Rabu, 14 September 2011

Teknologi Kedokteran yang Memungkinkan Memilih Jenis Kelamin Bayi Sendiri

Teknologi kedokteran sejauh ini sudah berhasil mengembangkan metode pemisahan kromosom sperma untuk membantu pasangan suami-istri yang mendambakan anak lelaki atau anak perempuan.

LISA, sebut saja begitu, menginginkan seorang anak, tak peduli lelaki atau perempuan. Yang penting anak itu sehat. Soalnya, wanita berusia 34 tahun ini pernah melahirkan, tetapi beberapa jam setelah lahir, bayi itu meninggal.

Ketika diotopsi, ketahuan putranya menderita penyakit mukovis, sejenis penyakit keturunan. Ibunyalah yang menjadi pembawa gennya.

Kini Lisa berharap dunia kedokteran bisa membantu dirinya dan pasangan lain untuk mencarikan jalan keluar. Selama ini dunia kedokteran belum bisa menentukan janin sehat atau tidak ketika masih berupa sperma. Baru pada usia kehamilan dua bulan Lisa bisa mengetahui kondisi janinnya. Kalaupun janin lalu diketahui mengidap penyakit keturunan yang membuatnya lahir cacat, ia tentu tidak akan sampai hati untuk melakukan aborsi.

Baru memisah-misah sperma

Sejauh ini dunia kedokteran baru bisa membantu jika masalahnya hanya menyangkut keinginan memilih jenis kelamin janin seperti yang dimiliki pasangan Anna dan Dewa. Metode itu dikenal dengan istilah "pemisahan dua kromosom pada sperma".

Secara garis besar, sperma mengandung dua kromosom yang berbeda yaitu kromosom X dan Y. Disebut kromosom X dan Y karena masing-masing bentuknya menyerupai huruf tersebut. Sperma yang berkromosom X jika bertemu sel telur akan menghasilkan suatu individu yang mengandung kromosom XX, karena sel telur itu mengandung kromosom X. Maka jadilah bayi berkelamin perempuan. 

Sedangkan kalau sperma Y bertemu dengan sel telur akan menghasilkan individu yang berkromosom XY. Jadilah bayi berkelamin laki-laki.

Berdasarkan perbedaan seks kromosom pada sperma ini kemudian diketahui sperma ini kemudian diketahui sperma X dan Y mempunyai sifat-sifat yang berbeda. Sperma X bentuknya lebih besar dan geraknya lebih lambat. Sementara sperma Y bentuknya lebih kecil dan geraknya lebih cepat. Berdasarkan sifat-sifat sperma inilah sperma dipisahkan. Apabila pasangan ingin menimang anak perempuan, maka yang diinseminasikan ke rahim istri adalah sperma yang berkromosom X. Begitu juga sebaliknya.

Upaya ini ditempuh dengan inseminasi buatan dan harus dilakukan pada masa subur. Karena itu syarat penting lainnya, "Pasangan yang berniat melakukan upaya ini pun haruslah pasangan subur," jelas Dr. dr. Nukman Moeloek, yang menjadi koordinator dan dosen andrologi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Butuh 20 juta sperma

Agar bisa terjadi pembuahan, jumlah sperma yang dibutuhkan minimal 20 juta per mililiter. Kalau jumlah sperma lebih rendah dari itu, kemungkinan untuk berhasil tentu makin kecil. Karena itu pasangan yang ingin memilih jenis kelamin janinnya, seharusnya diperiksa kesuburannya dulu.

"Karena metode ini lebih memfokuskan diri pada upaya pemilihan kromosom sperma, maka jelas yang diperiksa terutama suami. Jumlah sperma normalnya harus sekitar 20 juta - 250 juta per mililiter," jelas Dr. dr. Nukman Moeloek. Tingkat keberhasilan semakin berkurang lagi apabila sang istri juga bermasalah. Kalau pasangan suami-istri sudah terbukti subur, barulah dokter bisa menentukan masa subur istri untuk dilakukan inseminasi.

"Umumnya, pasangan yang datang kami beri penjelasan lebih dulu. Soalnya, banyak pasangan yang kemudian mundur, karena pembuahan memang tidak dilakukan secara alami, tetapi dengan cara menyuntikkan sperma ke istri."

