahli gizi sangat diperlukan.
Source : Majalah Intisari, no.372 - Juli 1994
0 comments:
Posting Komentar