Rabu, 20 Juli 2011

Aborsi Makin Merajalela

SEMUA agama melarang aborsi. Hukum nasional pun menentangnya. Namun praktek aborsi lewat tangan dokter makin merajalela. Lalu apa tindakan IDI (Ikatan Dokter Indonesia)?

HAMIL diluar nikah yang diakhiri dengan pengguguran, seakan sudah lumrah. Bahkan pasangan suami-istri yang 'kebobolan' akibat tak efektifnya kontrasepsi KB (Keluarga Berencana) yang di pakai, tak segan-segan menggugurkan kandungan.


Di kota-kota besar, kesempatan untuk menggugurkan kandungan terbuka lebar. Banyak dokter ahli kandungan yang siap untuk melakukan perbuatan keji tersebut. Sementara di kota-kota kecil yang langka dokter ahli kandungan, cukup datang ke dukun.

Memantau praktek terkutuk semacam itu tidaklah terlalu sulit. Beberapa nama ruma sakit dan poliklinik yang biasa digunakan untuk menggugurkan kandungan, sudah banyak dihafal orang. Namun tindakan tegas dan sanksi hukum terhadap pelaku pengguguran kandungan masih dalam tanda tanya besar.


"Tindakan menggugurkan kandungan tanpa alasan kuat, merupakan pelecehan terhadap agama dan undang-undang," tegas H. Amidhan, Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji, Departemen Agama pada Warnasari seusai memberikan pengarahan pada penataran Laktasi di Rumah Sakit Islam Jakarta (RSI) Cempaka Putih, belum lama ini.


Merangsang Kumpul Kebo

KETUA Umum MUI (Majelis Ulama Indonesia), KH. Hasan Basri, mengaku sudah bosan mengecam soal aborsi. Sebab, penanggulan nyata untuk mengikis tindakan aborsi tersebut, masih belum kelihatan.


"Sekarang ini, yang diperlukan adalah tindakan tegas terhadap pelaku aborsi, termasuk orang yang membantu melicinkan aborsi itu. Kita sudah jenuh bicara mengenai boleh-tidaknya aborsi, baik dari sudut agama maupun hukum negara. Agama dan hukum nasional kita jelas-jelas mengutuk aborsi," papar Hasan Basri dengan nada tinggi. 


Praktek aborsi dinilai Hasan Basri sebagai pintu terbuka untuk 'kumpul kebo' alias hidup bersama tanpa nikah. "Kalau praktek terkutuk ini tak segera diberantas, jelas budaya hidup tanpa nikah makin memasyarakat di tengah bangsa Indonesia yang dikenal sangat relijius," tambahnya.


Bayi Dalam Rahim
Dengan membiarkan praktek aborsi, berarti pasangan kumpul kebo mendapat jaminan untuk tidak punya anak. Dengan begitu, orang aman-aman saja hidup bersama tanpa nikah.


Kalau hidup bersama tanpa nikah sudah dianggap aman, tentu perzinahan akan makin meningkat. "Kalau perzinahan sudah merajalela, jelas bangsa kita akan rusak," tutur Hasan Basri.

Kehancuran kaum nabi Luth, menurut Hasan Basri disebabkan faktor pelampiasan nafsu birahi di luar prosedur ajaran agama. Masa itu homoseksual jadi budaya. Akibatnya murka Allah datang, akhirnya mereka dihancurluluhkan.

"Itu pelampiasan nafsu birahi yang tak ada kaitan dengan kehadiran seorang anak. Apalagi pelampiasan nafsu antar pria wanita yang secara sunatullah bisa melahirkan anak," ungkap Hasan Basri.


Ulama asal Kalimantan ini tidak menolak aborsi, selama alasannya kuat. Misalnya, kalau istri yang sedang hamil punya kelainan (pendarahan, TBC, dan penyakit berat lainnya). Kemudian, dari hasil pemeriksaan medis, janin dalam rahim si ibu tak mungkin lagi bisa dipertahankan. Aborsi semacam ini bisa diterima. Dalam dunia kedokteran, aborsi akibat kelainan pada si ibu hamil disebut abortus artificislis therapicus. 

"Tapi jumlah aborsi akibat kelainan yang diderita ibu hamil masih sangat sedikit. Sekarang, aborsi yang merajalela, justru dilakukan pasangan kumpul kebo," kata Amidhan menambahkan.

Aborsi seperti itu dikenal dalam dunia kedokteran dengan istilah abortus provocatus criminalis, yaitu aborsi yang dilakukan bukan berdasarkan indikasi medis, tapi karena alasan lain yang intinya tidak menghendaki kehadiran sang jabang bayi. Dan aborsi jenis ini terus meningkat.