Sperma yang sudah dikeluarkan, lalu ditampung dan dipisahkan kromosomnya, baru setelah itu sperma yang diinginkan diinseminasikan ke istri. Lama proses tersebut kira-kira satu setengah jam.

Pemisahan kromosom sperma X dan Y atau sebaliknya dilakukan dengan cara yang berbeda. Karena bentuknya lebih besar daripada kromosom Y, untuk memisahkan sperma berkromosom X digunakan semacam saringan.

Saringan itu mengandung pori-pori. Karena kromosom Y lebih kecil dan lebih ringan, sebagian besar tersangkut di pori-pori dan mati, sementara kromosom X yang berukuran lebih besar dan lebih berat lolos. Sperma yang mayoritas berkromosom X inilah yang diinseminasikan ke rahim istri untuk melahirkan bayi perempuan.

Untuk memisahkan kromosom sperma Y dari kromosom X, ketika pasangan mendambakan bayi laki-laki, digunakan bantuan sebuah tabung yang berisi dua lapis cairan tertentu. Cairan di bagian atas kurang pekat, sementara yang bagian bawah pekat. Karena gaya gravitasi, sperma yang dimasukkan ke dalam tabung akan turun. Kromosom Y yang sifat gerakannya lebih cepat akan lebih cepat pula sampai ke lapisan cairan paling bawah. Sperma yang paling dulu turun itulah yang akan diambil untuk diinseminasikan.

Keberhasilan pemisahan kromosom sperma X sekitar 90 - 95%, sehingga kemungkinan keberhasilan untuk mendapat anak perempuan lebih besar. Tetapi masih ada kemungkinan sekitar 5 - 10% untuk terjadinya bayi laki-laki.

Sedangkan untuk kromosom Y, keberhasilan permisahannya sekitar 85 - 90%. Jadi masih ada kemungkinan gagal sekitar 5 - 15% untuk terjadinya bayi perempuan.

Istri tidak diatas 35 tahun

Faktor yang lain yang harus juga diperhatikan ialah usia, terutama pada wanita. "Soalnya, kesuburan wanita itu bergantung pada usianya, tetapi kalau pria tidak. Dengan bertambahnya usia wanita, ada kemungkinan terjadi cacat terhadap anak. Oleh karena itu tidak dianjurkan pada wanita berusia di atas 35 tahun, apalagi yang sudah berumur 40 tahun."

Pasangan Anna dan Dewa yang telah memiliki seorang putri berusia dua tahun patut bersyukur. Mereka masuk dalam semua kriteria di atas untuk menempuh cara ini agar mendapatkan anak laki-laki. Dewa memenuhi syarat sebagai pria dengan jumah sperma 25 juta, dan Anna baru berusia 31.

Perlu juga diketahui, inseminasi tidak serta-merta membuahkan kehamilan. Dengan frekuensi hubungan seksual secara teratur pun keberhasilan menjadi hamil setelah 1 bulan melakukan hubungan cuma sekitar 60%. Setelah itu meningkat menjadi 70%, lalu 90%.

Metode pemisahan kromosom sperma untuk memiih jenis kelamin bayi ini sudah banyak ditempuh oleh pasangan di tanah air, karena di anggap paling dipercaya. Bagi yang berminat, disarankan untuk pergi ke dokter ahli andrologi guna pengecekan jumlah sperma.

Sayangnya, para dokter belum dapat lewat sperma untuk memperoleh janin yang hebat. "Tidak bisa kelihatan bahwa sperma yang berhasil bertemu dengan sel telur kan menghasilkan janin yang berintelektualitas tinggi misalnya. Sebab, untuk mengetahui sperma itu berkromosom baik, ia harus dimatikan. Jadi, tak akan pernah bertemu dengan sel telur!"

Pasangan Anna dan Dewa beruntung karena mereka datang ketika baru memiliki anak satu orang. "Rencana mengatur jumlah anak dan memilih kelamin tak ada salahnya dilakukan sedini mungkin. Jangan kalau sudah banyak," kata Nukman Moeloek.

Source: Majalah Intisari, no.404 - Maret 1997

0 comments:

Posting Komentar

GET UPDATE VIA EMAIL
Jika Anda Menyukai Artikel di Blog Ini, Silahkan Berlangganan via RSS. Isi Alamat Email Anda di Bawah Ini:

MAJALAH BOBO 1980-an

Tambahkan Kami di Facebook

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | coupon codes
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...