Senin, 01 Agustus 2011

Puasa Hikmat, Jiwa Pun Sehat (BAGIAN 1)

"SUDAH  beberapa hari ini saya kehilangan rasa lapar dan selera makan," ujar seorang pendengar dalam acara konsultasi kesehatan di sebuah radio, "Saya coba membayangkan aneka makanan favorit untuk menggugah selera. Tetap tak berhasil," lanjutnya.

Gejala semacam ini, lazim dialami ketika kondisi tak sehat atau beban pikiran sedang berat. Meski harus diatasi, gejala semacam ini dalam jangka waktu tertentu tak mengkhawatirkan. Sebuah penelitian medis mengungkapkan, daya tahan manusia untuk tidak makan dan minum cukup tangguh.


Manusia sehat dipastikan dapat bertahan hidup selama tujuh hari tanpa makan dan minum. Bahkan daya tahannya lebih lama lagi, hingga 14 hari, jika hanya tak makan namun tetap minum. Sehingga jika berpuasa di bulan Ramahan yang hanya sekitar 12 jam sehari, pengaruh buruknya terhadap kesehatan nyaris tak ada sama sekali.



Sudah banyak penelitian medis yang dilakukan terhadap orang berpuasa di bulan Ramadhan. Hasilnya, tidak ada perubahan kadar unsur kimia dalam darah orang yang berpuasa. Meski pada jam-jam menjelang buka kadar gula darah menurun, namun tidak sampai taraf membahayakan.

Setiap menjelang maghrib pada hari-hari pertama puasa, kadar asam lambung juga cenderung meningkat. Ini salah satu pemicu timbulnya gejala maag. Namun hari-hari berikutnya akan kembali normal. Itulah mengapa syariat Islam melarang puasa nonstop hingga berhari-hari.

Setiap membicarakan hubungan puasa dan kesehatan yang menjadi fokus selalu pengaruh menahan lapar dan haus terhadap kondisi fisik manusia. Padahal penelitian medis telah membuktikan tak dampak signifikan, menahan lapar dan haus pada jangka waktu terhadap kesehatan manusia.

Tidak ada orang sakit hanya karena berpuasa. Apalagi sampai meninggal dunia. Bagi mereka yang sakit, Allah telah memberikan keringanan untuk meng-qadha atau membayar fidyah sebagai ganti puasa Ramadhan.

PUASA DAN KESEHATAN JIWA

Lapar dan haus adalah gejala fisik yang langsung dirasakan oleh orang yang berpuasa. Selama lapar, orang cenderung kekurangan energi. Namun pada saat yang sama menjadi emosional. Tak mengherankan jika sejarah mencatat, 'urusan perut' dan rasa lapar mudah sekali menjadi pemicu berbagai kerusuhan dan pergolakan.

Ingatlah kerusuhan pertengahan 1998, disejumlah kota besar di Indonesia. Pemicunya adalah krisis nilai tukar, yang membuat harga berbagai kebutuhan pokok melambung tinggi. Kelangkaan menjadi ancaman potensial terjadinya kelaparan. Kekhawatiran psikologis seperti ini -dipicu oleh berbagai hal berubah menjadi kerusuhan dengan wajah yang mengerikan.

Mengapa hal ini tidak terjadi, ketika bulan Ramadhan membuat hampir seperlima penduduk dunia 'kelaparan' dalam berpuasa? Jawabannya diberikan Dr. Nicolayev, seorang guru besar di The Moscow Psychiatric Institute, Moskow, Rusia.

Nicole melakukan eksperimen, dengan memberikan terapi berbeda pada dua kelompok pasien kejiwaan ditempat kerjanya. Kelompok pertama ditangani dengan obat-obatan. Sedangkan kelompok kedua diterapi dengan diperintahkan puasa sebulan penuh, persis seperti yang dijalani umat Islam setiap Ramadhan.

Pada akhir eksperimen, Nicole sampai pada hasil bahwa banyak pasiennya yang tidak bisa disembuhkan dengan terapi medis, bisa disembuhkan dengan puasa. Penelitian yang dilakukan Nicolayev, tentang dampak kejiwaan puasa hanya salah satu dari ratusan, atau mungkin ribuan penelitian tentang manfaat puasa bagi kesehatan.

Jika kelaparan berpotensi rusuh, berpuasa justru menjadi terapi penyembuhan. Artinya lapar karena berpuasa dan kelaparan, adalah dua hal yang sama sekali berbeda. Dr. Kartono Muhammad, mantan ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pernah menyatakan, kunci puasa sebagai terapi kesehatan lebih pada aspek psikis manusia.



"Sebagian besar penyakit yang diderita manusia, sebenarnya berkaitan dengan perilaku manusia itu sendiri," katanya. Akibat perilaku tidak menjaga kebersihan, timbul penyakit muntaber. Akibat ketidakmampuan mengendalikan diri, timbul berbagai penyakit jantung, liver, gangguan pencernaan dan stress.

Kunci puasa untuk kesehatan, terletak pada niat yang sungguh-sungguh dan kemampuan mengendalikan diri. Ilmu kedokteran membuktikan, orang yang sedang marah -baik di ungkapkan maupun dipendam akan meningkatkan kadar hormon katekholamin dalam darahnya. Hormon ini memacu denyut jantung, menegangkan otot-otot dan menaikkan tekanan darah.


Hal sama juga terjadi pada orang yang emosional, atau sedang gundah dan gelisah. Reaksi hormon katekholamin inilah, jika berlangsung lama, akan membahayakan kesehatan dan mempercepat proses penuaan. Itulah mengapa orang yang berpuasa dengan kemampuan mengendalikan diri, akan meraih kesehatan fisik dan jiwa.


(Bersambung)

0 comments:

Posting Komentar

GET UPDATE VIA EMAIL
Jika Anda Menyukai Artikel di Blog Ini, Silahkan Berlangganan via RSS. Isi Alamat Email Anda di Bawah Ini:

MAJALAH BOBO 1980-an

Tambahkan Kami di Facebook

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | coupon codes
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...