Terus Meningkat

WAJAR kalau Amidhan menyebut tindakan aborsi sudah sampai dibatas yang mengkhawatirkan, karena jumlahnya terus meningkat, dan mereka yang ingin melakukan aborsi semakin mudah. Padahal undang-undang dengan tegas melarangnya dengan hukuman yang berat.

Dalam KUHP pasal 299, 346, 348 dan 349 adalah pasal-pasal yang melarang abortus dengan sanksi hukum yang berat, yang dikenakan tidak hanya pada wanita yang melakukannya tetapi juga terhadap mereka yang terlibat dalam tindakan ini, seperti dokter, dukun tukang obat atau orang yang menganjurkan aborsi terkena hukuman ini.


Namun hukum tetap hukum, Pelaku aborsi terus menunjukkan angka yang meningkat drastis dari tahun ke tahun. Mereka tetap lolos dari jangkauan hukum. Di Yogya misalnya, pelaku aborsi yang tercatat meningkat menjadi 325 kasus, berarti terjadi peningkatan 300 persen dari tahun sebelumnya.


Seperti juga dikota lain, di Medan misalnya, tahun 1990 tercatat 80 remaja yang melakukan aborsi, sedang di Manado dari 663 responden tercatat 473 yang mengaku mengalami hamil di luar nikah dan mereka melakukan aborsi. Lebih sadis lagi di Jakarta dan Bali, dari 405 kehamilan di luar nikah, 95 persennya meminta pertolongan untuk aborsi.


Dari data yang ada, kehamilan diluar nikah ini umumnya dialami remaja berusia antara 14 sampai 25 tahun. Karena alasan yang beragam, mereka umumnya tidak menghendaki kehamilan, yang pada akhirnya datang ke klinik-klinik bersalin bahkan ada yang ke dukun untuk meminta pertolongan pengguguran kandungan alias aborsi.


Melihat kecenderungan seperti ini, Amidhan berkesimpulan harus ada keseriusan dalam menangani masalah aborsi dan dimintakan pertanggung jawaban mereka yang melakukannya atau yang membantu melakukannya," ujar Amidhan.


Imbauan Amidhan ini rupanya mendapat sambutan positif dari Dr. H. Malichan Msc. Kepada Warnasari, Malichan menyebut tindakan keras yang diperlukan demi menghindari makin banyaknya yang melakukan aborsi. Paling tidak, kalau hal ini terus dibiarkan, efeknya akan makin buruk, dan pergaulan bebas pun akan makin menjadi-jadi.


"Saya setuju kalau penegak hukum lebih tegas lagi mengatakan masalah-masalah ini. Paling tidak setiap tindakan aborsi bisa terpantau dan dengan alasan yang jelas. Bagaimana teknisnya, saya pikir para penegak hukum sendiri lebih mengetahui," ujar Malichan lagi.


Proses Akhir

MENUMPAS aborsi memang masalah yang dilematis. Karena hal ini merupakan proses akhir dari cerita panjang perjalanan hidup seorang remaja, mulai dari masa kehidupan remaja, masa pacaran, pergaulan bebas, 'kecelakaan' dan ujungnya adalah kehamilan. Karena kehamilan itu adalah sesuatu yang tidak dikehendaki, dan bahkan menjadi aib keluarga, akhirnya mereka menghabisi janinnya itu.

 
Dalam kehidupan yang makin mengesampingkan norma-norma sosial dan norma-norma agama, pergaulan remaja pun semakin bebas. Mereka pikirkan hanya kenikmatan berhubungan seksualnya, sementara resikonya mereka tidak bayangkan sama sekali.


Di kota-kota besar misalnya, kebebasan pergaulan itu sudah nyaris tanpa batas. Mereka seakan "halal-halal" saja melakukan apa yang mereka kehendaki. Mulai yang hidup bersama, yang sekedar tidur sama dan mereka yang mencoba-coba menikmati seteguk anggur cinta. "Dalam kondisi seperti itu, sudah bisa dibayangkan betapa dekadensi moral saat ini sudah semakin parah," ujar Amidhan.


"Kalau ada angka peningkatan aborsi, tidak lain sebagai akibat dari tatanan mental yang makin rusak belakangan ini," ujar Amidhan. Untuk itu, menurut Amidhan, selain mempersulit praktek aborsi itu sendiri, penanganan masalah aborsi juga harus berpijak dari sumber pokoknya, memperbaiki mentalitas kehidupan kaum muda.


Untuk mengatasi ini Amidhan melontarkan empat jurus yang bisa diterapkan dalam rangkaian upaya memperbaiki mental kaum remaja. Pertama, kontrol pergaulan muda-muda dengan baik, sehingga mereka terhindar dari "malapetaka".


Kedua, film-film porno yang masuk dan diedarkan bisa dikurangi. Menurut Amidhan, selama ini sangat mudah untuk bisa menikmati film porno. Dihotel-hotel, ditempat penyewaan video atau laser disc, bahkan dalam bus angkutan luar kota juga diputar film porno.


