Sabtu, 02 Juli 2011

Kisah-Kisah Memprihatinkan Para Buruh di Negeri Asing

MASALAH ketenagakerjaan, menjadi salah satu masalah sosial yang sampai kini tetap belum dapat terpecahkan. Ternyata bukan masalah TKI(Tenaga Kerja Indonesia) saja, negara lainpun terutama Asia mempunyai persoalan yang sama. Dilema tenaga kerja, memang telah menjadi suatu masalah global, mendunia.

ZULFIKAR adalah contoh soal.  Dia warganegara Pakistan yang datang dari Ikelum ke Jepang pada 1987 untuk mencari pekerjaan. Begitu pertama kali menginjakkan di Bandara Narita, Tokyo, ada tekad dari pemuda ini untuk menangguk uang dinegeri orang.

Modalnya hanya paspor dan visa turis yang bakal habis dalam tempo 3 bulan. Zulfikar tiba di Oizumi, 60 kilometer dari Tokyo diterima sebagai tukang cuci peralatan mobil Nissan. Upahnya Rp.80.000,- satu jam. Ini cukup besar, dibandingkan upah rata-rata di Pakistan, apalagi untuk pekerjaan serupa.

Buruh Asing Di Dubai
Namun Zulfikar rupanya tidak puas dengan upah yang diterimanya.  Dia pun pindah kerja, dan ditempat pekerjaan barunya mendapat upah bulanan Rp.5 juta. Zulfikar boleh dikatakan cukup beruntung, yang dengan cepat mendapatkan pekerjaan juga upahnya memadai. Keadaan seperti ini, hampir tidak setiap orang memperolehnya dalam waktu demikian singkat, tanpa lika-liku yang menyulitkannya. Namun Zulfikar tidak lepas dari kondisi secara umum di Jepang, yakni tingginya biaya hidup.

Keasyikannya bekerja tanpa dilindungi surat-surat yang sah untuk bekerja di Jepang, Zulfikar menghadapi persoalan baru. Selain visa turisnya habis, dia juga harus berurusan dengan dinas imigrasi setempat, karena memang tidak mempunyai izin bekerja.

Kerugian Zulfikar sebagai tenaga kerja ilegal cukup dirasakannya. Ketika dia menjalani kehidupan sehari-hari di Jepang. Misalnya saja, pemuda Pakistan ini tidak bisa membuat SIM, memasang pesawat telepon sendiri, atau membuat kartu anggota untuk peminjaman barang, contohnya untuk penyewaan kaset video. Lalu dia pun harus berurusan dengan polisi.

Beruntung, majikannya cukup banyak membantu, karena selama bekerja dia dikenal jujur. Namun itu tidak cukup, Zulfikar tetap sebagai tenaga asing ilegal yang harus hengkang.  Terlebih visanya juga habis. Jepang rupanya beda dengan di Eropa atau pun Amerika.

"Jika saya tinggal dalam tempo tertentu di Eropa atau Amerika, saya bisa memiliki surat-surat izin tinggal, apalagi punya pekerjaan tetap dan ada majikan yang mempertanggunjawabkan," Keluh Zulfikar. Pemuda Pakistan ini pun jadi contoh, betapa tidak gampang mencari uang di negeri asing.

Namun begitu, Zulfikar sekali lagi cukup beruntung. Dengan bantuan majikannya dia bisa pulang kampung halaman, membawa sisa penghasilan. Jika dia mau dia bisa kembali ke Jepang, dengan berbekal visa yang batas waktu tinggalnya terbatas. Itu hanya visa turis, karena yang resmi butuh biaya besar.

 

Dihadang Peraturan



TENAGA KERJA seperti Zulfikar, yang menggunakan visa turis atau bahkan tanpa paspor dan visa sama sekali, karena masuknya kenegara lain secara diam-diam, menyelundup, menjadi persoalan sendiri bagi negara-negara Asia yang keadaan ekonominya mulai maju, seperti Singapura, Malaysia, Taiwan, Hongkong, Korea Selatan dan tentu saja Jepang.

Para pekerja ilegalnya, dibekali sepotong surat atau tidak sama sekali, biasanya datang dari Bangladesh, Pakistan, Cina, Thailand, Phillipina, bahkan ada juga yang dari Iran. Karena tidak ingin menghadapi masalah dalam kaitannya dengan tenaga kerja asing ini. Singapura dan Hongkong termasuk dua negara yang sangat hati-hati menerima tenaga kerja asing.

Untuk menghadang membanjirnya tenaga kerja asing yang ilegal, kedua pemerintahan negara itu memberlakukan banyak aturan yang harus dipenuhi siapa saja, yang ingin bekerja disana.  Bagi Taiwan, malah tenaga kerja asing yang diberi upa jauh lebih rendah, bisa mempengaruhi tingkat pekerja lokal dan mengurangi keinginan para pengusaha untuk lebih mengembangkan usahanya.


