Selasa, 22 November 2011

FLU, Tak Bisa Diremehkan

ADA tiga penyebab, mengapa pada musim hujan kita mudah terserang flu. Pertama, dengan jatuhnya hujan ada sejumlah besar bakteri dan virus dari lapisan udara setebal 10 m terempas bersama air hujan ke tempat tinggal kita. Udara berkuman ini kita hirup seperti biasa, dan masuklah kuman-kuman itu ke saluran pernapasan kita. Flu adalah penyakit infeksi saluran pernapasan.


Kedua, turunnya hujan menurunkan suhu udara juga. Tubuh kita yang hangat tidak sempat menyesuaikan diri dan kita masuk angin. Karena tidak terurus, tubuh menjadi lemah dan tak mampu menanggulangi serbuan bakteri dan virus yang dihirup bersama udara lembab itu. Bakteri dan virus memang gemar ngerjain orang lemah.


Ketiga, pada musim hujan biasanya kita tinggal di rumah atau kamar saja, yang meskipun pengap, ya apa boleh buat! Daripada keluyuran di luar yang becek jelek, karena hujan. Dalam ruangan pengap penuh orang itulah biasanya virus influenza yang sebelumnya memang sudah menyerang seseorang, mempunyai peluang besar untuk menular. Flu memang penyakit menular.


Mula-mula masuk angin


Kalau suhu badan kita yang normal (kurang lebih 37 derajat celcius) terganggu oleh suhu dingin, badan itu akan berusaha mengatasi kedinginan dengan "memanaskan" kembali bagian yang tertimpa dingin tadi. Kalau cepat berhasil, karena kita kebetulan "berdarah panas", ya selamat. Tidak apa-apa! Kalau tidak ya meriang.


Kita bisa kedinginan karena duduk dekat AC yang menyemburkan dingin, misalnya. Bisa karena mengobrol berkepanjangan di ambang pintu yang terbuka, dan bisa juga duduk dekat jendela bus yang "full angin". Rasa tidak enak badan lalu disebut masuk angin.


Dapat juga karena perut kosong yang belum ada bahan penghasil panas, tiba-tiba dimasuki es teler. Maka yang masuk angin ialah lambung perut, meskipun tidak ada angin sama sekali yang masuk.


Biang keladi lain yang terkenal ialah begadang laruik malam, sampai yang kedinginan tenggorokan dan paru-paru.


Nenek moyang kita mengobati masuk angin dengan membantu menghangatkan kembali bagian yang dingin. Ada yang dengan mengerok kulit dengan uang logam dan minyak goreng. Ada yang menggosoknya dengan minyak angin (berisi minyak asiri) penghangat tubuh. Para penggemar kerok berdalih, bahwa sesudah dikerok, badan terasa enak karena angin yang masuk sebelumnya sudah keluar lagi melalui pori-pori kulit yang melebar.


Ada pula yang muncul dengan selang waktu yang lebih lama dan menular ke daerah lain yang lebih luas sebagai pandemi. Penyakitnya lalu tidak main-main hanya menimbulkan demam, pilek-batuk, dan pegal-pegal linu, tapi sungguh-sungguh merenggut jiwa secara masal. Pandemi yang masih segar dalam ingatan kita (berdasarkan tuturan nenek menjelang kita tidur) ialah wabah 1918 yang melanda Spanyol, sampai terkenal sebagai Spaanse griep. Dengan cepat ia menular ke seluruh dunia melalui kota-kota pelabuhan, sampai ke Amerika dan Indonesia juga. Korban yang ditelan sampai 22 juta orang. Baru berhenti pada awal tahun 1920.


Pada tahun 1933, akhirnya para peneliti Inggris: Smith, Andrews, dan Laidlaw berhasil menunjukkan bahwa cairan kumur dari rongga hidung dan tenggorokan pasien flu mengandung virus, yang sesudah ditularkan pada binatang percobaan menimbulkan sakit flu juga. Virus ini mereka sebut virus A. Belakangan baru diberi nama genus Ortomyxovirus.


Pada tahun 1938, virolog Amerika, Richard Slope membuktikan bahwa virus flu yang menyerang babi-babi negara bagian barat tengah Amerika ternyata dari tipe A seperti yang mewabah tahun 1918 di Spanyol itu.


Pada tahun 1940 ditemukan lagi virus flu serupa tapi tak sama, lalu disebut virus B. Bedanya dengan virus A hanya terletak pada pengaruhnya terhadap kekebalan seseorang. Antibodi yang dihasilkan tubuh pasien flu A tidak mempan terhadap flu B. Begitu juga sebaliknya, Untunglah, virus B ini tidak begitu galak.


