1. Jadilah pemerhati dari perubahan perilakunya. Tanda-tanda bahaya akan diperlihatkan, seperti kemarahan yang berkepanjangan, agresivitas, hilangnya teman, hilangnya minta bersekolah. Kalau ada sinyal-sinyal itu, penyebabnya harus segera dicari.
2. Lakukan inisiatif sedini mungkin. Remaja bermasalah tidak akan meminta pertolongan sebelum benar-benar mengalami krisis. Selain itu, mereka belum mampu menganalisis dan menyatakan apa-apa yang dirasakannya dalam bentuk kata-kata. Soalnya, mereka masih dalam proses perkembangan kognitif. Orang tua dapat melakukan intervensi dengan cara-cara yang halus, tanpa melanggar privacy dan tanpa mengambil alih tanggung jawab yang merupakan bagian penting dalam proses pematangan jiwanya.
3. Orang tua sebaiknya terlibat penuh. Untuk mengembangkan hubungan baik, dibutuhkan suatu empati emosional dan bukan sekedar pengertian intelektual.
4. Jadilah pendengar yang baik. Remaja mengalami kesulitan membicarakan perasaannya kepada orang dewasa. Mereka memerlukan pendengar yang sabar yang mampu mengajukan pertanyaan khas penuh empati (mengerti dan ikut merasakan). Untuk mengatasinya, orang tua bisa saja memintanya untuk menggambar dan menulis puisi.
5. Kenalilah lembaga-lembaga di sekitar Anda yang dapat menolong. Dengan lembaga itulah Anda dapat berkonsultasi dan bekerja sama menolong anak remaja. Jika diperlukan, Anda bisa juga mengirimnya ke psikolog, psikiater, guru pembimbing sekolah, atau pekerja sosial.
Jadi, yang terpenting dalam membina remaja, libatkan mereka dalam menentukan keputusan mereka sendiri, dan katakan hal yang sebenarnya dalam menangani faktor-faktor yang menentukan kesehatannya. Tanggung jawab individu dan sosial harus ditekankan, sebab hal itu akan mendorongnya untuk menentukan pilihan yang lebih baik terhadap gaya hidupnya.
Source: Majalah Intisari, no.370 - Mei 1994
2 comments:
Thanks artikelnya
visit back yah
Artikel yang positif sebagai masukan untuk setiap orang tua yang memilki anak usia remaja.
Sukses selalu
Salam
Ejawantah's Blog
Posting Komentar