Lain Taiwan, lain pula Jepang. Asal mengikuti prosedur keimigrasian, pekerja asing boleh menangguk Yen di negeri sakura tersebut. Orang Jepang ternyata menganggap nilai manusia sama saja, tenaga asing atau lokal.  Biasanya tingkat upah yang diberikan cukup tinggi, bedanya hanya sedikit saja dari yang diterima pekerja Jepang secara umum. Jangan terkejut, kalau kemudian ternyata ada pekerja asing yang ketemu jodoh, dan malah menjadi warganegara setempat.

Kanji Nishio, seorang wartawan Jepang yang terkenal sejak menulis masalah ketenagakerjaan asing dengan berbagai persoalannya, menyebutkan bisa saja terjadi dari masalah ketenagakerjaan ini merusak hubungan persahabatan sebuah negara dengan negara lain.

Karena masalah tenaga kerja sebagai masalah sosial yang harus ditangani secara hati-hati, banyak negara yang mencoba memenuhi permintaan tenaga kerja asing dengan menetapkan prosedur asing yang lebih baik dan resmi.

Di Singapura misalnya, para majikan yang melanggar ketentuan tenaga kerja akan didenda kira-kira Rp.24 juta, untuk satu pelanggaran.  Denda ini tentu saja baru saja dijatuhkan, setelah secara resmi pengadilan memutuskannya.

Di Taiwan, jumlah tenaga kerja asing yang ilegal ternyata tidak sedikit, ada sekitar 57000 orang. Dari jumlah ini, setahun terakhir 80% dipulangkan segera ke negaranya masing-masing. Disana tenaga kerja asing lewat prosedur resmi juga dibatasi, hanya 55000 orang.

Hongkong, agak beda dengan yang lain.  Negara ini kurang memperhatikan soal tenaga kerja.  Ini barangkali Hongkong memiliki banyak persoalan yang berkaitan dengan ekonomi, yang harus mendapat penanganan prioritas ketimbang soal tenaga kerja asing. Akibatnya bisa ditebak, tidak terhitung berapa banyak tenaga kerja ilegal yang masuk negeri ini.

Para pekerja asing ilegal itu banyak bekerja diperusahaan-perusahaan asing, restoran, bar, bahkan ditempat-tempat hiburan lainnya.  Biasanya menampung wanita, yang dijadikan penghibur di sana. Ketika tenaga kerja ilegal ini membengkak jumlahnya, baru pemerintah Hongkong melakukan pengusiran, dan setahun terakhir ada setidaknya 54.000 orang asing yang bekerja ilegal di sana di pulangkan.

Tenaga kerja ilegal di Hongkong menempati sektor industri kecil dan pekerja bangunan. Untuk menekan jumlah tenaga kerja ilegal ini, pemerintah Hongkong baru saja mengeluarkan ketetapan pengadilan, yang intinya menjatuhkan denda pada majikan yang dipergoki mempekerjakan pegawai ilegal.  Denda tersebut sekitar Rp.64 juta, untuk setiap kasus.

Di Jepang sendiri kini ada 292.000 orang asing yang tinggal disana, melebihi batas waktu menetap.  Sebagian besar yang ternyata bekerja itu, mengaku sebagai turis, atau pelajar.  Sekalipun sebagai pekerja dikenal tekun, tetap saja mereka harus mengikuti peraturan yang ditetapkan, kembali ke negaranya. Biasanya atas dasar telah habis visa kunjungannya.

Wanita Penghibur

TENAGA KERJA pendatang, ternyata tidak hanya menjadi buruh suatu perusahaan atau kuli-kuli bangunan, terutama yang wanita tidak sedikit menjadi wanita penghibur. Diperkirakan, hampir 100.000 wanita tenaga kerja asing yang menjadi penghibur di sejumlah negara Asia yang lebih maju, terutama Jepang. Sebagian besar dari Thailand, Phillipina bahkan secara mengejutkan ada yang dari Rusia.

Di Jepang, menjamurnya tenaga kerja asing mulai tampak pada awal 1980-an, berkaitan dengan makin makmurnya ekonomi orang Jepang. Pada waktu itu peraturan untuk bekerja di negara tersebut belum seketat sekarang, dan sebagian besar datang dari Pakistan, Iran, Phillipina dan Thailand.

Pendatang dari Pakistan, Iran dan Phillipina, sebagian bekerja di restoran, pencucian pakaian dan menjadi kuli-kuli bangunan. Sedangkan yang datang dari Thailand, wanitanya banyak yang menjadi penghibur. Bersama sebagian wanita asing dari Phillipina, mereka menempati rumah-rumah bordil pinggir jalan.

Seperti halnya Zulfikar, para pekerja asing yang lewat prosedur resmi atau tidak, umumnya tinggal di wilayah Oizumi. Kedatangan pekerja asing sebenarnya tidak selalu disambut baik penduduk setempat. Terutama ada kaitan dengan semakin menyempitnya kesempitan buat bekerja, karena banyak lowongan yang diisi tenaga asing tersebut.