Virus tipe A ini sendiri juga mampu mengubah susunan kimianya, walaupun ujudnya tetap sama. Lalu ia mewabah lagi sebagai epidemi kecil-kecil diberbagai daerah setempat. Baru pada tahun 1957 ia merajalela pandemik lagi sebagai flu Asia. Lalu berubah lagi dan mewabah pandemik lagi sebagai flu Hongkong, pada tahun 1968. Tahulah kita sekarang mengapa flu itu melanda secara berkala. Bukan karena "under the influence" planet-planet, tapi karena virus yang suka bermutasi susunan kimianya.


Tak boleh diremehkan


Serangan flu sering diikuti pneumonia (radang paru-paru) oleh bakteri Streptococcus pneumoniae. Justru serangan ikutan ini yang lebih berbahaya, karena dapat menewaskan pasien ceroboh yang tidak menganggapnya serius flu yang dideritanya, sampai serangannya berkepanjangan.


Dulu, flu memang dapat di obati aspirin atau obat kombinasinya dengan fenasetin dan kofeina (APC atau aspeco), yang mampu menghilangkan rasa sakit, radang, dan demamnya, tapi virusnya sendiri tidak. Untunglah, pada awal serangan, tubuh kita yang sehat sudah mampu mengerahkan sel-sel pertahanan granulosit, limfosit, dan makrofag, pengganyang kuman, untuk menggulung komplotan virus yang menyerbu korong-lorong pembuluh darah di "pintu gerbang" tenggorokan.


Sayang, aspirin berisi asam asetosalisilat itu mengganggu lambung yang tidak tahan terhadap asam berlebihan, lalu merasa pedih. Sedangkan fenasetin dalam APC ternyata melumpuhkan butir-butir darah putih balatentara kita sendiri juga. Pelan-pelan dalam jangka panjang.


Para dokter kemudian beralih ke asetaminofen dan salisilamida yang tidak merugikan.


Akan tetapi, kalau virus itu diboncengi bakteri Streptococcus pneumoniae terlalu banyak, obat-obat mutakhir itu tidak mempan. Khasiatnya memang hanya menghilangkan rasa nyeri dan menurunkan suhu demam. Kumannya sendiri tidak. Karena itu, dikerahkanlah obat antibiotik juga sebagai penumpas bakteri pembonceng kelebihan itu. Cespleng juga, tapi mahalnya minta ampun!


Mencegah sebelumnya, lebih murah


Supaya penyakit itu tidak menimbulkan penderitaan baru (lahir batin), karena mahalnya obat antibiotik dokter, kita sendiri dapat mengupayakan biaya murah, dengan jalan mencegah jangan sampai kita masuk angin saja, yang memperlemah daya tahan tubuh. Dalam bulan-bulan masa flu mewabah ini, sebaiknya kita lebih serius menjaga kebersihan tangan dan mulut, jangan sampai ada bakteri pneumonia yang nebeng masuk tenggorokan. Misalnya, menenggak minuman dingin yang diberi es batu pinggir jalan yang dicuci dengan air ember yang tak jelas asal-usulnya. Penjual esnya sedang flu, lagi!


Penularan bakteri dapat juga melalui jabatan tangan dan pegangan (atau kunci) pembuka pintu. Dapat juga oleh kunci kontak mobil (atau motor) yang tadinya dipegang penderita flu yang berkali-kali buang ingus, tapi tidak mencuco tangan. Kemudian kunci ini kita pegang, Kalau kita kemudian makan semar mendem tanpa mencuci tangan dulu, virus flu dan bakteri pneumonia akan masuk ke tenggorokan kita bersama semar mendem.


Begitu juga kalau ada pembantu rumah tangga sedang flu. Ia mesti diminta dengan sangat kalau menyiapkan makanan seperti selada, lotis, atau rujak gobet, tangannya dicuci bersih dulu. Melalui rujak mentah ini pun, kuman radang tenggorokan bisa menular.


Source: Majalah Intisari, Juli 1995

5 comments:

Aji Prast mengatakan...

Sudah mulai musimnya nih. musim hujan rawan terkena flu atau masuk angin. harus pandai-pandai jaga kesehatan.. salam

al kahfi mengatakan...

info yang bermanfaaat sobat,,:)

Asaz mengatakan...

kalau kondisi badan lagi lemah sangat gampang terserang penyakit walau hanya flu

Taman Bacaan mengatakan...

Kelihatannya sepele, tapi akibatnya begitu fatal.

Penulis Musiman mengatakan...

Artikel nya sudah naik, nih link'a:
http://ureport.vivanews.com/news/read/266975-flu-tak-bisa-diremehkan

Posting Komentar

GET UPDATE VIA EMAIL
Jika Anda Menyukai Artikel di Blog Ini, Silahkan Berlangganan via RSS. Isi Alamat Email Anda di Bawah Ini:

MAJALAH BOBO 1980-an

Tambahkan Kami di Facebook

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | coupon codes
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...