Senin, 25 Juli 2011

Tanaman Pun Punya Perasaan (BAGIAN 2)

ATAS keberhasilan itu, nama Cleve Backster tiba-tiba ngetop. Koran-koran dan majalah di seluruh dunia melaporkan hasil percobaannya. Menurutnya, lebih dari 7.000 ilmuwan meminta kopi hasil percobaannya.


Ikut memekik

Pierre Paul Sauvin, pegawai kantor ITT (International Telephone & Telegraph) di New Jersey, AS, merupakan salah seorang di antaranya. Berkat "keajaiban" ilmu elektronika, Sauvin melengkapi mesin poligraf seperti yang dipakai Backster dengan peralatan lain. Sebagai ganti pena pencatat ia memasang osiloskop, alat pencatat perubahan daya hantar listrik berupa garis pada tabung sinar katoda. Juga sebuah audiostone oscillator: alat yang dapat menghasilkan bunyi sebagai reaksi terhadap sinyal dari tanaman, dan suara itu direkam dengan tape recorder.


Sambil duduk di meja kantornya beberapa kilometer dari rumahnya, Sauvin tak cuma dapat menelepon tanaman-tanamannya dan "mengobrol" dengan mereka, tetapi juga bisa mendengarkan jawaban mereka lewat osilator.

Sauvin juga menemukan kenyataan kalau tanaman dapat bereaksi terhadap perasaan gembira seseorang. Ketika bersama pacarnya menginap di vila, ia mendapati tanamannya menunjukkan reaksi begitu bergairah terhadap kesenangan seksualnya. Begitu kuatnya reaksi itu sampai nada osilator melengking tinggi sewaktu ia mencapai, maaf, orgasme.

Base yang ditentang

Jauh sebelum itu - sekitar awal abad ini - Luther Burbank, seorang pembudidaya tanaman asal kalifornia, menghabiskan bertahun-tahun untuk mengembangkan varietas kaktus tanpa duri. Apa yang dilakukannya? Sambil merawat tanamannya, ia berbicara kepada mereka. "Tak ada yang perlu kamu takuti," katanya. "Kamu tidak memerlukan duri untuk melindungi diri sebab aku bakal melindungimu."


Menurut Manly P. Hall, ketua Philosophical Research Society, Los Angeles, kasih sayang ditunjukkan Burbank merupakan "makanan bergizi" sehingga tanaman dapat tumbuh lebih baik dengan buah lebih berlimpah. Burbank menyatakan "makanan bergizi" sehingga tanaman dapat tumbuh lebih baik dengan buah berlimpah. Burbank menyatakan, tanaman memiliki lebih dari 20 indera tetapi, karena berbeda dengan yang dimiliki manusia, kita tidak bisa mengenalinya. Burbank tidak yakin kalau semak-semak dan bunga-bunga bisa mengerti omongannya, tapi ia yakin mereka memahami apa yang dimaksudkannya lewat telepati.

Pada masa yang bersamaan, seorang fisikawan kenamaan, Prof. Jagadis Chandra Bose, di Presidency College, Kalkutta, ternyata meneliti sifat kedua puluh indera itu, Periset tentang radio ini dikejutkan oleh adanya kesamaan antara reaksi logam dan otot terhadap stress. Namun, "Sulit menarik garis tegas," tulisnya, "kapan fenomena fisika berakhir, dan kapan fenomena fisiologi dimulai."

Mengikuti jalan pikirannya ini, Bose melihat kalau benar ada kemiripan reaksi antara dua materi yang berlawanan, sasaran penelitian yang ideal tentunya tanaman. Jaringan ini hidup tetapi tanpa sistem saraf, dan karenanya ia menduga tanaman tidak bereaksi langsung terhadap rangsangan dari luar.


Sebenarnya tanaman tak ubahnya binatang, hanya saja lebih primitif. Mereka bernapas tanpa sistem pernapasan, mengolah makanan tanpa sistem pencernaan, dan bergerak tanpa sistem otot. Dengan analogi ini Bose lalu menduga kalau tanaman mungkin dapat merespons rangsangan sekalipun tidak mempunyai sistem saraf.


Melalui penelitiannya dengan menggunakan alat yang dapat memperbesar gerakan halus jaringan tanaman sampai ribuan kali, Bose membuktikan bahwa daun kacang merah, wortel, dan lobak cina menunjukkan reaksi yang sama besarnya dengan logam dan otot terhadap stress. Kecuali itu ia juga mendapati tanaman pun "pingsan" setelah diberi cairan pembius kloroform.


Lima tahun kemudian Bose menerbitkan hasil percobaannya yang panjang-lebar berjudul Plant Response as a Means of Physiological Investigation. Di sana antara lain diungkapan adanya persamaan perilaku antara kulit binatang reptil dan amfibi dengan kulit buah-buahan dan sayuran; tanaman dapat menjadi "lelah" akibat rangsangan yang terus-menerus seperti halnya otot bintang; dalam bereaksi terhadap sinar, daun hampir identik dengan mata binatang.

Meskipun mendapat banyak tentangan dari ilmuwan lain karena hasil percobaannya tidak sesuai dengan teori ilmiah yang sudah mapan, pada tahun 1917 Bose dianugerahi gelar kebangsawanan Inggris karena hasil karyanya di India dan tahun 1920 di angkat sebagai anggota Royal Society.