Keluhan juga datang berkaitan dengan banyaknya wanita penghibur, terutama di kalangan wanitanya. Mereka merasa kehadiran para wanita penghibur itu telah mengganggu ketentraman rumah tangga, mengganggu suami mereka. Kebanyakan keluhan datang dari penduduk di Kimaro yang tidak jauh dari tempat-tempat hiburan.

Banyak yang mengatakan, jika pemerintah Jepang tidak cepat mengambil tindakan, soal ketenagakerjaan asing ini bisa menimbulkan lebih banyak masalah. Kemungkinan terjadi peningkatan yang luar biasa pada tahun 2000 nanti, terutama para wanita penghiburnya.  Ketakutan lain adalah, semakin mewabahnya AIDS, penyakit yang belum ada obatnya dan ditularkan melalui hubungan seks. Selain soal ini, kehadiran tenaga asing di Jepang secara ilegal, juga mempertinggi tingkat kejahatan. Ini dibuktikan, sejak tenaga kerja ilegal membanjir dari tahun 1987 sampai 1991 terjadi peningkatan kejahatan yang luar biasa. Pelakunya kebanyakan para pendatang ilegal. Kejahatan juga sering terjadi di lokasi pelacuran. Ini dibuktikan hampir setiap tahun ditemukan ada mayat wanita penghibur yang ditemukan. Secara psikologis menimbulkan efek kekhawatiran di kalangan masyarakat setempat.

Memprihatinkan

INI salah satu kisah yang memprihatinkan.  Janchara, salah seorang wanita penghibur di sebuah bar dekat Tokyo. Dia mengaku lulus sekolah kejuruan di Bangkok, namun ketika melamar menjadi Polwan ternyata tidak lulus tes.  Kegagalan itu yang mendorongnya menerima tawaran seorang teman, ketika disodori tawaran untuk bekerja di Jepang sebagai pelayan restoran.

Tawaran yang menarik itu membawa langkahnya ke Tokyo, dengan berbekal paspor dan visa turis untuk jangka waktu 8 bulan.  Di kota itu, wanita yang masih sangat muda ini menemui seorang agen penyalur tenaga kerja.  Dia ternyata harus mengeluarkan cukup banyak uang sogok, agar mendapatkan pekerjaan yang diinginkannya.

Harapan mendapat pekerjaan baik-baik dengan upah layak, ternyata jauh dari dugaannya.  Janchara malah dipekerjakan sebagai wanita penghibur.  "Saya menangis selama beberapa malam ketika saya menyadarinya. Tapi, saya tetap memutuskan bekerja, dari pada pulang tanpa membawa apa-apa," katanya.  Ditambah lagi persediaan uangnya semakin menipis.

Sampai kapan pekerjaan itu akan dijalaninya? Wanita penghibur asal Bangkok ini mengaku, baru akan pulang setelah cukup uang untuk membeli rumah dan sedikit modal usaha kecil-kecilan. Janchara tentu saja tidak sendirian mengalami nasib buruk seperti itu, terlantar di negeri orang dan hidup dengan menjadi seorang wanita penghibur.

Banyak diantara wanita penghibur itu mengakui, mereka berada disana bukan atas kemauan sendiri, melainkan akibat jebakan penyalur tenaga kerja. Apalagi tidak ada uluran tangan dari kepolisian, jika mereka dilapori. Akhirnya yang dilakukan hanya meneruskan pekerjaan tersebut. Sebenarnya, pemerintah Jepang memberikan perhatian pada pekerja asing. Mereka mendapat perlindungan secara hukum dan kesehatan, asalkan mereka datang secara resmi.  Untuk menangani persoalan yang dialami tenaga kerja ilegal, ada badan khusus yang menanganinya, yakni The Asian People's Friendship Society, yang berlokasi di bagian utara Tokyo.

Menurut badan sosial ini, banyak tenaga kerja dari Pakistan, Sri Langka dan lainnya yang minta bantuan untuk mengatasi masalah mereka.  Bantuan ini bersifat sukarela dan tidak dipungut bayaran sama sekali.  Masalah yang diutarakan sebagian besar menyangkut pembayaran gaji yang tidak sepadan, pelayanan kesehatan, bahkan kadang masalah perkawinan yang terhambat karena masalah status tidak sah mereka.

Sumber : Majalah Warnasari - No.184, Mei 1994

0 comments:

Posting Komentar

GET UPDATE VIA EMAIL
Jika Anda Menyukai Artikel di Blog Ini, Silahkan Berlangganan via RSS. Isi Alamat Email Anda di Bawah Ini:

DAFTAR ISI

MAJALAH BOBO 1980-an

Tambahkan Kami di Facebook

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | coupon codes
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...