Sabtu, 26 November 2011

Memisahkan Sampah, Menyelamatkan Lingkungan

KITA sudah telanjur terbiasa membuang sampah rumah tangga dengan campur aduk. Tidak ada waktu untuk memisahkan mana sampah organik yang mudah mengompos (berasal dari tumbuh-tumbuhan dan binatang sisa bahan makanan dari dapur kita), dan mana sampah nonorganik yang tidak mungkin menjadi kompos. Kantung plastik, botol gelas, kaleng aluminium. Bahan keras ini kalau ikut di timbun bersama bahan organik di tempat penimbunan sampah akan menghambat pembentukan kompos. Sampai lama, sampah itu mencemari lingkungan sebagai sampah terus. Tak ada tanda akan membentuk tanah baru yang tidak berbau.

Untunglah ada beberapa pabrik pendaur ulang yang meminta para pemulung untuk mengumpulkan gelas dan plastik dari timbunan campur aduk itu. Juga kertas yang setengah mampu mengompos. Bahan ini didaur ulang dalam pabrik pemrosesan mereka menjadi bahan asal masing-masing. Itu bisa dijual lagi sebagai recycled paper, gelas dan plastik daur ulang.

Sementara itu, sampah organik yang sudah bebas dari benda kerasnya itu lalu berhasil dijadikan kompos, yang dapat dijual pula sebagai "pupuk" (sebenarnya hanya pemerbaik tanah) kebun buah dan tanaman hias. Terbukalah kenyataan: ada nilai uang halal dalam sampah rumah tangga, kalau ditangani secara terpisah. Sebaliknya, ia tidak berharga (dan berbau) kalau ditangani campur-aduk seperti dulu.

Muncullah kemudian barisan pemulung yang mengaduk-aduk sampah rumah tangga dari pintu ke pintu. Tempat sampah kita yang sudah rapi ditutup, dirobek lagi dengan besi runcing dan diaduk-aduk sampahnya untuk diambil benda kerasnya. Sampah berantakan ini merepotkan petugas pengumpul yang memindahkannya ke gerobak dan dari sana ke truk Mercy sampah.


Beberapa kompleks perumahan di Jakarta mengorganisasikan para penghuninya  untuk memisahkan benda keras itu sejak awal, dan membungkusnya secara terpisah ke bak sampah. Para pemulung dilarang masuk kompleks merobek kantung sampah. Tapi ini hanya teori.


Di beberapa mancanegara yang sadar lingkungan banget, bak sampahlah yang malahan disediakan sendiri-sendiri secara terpisah. Ada bak untuk bahan organik sisa dapur, dan ada bak untuk bahan organik sisa dapur, dan ada bak untuk gelas, plastik, kertas. Pemulung (kalau ada), tinggal mengangkat kantung yang bersangkutan saja. Tidak perlu merobek kantung-kantung sampai berantakan.


Dengan dipisah dan dibungkus tersendiri ini, pengambilan sampah oleh para petugas sampah sangat dipermudah. Beberapa real estate untuk "memupuk" tanah di taman, jalur hijau, dan deretan tanah tepian dari jaringan jalan dalam  real estate itu sendiri. Daripada harus membeli kompos dari orang lain, memang lebih lihai membuat kompos sendiri. Gratis lagi!


Sementara itu, lingkungan hidup kita masing-masing tidak berantakan lagi sampahnya. Karena sampah organik terbungkus rapat dalam kantung plastik, tidak ada lagi bau menyengat yang mengganggu lingkungan. Tak ada bau sampah, berarti tak ada minat dari pihak lalat untuk bertelur dan beranak menyebar penyakit menular. Kolera, tifus, paratifus.


Tindakan pengelola real estate yang menyehatkan sampah rumah tangga di lingkungannya sendiri itu perlu diteladani. Ia mudah ditiru oleh pengurus RT dan RW di lingkungan lainnya masing-masing. Asal ada kemauan untuk menyelamatkan lingkungan.


Source: Majalah Intisari, no.375 - Oktober 1994

2 comments:

Anonim mengatakan...

betul tuh, saya udah bosen ngeliat sampah dijalanan jakarta. sebaiknya masyarakat yang buang sampah memisahkan sampah organik dan sampah non organik

Fafanda mengatakan...

kita harus mempunyai kesadaran diri terhadap sampah. Good Artikel

Posting Komentar

GET UPDATE VIA EMAIL
Jika Anda Menyukai Artikel di Blog Ini, Silahkan Berlangganan via RSS. Isi Alamat Email Anda di Bawah Ini:

MAJALAH BOBO 1980-an

Tambahkan Kami di Facebook

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | coupon codes
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...