Mengulang eksperimen Backster

Dari Rusia muncul laporan-laporan tentang penelitian yang sama di Surat Kabar Pravda pada 1970-an. Disebutkan, dalam sebuah film yang dibuat di Departement Fisiologi Tanaman pada Akademi Timiryazev, Moskwa, ditunjukkan bagaimana tanaman bereaksi terhadap faktor-faktor lingkungan, sentuhan lalat atau lebah, dan terhadap luka. Reaksi-reaksi itu ditampilkan berupa grafik oleh pena pencatat yang dihubungkan ke galvanometer, mirip dengan mesin poligraf Backster. Juga ditunjukkan bagaimana tanaman yang dicemplungkan ke dalam larutan kloroform (obat bius) tidak bisa bereaksi terhadap luka seperti biasanya.

Sementara itu Prof. V.N. Puskhin bersama asistennya mencoba mengulang eksperimen Backster. Namun kali ini mereka menggunakan tanaman bunga pelargonium. Dugaan mereka, manusia yang dihipnotis lebih mudah memancarkan emosi kepada tanaman. Maka dipilihlah Georgi Angushev, ahli hipnotis asal Bulgaria, dan seorang gadis bernama Tanya untuk membuktikan hal itu.


Tanya yang dibuat sedikit kesurupan didudukkan kurang lebih 80 cm dari tanaman. Ketika Angushev mengatakan pada Tanya bahwa dirinya wanita tercantik didunia, pena pencatat yang sebelumnya bergerak lurus saja serentak membentuk gelombang.


Setelah itu Angushev membawa Tanya ke dalam sejumlah situasi, misalnya cuaca yang mendadak sangat dingin, dan setiap kali tanaman itu menunjukkan emosi Tanya. Bahkan tanaman tersebut mampu mendeteksi kebohongan Tanya. Pushkin menulis, "Mungkin ada hubungan yang khusus antara dua sistem informasi sel tanaman dan sistem saraf, sehingga sel-sel yang berbeda-beda itu nampaknya dapat 'memahami' satu sama lain."

Musik rock mematikan

Pada pertengahan tahun 1960-an banyak dilakukan jumlah eksperimen tentang respons tanaman terhadap bunyi atau suara. Di antara ilmuwan pertama yang melakukannya adalah Mary Measures dan Pearl Weinberger dari Universitas Ottawa. Mereka menemukan bahwa persemaian gandum yang diiringi bunyi menunjukkan pertumbuhan paling cepat bila frekuensi bunyi itu 5.000 Hz (putaran per detik).

Tahun 1968 Dorothy Retallack, seorang mahasiswi di Denver, Colorado, melakukan percobaan yang sama. Bermacam-macam jenis tanaman, yakni philodendron, jagung, lobak, pelargonium, dan bunga violet Afrika, didekatkan pada sebuah tape recorder yang memperdengarkan bunyi piano dalam nada b (si) dan d (re). Suara itu terus diulang-ulang selama 12 jam sehari. Setelah 3 minggu semuanya mati kecuali bunga violet Afrika yang malah tumbuh subur. Beberapa di antara tanaman tersebut tumbuh condong seperti dilanda angin ribut menjauhi sumber suara. Sedangkan kelompok tanaman pembanding yang ditanam ditempat tanpa suara tumbuh normal.

Bersama Prof. Francis F. Broman, Retallack menemukan bahwa jenis musik rock membuat tanaman tumbuh menjauhi sumber bunyi dan perkembangannya tidak normal. Anehnya, ketika diperdengarkan pada lagu-lagu klasik Bach, Haydn, atau siter India, tanaman tumbuh condong ke arah sumber suara. Sedangkan lagu-lagu rakyat, country dan western tidak berpengaruh sama sekali.

Rupanya pengaruh semacam itu tidak hanya dialami oleh tanaman. Lyall Watson melalui Supernature melaporkan kalau pertumbuhan bakteri pun bisa dipengaruhi oleh bunyi. Mereka dapat melipatgandakan diri di bawah pengaruh frekuensi-frekuensi tertentu, tetapi mati pada frekuensi lain. Menurut Watson, ada hubungan fisik langsung antara frekuensi bunyi dengan struktur organisme tertentu yang bisa menimbulkan semacam resonansi.


Bagaimana pun masih tersisa banyak pertanyaan yang belum terjawab. Adanya hubungan antara manusia dan tanaman nampaknya tak dapat diragukan lagi. Namun dalam bentuk apa? Apakah tanaman merespons timbre(warna suara) manusia? Atau apakah mereka bereaksi terhadap ketegangan emosional manusia, seperti ditunjukkan Backter yang didukung hasil eksperimen para ilmuwan Rusia? Apapun yang menghasilkan respons itu, bagaimana sifatnya? Apakah reaksi tersebut mirip dengan sistem saraf pada binatang? Sampai sekarang nampaknya belum ada yang bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan sisa ini.

Source : Majalah Intisari No.372 - Juli 1994

0 comments:

Posting Komentar

GET UPDATE VIA EMAIL
Jika Anda Menyukai Artikel di Blog Ini, Silahkan Berlangganan via RSS. Isi Alamat Email Anda di Bawah Ini:

DAFTAR ISI

MAJALAH BOBO 1980-an

Tambahkan Kami di Facebook

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | coupon codes
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...