"Kalau kita teliti di televisi, yang namanya kumpul kebo, pergaulan bebas dan sejenisnya juga sudah dikenalkan. Bagaimana mungkin kalau dalam arus budaya yang sederas ini tanpa moral," ujar Amidhan sungguh-sungguh.


Ketiga penyebaran minuman keras harus bisa dikendalikan. Saat ini pemerintah sedang memburu jenis minuman keras dari penggunaan untuk teler-teler dan mabuk-mabukan. Namun menurut Amidhan, upaya itu tidak hanya musiman, harus konsisten menumpas sampai ke sumber awalnya.


Keempat, jangan mempermudah tindakan aborsi buat mereka yang kecelakaan. "Jangan karena alasan menolong, justru yang terjadi adalah pembunuhan bagi manusia-manusia kecil tanpa dosa," ujar Amidhan.


Pada sisi lain, Malichah menyebutkan, upaya pembinaan mental kaum remaja adalah cara yang efektif untuk mengantisipasi masalah dekadensi moral. Tindakan ke arah itu tidak hanya dibutuhkan bicara lantang, tapi perbuatan langsung yang sangat dinantikan.


Ia menyebutkan, program Aisyiyah dalam hal ini langsung membentuk kelompok-kelompok konseling problema kaum remaja. Mereka bisa mengadukan hal ihwalnya, mulai dari masalah pribadi, sampai ketingkat kriminal seperti minuman keras, bahaya seksual dan sebagainya.


"Kami melihat hal inilah yang dibutuhkan untuk menyelamatkan remaja dari kehancuran. Apalagi data yang ada, pelaku penyimpangan seksual dan aborsi adalah anak-anak remaja yang masih sangat muda, antara 14 sampai 25 tahun," ujar Maslichah menegaskan.


Menyelamatkan? Inilah kondisi yang sebenarnya. Karena baik Amidhan maupun Malichah melihat penanganan serius dalam menekan angka abortus sangat dibutuhkan. Dalam pendekatan yang pragmatis agar dogma agama dan ketentuan hukum bisa ditegakkan di bumi Indonesia.


Alat Politik

TIDAK hanya di Indonesia. Aborsi dalam kancah internasional pun menjadi senjata politik yang ampuh. Salah satu point terpilih Bill Clinton sebagai Presiden Amerika, misalnya karena janjinya dalam kampanye akan memperjuangkan dibolehkannya aborsi.

Lihat pula di Irlandia, negara yang mayoritas penduduknya penganut Katolik merasa kewalahan mendengar tuntutan masyarakatnya untuk diberi kebebasan menentukan nasibnya sendiri melakukan aborsi. Meski begitu, dokter-dokter di Irlandia tetap tidak mau membantu praktek aborsi, akhirnya mereka ramai-ramai menuju negara-negara Eropa.


Dimensi politis juga nampak jelas dalam konferensi kependudukan yang digelar di Mesir belum lama ini. Nampak sekali bagaimana aborsi menjadi issu politik, issu pertentangan antara kelompok sekular dan agama. Issu aborsi ini tampaknya mendominasi sebagian besar pembicaraan dalam seminar internasional itu.


Tidak beda di negara-negara besar seperti Amerika atau negara lain seperti India, Pakistan, Phillipina, Malaysia bahkan Indonesia. Masalah aborsi bergulir menjadi sebuah perdebatan yang menjurus pada masalah-masalah politis. Jadi tidak sekedar satu pendekatan dogma dan moral, tapi justru yang menonjol adalah polemik politis.


Karenanya jangan sampai dogma dan pijakan moral hanya sebagai catatan belaka, maka diperlukan suatu jalan keluar yang membuat aturan hukum dan dogma agama bisa membumi. Paling tidak, bagaimana diupayakan agar masalah aborsi itu tidak hanya dilarang diatas kertas, tapi karena dampaknya yang negatif bisa ditekan semaksimal mungkin dari makin memasyarakat dikalangan remaja dan pemuda seperti kecenderungan belakangan ini.


Baik Amidhan maupun Malichah sama sependapat untuk menempatkan masalah ini sebagai tanggung jawab bersama. Bukan tugas pemerintah semata untuk mengerem arus pelaku aborsi, tapi secara moral semua bertanggung jawab terhadap realitas ini.


Source : Majalah Warnasari, No.190, November 1994

0 comments:

Posting Komentar

GET UPDATE VIA EMAIL
Jika Anda Menyukai Artikel di Blog Ini, Silahkan Berlangganan via RSS. Isi Alamat Email Anda di Bawah Ini:

DAFTAR ISI

MAJALAH BOBO 1980-an

Tambahkan Kami di Facebook

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | coupon codes
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...